Cara media massa
ingin beritanya ramai dibaca dan viral, apalagi pengaruh judul pada tulisan
punya indikator pengaruh kuat yang membuat pembaca penasaran. Begitu banyak
tertarik membaca dari judul dan ada pula yang terprovokasi karenanya.
Akibatnya media
massa yang rela membuat judul yang buat korban atau orang dekat yang terliput
media merasa terpojok. Sanak dan keluarga merasa terusik dengan pemberitaan
miring dan itu semua bertujuan agar viral dan jadi konsumsi publik.
“Seandainya judulnya datar-datar saja, “ngga ada gregetnya” siapa yang baca. Tak apa mengirim pemberitaan negatif, yang penting beritanya banyak yang baca”
Pengalaman ini
mengingatkan saya pada cerita lama saat salah seorang dosen di kampus saya
mengalami musibah. Saat beliau meninggal, begitu banyak pemberitaan miring dan
seakan memojokkan. Pemberitaan media yang umumnya negatif berhasil dipercayakan
oleh banyak orang dan dengan cepat
menyebar luas.
Padahal berita
tersebut bohong dan mengada-ngada, saat diklarifikasi berita sudah tersebar
luas dan banyak percaya yang pertama sekali didengar. Keluarga dan orang
terdekat merasa dirugikan, sedangkan korban namanya tercemar oleh media massa.
Ada pula video dan sejumlah foto korban yang lalu disebarkan ke sosial
media, Saya merasa tak enak dan ini sudah level keterlaluan, Bagaimana kalau
kejadian atau pemberitaan itu terjadi pada sanak keluarga dan teman anda?
Akses mudah
mendapat sejumlah informasi kini, acap kali menimbulkan sejumlah pemberitaan
negatif. Efek dari opini negatif berkembang di kalangan masyarakat menjadi
viral dan tertanam di dalam pikiran mereka. Lebih parah lagi bila langsung
dipercaya, sesuatu yang viral bukan berarti paling benar. Bisa saja hoax
yang direkayasa dikemas sedemikian rupa dan menjadi menarik.
Secara tidak
langsung manusia lebih cepat merespons nada-nada negatif walaupun masih sebatas
dugaan. Saya pribadi termasuk sering menyaksikan dan membaca berita yang
disajikan terkesan berlebihan. Salah satunya mengenai berita kriminal yang
sangat banyak mengangkat kasus korban pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, pem-PHP-an,
dan kejahatan lainnya.
Sudah pasti judul
yang dibacakan oleh pembawa acara tak jauh-jauh dari kata-kata tegas dan
intonasi tinggi, misalnya: “Tewas Mengenaskan” “Tewas Dibacok” dan Tewas
Gantung Diri.
Walaupun penyebab
orang yang menjadi korban masih belum jelas, tetapi selalu ada intonasi, tanda
seru dari kata-kata tersebut seakan tertanam bagi yang mendengar atau membaca.
Baca juga: Energi Negatif Gampang Menular Lho!
Cara itulah yang
sedikit banyak dipakai media untuk menaikkan berita yang mereka angkat. Secara
tidak langsung berita yang baik-baik saja respons masyarakat seakan kurang.
Salah satu mendapatkan viral salah satunya dari musibah orang lain dan judul
yang kontroversi.
Cara yang sering dipakai dalam alur penyebar berita
viral hoax negatif seperti ini:
Mengangkat berita dari musibah orang lain > berita jadi sensasional > masyarakat percaya > Jadi viral > Si pembuat atau media pembuat berita mendapat keuntungan
Awal mulanya
adalah ada berita musibah yang terjadi pada orang lain. Segala hal dikaitkan,
misalnya dari depresi, bunuh diri dan sebagainya. Media terasa yang haus berita
pun mengangkat kasus tersebut. Untuk bisa viral, caranya melalui judul yang
menarik lagi sensasional, walaupun belum benar dan masih dugaan awal.
Sudah pasti banyak
yang terpengaruh dan penasaran, dalam hitungan beberapa saat berita tersebut
jadi viral. Hasilnya media tersebut mendapatkan banyak trafik dan share
dari pembaca walaupun dari itu datangnya berita musibah orang lain.
Ah... bodo amat!!! Yang penting viral
Untuk itu kita
selaku netizen dan pengakses internet bisa menghalau berita tersebut jadi viral
dan merugikan korban. Pihak-pihak tersebut merasakan hal yang setimpal akibat
pemberitaan hasil blow-up dengan alur seperti ini:
Mengangkat berita dari musibah orang lain > tak jadi berita sensasional > masyarakat skeptis > masyarakat dan korban mengadukan ke pihak berwajib > media diproses hukum.
Saat awal mulanya
berita diangkat terutama mengenai menyangkut musibah orang lain, masyarakat
sudah cerdas menyikapi. Alhasil berita tersebut tidak viral di media akibat masyarakat
berpikir skeptis pada hal tersebut. Malahan masyarakat selaku netizen malah
balik melaporkan ke pihak berwajib sebagai bentuk simpati kepada korban, karena
beritanya seakan di blow-up. Akhirnya media atau penyebar secara
individu diproses hukum. Atau media tersebut diboikot oleh para pembacanya
sebagai bentuk protes. Cara biar mereka kapok!!
Nah, untuk bisa
terhindar dari berita yang merugikan pihak-pihak tertentu. Berikut ini cara
yang bisa digunakan tak gampang termakan berita hoax musibah yang
menimpa orang lain, lalu menjadi viral. Inilah beberapa caranya:
Pertama,
tanyakan kepada orang terdekat atau yang kenal langsung dengan korban. Apa yang
disampaikan oleh orang terdekat sering beda dengan pemberitaan media. Mereka
lebih tahu kronologi kejadian dan bukan menyebar dan viral secara asal-asalan.
Jadikanlah orang
terdekat dan pihak berwajib yang memproses kasus sebagai acuan, bukan berita
simpang-siur media.
Kedua,
lihat media apa yang menyebarkan, umumnya banyak media abal-abal atau yang
sudah lama punya reputasi buruk dalam mengangkat berita sensasional yang sudah
diblow-up sedemikian. Track record jadi alasan pembaca harus berpikir
dua kali mempercayai media tersebut.
Alih-alih hanya
membaca satu media massa, sebaiknya cari dari sejumlah media sebagai
perbandingan. Bila tak puas juga, sejumlah Blogger kadang juga sebagai pembeda
dan pemberi opini. Apalagi pendapat mereka yang jujur dan tidak mencari
keuntungan.
Ketiga,
secara broadcasted (berita berantai), cara ini termasuk mudah misalnya melalui
sosial media atau sosial messanger. Berantai dan kemudian viral. Cara
seperti ini sering digunakan karena lebih mudah berkembang apalagi masih ada
istilah ngehe seperti:
Sebarkan, jangan berhenti di kamu!!
Berita yang heboh
sensasional dan menjadi viral akibat musibah yang menimpa orang lain seakan
setengah-setengah. Pembuat berita sengaja membuat berita tidak utuh dan menjadi
judul berita lainnya. Ada pula yang memakai strategi beberapa halaman,
tujuannya adalah trafik media online tersebut meningkat.
Bila barangkali
mau viral, maka viral-lah cara positif dan sewajarnya, bukan mencari sensasi.
Lebih baik menulis yang positif dan tak viral memang karena informasinya unik.
Bukan mencari sensasi yang berakibat merugikan orang lain.
So... semoga bermanfaat dan memberi pencerahan dan Have a Nice Days.
0 komentar:
Post a Comment