Kali ini saya
sedikit membahas mengapa masyarakat kita sangat malas dalam membaca menurut
sudut pandang saya. Padahal membaca ibarat jendela awal mengetahui dunia. Akibatnya
banyak penulis dalam negeri malas ikut berkreasi, terlebih sedikitnya minat
kalangan masyarakat dalam membaca.
Rendahnya minat
membaca masyarakat kita termasuk yang paling parah di dunia. Menurut survei
yang dilakukan badan PBB yaitu UNESCO pada tahun 2011, mengejutkannya adalah
minat baca masyarakat Indonesia adalah terendah nomor sekian kalah dari negara
tertinggal di Afrika seperti Botswana. Di ASEAN pun peringkat Indonesia pun
juga buruk, berdasarkan asumsi hanya ada satu orang yang mau membaca buku dari
1000 penduduk.
Efeknya terasa
semakin kentara dengan rendahnya buku yang dibaca serta sedikitnya anak-anak
yang suka membaca. Mereka lebih suka bermain game, menonton TV,
berselancar di dunia maya dibandingkan membolak-balikkan halaman buku.
Apalagi berita
dari televisi dengan mentah-mentah langsung diterima secara langsung oleh
masyarakat kita. Maka semakin gampang termakan isu yang tidak benar tanpa
menge-check terlihat dahulu keabsahannya berita. Akibatnya, sangat mudah
terprovokasi.
Itu semakin
berlanjut dengan perkembangan media yang lebih mengutamakan visual sejak dini.
Untuk apa harus capek-capek membaca apalagi sudah ada dalam bentuk tontonan
visual. Selain itu bukan prioritas utama saat memiliki uang lebih, masyarakat
lebih memilih membelanjakan uang pada keperluan lain yang ia anggap saat perlu.
Buku prioritas
yang ke sekian dan sekian banyak prioritas lainnya dan buku terlalu tebal
terkesan tak punya waktu cukup buat menyelesaikannya jadi alasan yang logis.
Itu pun berbanding dengan harga, semakin tebalnya buku maka itu sama halnya
dengan harganya yang semakin mahal. Mau beli buku tetapi harus menahan
kebutuhan lainnya seperti makan atau jalan-jalan. Hanya yang sangat hobi mau
mempertaruhkan hal tersebut.
Menjadi dilema
saat mau bikin badan perlu nutrisi atau kepala penuh imajinasi, sebuah pilihan
saat salah satu harus memilih. Apalagi anak muda sangat mudah tergoda dengan
berbagai kebutuhan konsumtif sehingga itulah kebutuhan membeli buku
terkesampingkan. Miris bukan!!.
Hal lain yang buat
masyarakat sedikit membaca buku pasti banyak buku-buku ternama yang sekarang
ngetrend difilmkan. Karena minat visual masyarakat yang setiap hari menatapi
kotak ajaib (televisi), itulah kenapa menonton jadi alternatif terbaik.
Selain itu
menonton tak perlu menguras energi, itu urusan produser film agar penonton
dengan syahdunya menikmati buku yang difilmkan. Tak perlu pusing
mengimajinasikan cerita, atau sudah lupa karena belum sempat menamatkan karena
kesibukan. Cukup ditonton, begitulah anggapan umumnya.
Sekarang buku yang
terbit tak berapa lama langsung difilmkan di layar lebar dan juga sinema
elektronik (sinetron).Walaupun sebenarnya menonton kita hanya melihat alur
cerita dan karakter tak sedalam buku. Walaupun melalui film imajinasi tak meluber
karena sudah digambarkan secara mutlak berbeda dengan buku yang membuat
imajinasi antara pembaca satu dengan yang lain berbeda.
Kemudian timbul
lagi kalangan yang punya banyak bermacam jenis buku tetapi tak punya waktu
membaca adalah sesuatu yang wajar. Hal itu saya rasa juga pada korban, paling
banyak hanya membaca judul berita atau headline tanpa mencerna secara
baik.
Permasalahan
timbul saat judul yang ditampilkan sedikit kontroversial, semua ikut terpancing
dan emosi. Padahal terkandung makna dan pesan yang tersampaikan. Berkomentar
dan mengkritik sebelum mencerna dengan habis serta tuntas, alhasil komentar
miring yang datang.
Saya pun
memperhatikan bagaimana watak sesuatu orang dan bangsa berdasarkan minat baca
dan melek akan pengetahuan. Bangsa atau orang yang punya pengetahuan akan
menyikapi masalah dan juga judul pemberitaan dengan secara bijak. Mencari cara
terbaik dan informasi penunjang sebelum mengkritik.
Namun bila minat
baca dan sangat gampang menyerap segala informasi secara mentah tanpa menilik
ulang. Efeknya gampang sekali tertipu dan terprovokasi akan keadaan.
Bagaimana cara membangun minat membaca?
Saya rasa membaca
bukan hanya sebagai hobi pribadi perorangan tetapi harus jadi hobi khalayak
ramai pula. Pengadaan buku gratis, pustaka keliling dan harga buku murah belum
menjamin masyarakat mau membaca. Saya menilai membaca sebuah pembiasaan dari
dini, sangat sulit menyuruh orang membaca bila tak ada pembisaan saat masih
kecil.
Membaca itu
memberatkan apalagi bacaan yang dibaca punya bahasa yang sangat berat seperti
diktat di perpustakaan. Hanya orang-orang yang terjebak untuk bisa
menyelesaikan tugas kuliahnya harus rela membacanya.
Beberapa menit
membaca, migran menghampiri dan 30 menit dibaca asam lambung naik dan 30 menit
kemudian kantuk datang. Begitu beratnya karena bahasanya sangat sulit dicerna.
Bukan maksud saya tidak menyukai buku-buku ilmiah berat, namun saya menyukai
berbagai bacaan yang punya makna dan penyampaian masing-masing.
Buku-buku diktat
sering dihindari selain bahasanya berat dan juga sulit diimplementasikan secara
langsung. Butuh alat khusus dan pemahaman mendalam agar bisa diwujudkan.
Berbeda dengan tips atau artikel sederhana yang gampang dicerna.
Itulah kenapa di
pencarian Google, artikel yang mudah dicerna berada di halaman pertama
pencarian Google dan pengunjungnya sangat banyak. Manusia ingin mudah mencerna
segala informasi baru tetapi dalam kemasan yang mudah dan ringkas. Itulah
mengapa artikel ringan lebih laku bak kacang rebus di musim hujan dibandingkan
buku tebal di perpustakaan yang telah menguning.
Cara terbaik agar
minat baca masyarakat naik adalah dengan buku yang mengandalkan tulisan dan
keterangan visual. Kombinasi antara keduanya sangat bagus agar minat baca
meningkat, terlalu banyak gambar tidak baik dalam kemampuan referensi olah kata
kelak serta otak malas berpikir keras dan keseluruhan kata akan cepat bosan.
Melalui sosial
media kini, banyak yang mengembangkan minat baca masyarakat yang telah
disingkat dan mudah dicerna. Nah.. itu salah satu cara menstimulasikan niat
membaca, karena membaca dan rasa ingin tahu sifatnya candu. Bila ada cara yang
tepat, maka akan muncul minat dengan sendiri.
Selain itu,
terutama untuk anak-anak harus adanya target menamatkan buku bacaan dalam
setiap semester. Ini tujuannya untuk menambah wawasan dan sebagai syarat
kelulusan. Bukan membebani dengan PR yang menumpuk, karena PR yang banyak
alhasil mereka menganggap membaca buku jadi hal yang menyeramkan. Membaca buku
berarti sedang disuruh menyelesaikan PR.
Itulah kenapa
membaca jadi sesuatu yang dihindarkan, padahal membaca adalah gudang ilmu. Saya
rasa selain pembiasaan, mulailah menyuruh membaca bacaan yang disukai. Apalagi
telah kehabisan bahan bacaan, maka kelak akan mulai muncul rasa penasaran
dengan buku lintas genre lainnya. Ini cara terbaik membangun minat baca yang
sempat tak mekar di usia dini.
Harus diingat,
pribadi yang cerdas dan berwawasan luas sangat diperhitungkan untuk kemajuan
bangsa serta dalam menyikapi berbagai jenis permasalahan sekitar yang ada. Tidak asal
menerima tak mengoreksi terlebih dahulu. Pastinya itu didapat melalui
menelusuri melalui bacaan yang punya referensi akurat bukan yang paling cepat.
Semoga memberikan inspirasi dan ayo sama-sama
hilangkan kebiasaan malas membaca agar waktu lebih bermakna.
0 komentar:
Post a Comment