Siapa sih yang tidak pernah bekerja di dalam tekanan deadline?
Sudah pasti
siapa saja yang punya tanggung jawab selalu saja diburu dengan deadline setiap
waktunya. Perkembangan deadline identik dengan SKS (Sistem Kebut
Semalam) yang begitu akrab di Indonesia.
Usut punya
usut, cara itu telah lama digunakan oleh bangsa kita termasuk dalam proses
penggagasan teks proklamasi tahun 1945. Waktu yang mepet serta dan ingin hasil
sebaik-baiknya melahirkan sistem tersebut.
Saat itu
sejumlah tokoh penggagas proklamasi dari tanah air bekerja keras untuk bisa
menyelesaikan teks proklamasi yang akan dibacakan esoknya. Akhirnya teks
proklamasi berhasil disiapkan dalam waktu singkat dengan menghasilkan beberapa
poin penting. Semua itu berhasil menjadi harkat dan martabat rakyat Indonesia
untuk lepas dari penjajah.
Di zaman saat
ini, sistem kebut semalam bak primadona yang telah merambah ke berbagai bidang.
Bagi sebagian orang berpendapat bahwa konsep ini melahirkan hasil maksimal
dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Salah satu efek
yang paling sering dirasakan ialah menyelesaikan sesuatu kala waktu mepet alias
deadline. Jelas terjadi penumpukan stres dan lelah yang luar biasa,
apalagi dalam tenggat waktu sempit semua bisa dikerjakan.
Kebiasaan deadline
kadang karena lebih banyak diakibatkan karena menunda dan menanggap mengerjakan
nanti lebih baik dibandingkan. Padahal saat jelang deadline banyak tugas
lainnya yang bisa saja datang dengan
tiba-tiba.
Akhirnya banyak
yang tidak sesuai ekspektasi akibat saling membagi pikiran antar satu sama
lain. Itu juga termasuk dalam kodrat hidup manusia yang tidak terlalu
mengkhawatirkan sesuatu hingga hidupnya terancam atau tertekan.
Kebiasaan itu
secara ilmu psikologi disebut dengan Temporal discount, makin jauh dari deadline
maka tidak penting. Hampir dari kebanyakan dari kita membiasakan hal tersebut,
selain menganggap di waktu senggang adalah menghilangkan stres sementara dan
semuanya ditumpuk jelang deadline.
Sebagai contoh
ialah kita sering kali saat sekolah dulu diberikan tugas saat liburan panjang.
Namun libur yang begitu panjang tetap saja tugas diselesaikan jelang deadline
sedangkan di awal-awal seperti diabaikan begitu saja.
Deadline dan
Efek buruk yang bisa saja datang
Penyebab deadline
terjadi salah satunya adalah meremehkan dan melupakan. Kadang itu jadi bumerang
yang cukup berharga. Mengejar waktu tenggat kadang kala membutuhkan pikiran dan
tenaga yang tidak sedikit.
Misalnya saja tugas yang harusnya dikerjakan selama seminggu dengan
rincian 2 jam setiap harinya. Namun baru dikerjakan sehari sebelum dikumpulkan,
estimasinya adalah 2 jam x 6 hari. Total ada 12 jam yang dikerjakan dalam waktu
yang sangat sempit, jelas jadi beban bagi tubuh dan pikiran.
Efek lainnya
adalah begadang, kebiasaan begadang acap kali dianggap tidak baik khususnya
untuk kesehatan. Itu ditambah saat begadang konsumsi makanan dan kafein sangat
tinggi, salah satu efeknya adalah obesitas. Jelas itu tidak baik bagi tubuh
andai selalu mengejar deadline dan mengorbankan kesehatan tubuh.
Ibarat kata bang haji Rhoma Irama dalam lirik lagunya, Begadang boleh saja asal ada perlunya
Penyebab deadline
beragam, salah satunya yang paling lekat adalah gadget. Berapa banyak waktu
yang terbuang percuma hanya karena lalai dengan gadget. Sejumlah notifikasi yang
mengganggu kadang jadi alasan banyak tugas yang mangkrak hingga deadline.
Sosial media
jadi salah satu momok penghambat pekerjaan tidak tuntas, sering kali banyak
orang yang mengeluhkan waktu yang sedikit saat menyelesaikan tugasnya. Memang
itu bukan hal baru, namun bisa disiasati dengan menonaktifkan atau sejenak
fokus terhadap tugas yang sedang digarap. Andai pekerjaan telah selesai, anda
dengan leluasa bisa bersosial media kembali.
Tak selamanya
sesuatu yang dikerjakan saat deadline dicap buruk, kadang sebagai
pendorong bahan bakar energi dalam menyelesaikan tugas hingga kelar. Nah bukan
itu saja, deadline jadi salah satu pemicu energi tambahan termasuk otak
terus aktif berpikir. Salah satunya adalah hormon adrenalin yang terpacu secara
terus-menerus.
Namun banyak
orang yang sengaja menunggu deadline untuk bisa mengeluarkan ide,
termasuk saya pribadi yang sangat menyukai deadline. Bagi orang yang
bergelut di bidang kreatif dan inovasi, deadline jadi makanan
sehari-hari yang harus dihadapi.
Setiap hari
dihadapkan dengan puluhan deadline tugas yang saling timpa menimpa.
Walaupun mereka yang bekerja di bidang kreatif sadar bahwa bisa saja kehilangan
pekerjaan atau peluang andai ada faktor lain yang buat deadline jadi
amburadul.
Bila anda
termasuk golongan tersebut, berarti anda mengalami addicted to deadline, kecenderungan yang membuat anda sangat
menyukai deadline karena tantangannya berbeda saat
mengerjakan di awal waktu.
Otaknya dipaksa
berpikir keras hingga tenggat waktu, bukan berarti mereka menunda pekerjaan.
Hanya saja para addicted to deadline
melihat waktu yang paling tepat buat dieksekusi.
Waktu itu
datangnya saat deadline menunggu. Segala sumber daya yang sudah
terkumpul lalu disatukan dalam satu waktu singkat, ibarat mengumpulkan puzzle
terakhir lalu baru menyusunnya satu persatu.
Ada sebuah
kepuasan tersendiri saat menyelesaikan tugas tersebut tepat waktu dan sesuai
dengan yang diinginkan. Seakan semuanya terbayarkan dengan tuntas, antara
menegangkan dan bahagia yang campur aduk.
Kenal dengan Student
Syndrome dan Parkinson Law
Kebiasaan buruk
dari suka deadline sudah jadi kebiasaan apalagi bagi anak kuliah. Saat deadline
kumpulkan tugas sibuknya minta ampun, namun malah berleha-leha di waktu luang
yang sangat panjang.
Paling sering
adalah student syndrome, kebiasaan yang biasa dilakukan oleh para
mahasiswa jelang deadline tugas. Mengapa dikaitkan dengan mahasiswa,
karena mampir sebahagian besar mahasiswa tetap mengerjakan tugas saat deadline
walaupun punya durasi panjang tugas tersebut. Maka kadang dosen sering kali
memberikan waktu yang mepet untuk menghilangkan kebiasaan itu.
Bentuknya
menyerupai kurva yang terjadi saat student syndrome terjadi. Ada
lonjakan aktivitas dan usaha di waktu jelang deadline.
Berbanding
terbalik dengan Student Syndome, ada Parkinson law, Bedanya para
penganut Parkinson Law mencoba mengerjakan di awal waktu namun karena
tenggat waktu yang masih lama, seakan membuat tugas yang gampang malah terlihat
rumit dan berat.
Seakan tugas
yang diberikan tenggat dalam seminggu terasa sangat berat, walaupun hanya butuh
1 jam waktu fokus mengerjakannya. Pengaruh pikiran jelas jadi salah satu alasan
hal terjadi, akibatnya beban itu terbawa ke mana-mana.
Solusinya
terbaiknya membuat batas tenggat waktu sendiri dengan mengalokasi waktu dari
tenggat yang berlaku, andai targetnya harus selesai dalam seminggu, 2 hari sudah
bisa diselesaikan.
Jadi grafik
menunjukkan penumpukan stres dan usaha saat awal dan terjadi penurunan hingga deadline
datang. Biasa saat menunggu deadline lebih banyak memperbaiki segala
kekurangan di sana-sini.
Makanya jangan
heran akan ada teman kalian yang sudah santai-santai saat jelang ujian atau
tugas dikumpulkan. Berlainan dengan teman lainnya yang menyibukkan dirinya
dengan deadline, bisa jadi dia menerapkan konsep dari parkinson law
dalam menyelesaikan suatu tugas.
Semua tergantung berbagai tipe orang menyelesaikan tugas, dan
terpenting adalah mengerjakan lebih baik daripada menunda-nunda. Semoga
menginspirasi.
mungkin ini menjadi penyakit sejuta umat dan the power of kepepet adalah jawaban dari segalanya
ReplyDelete