Senja itu datang begitu elok, matahari mulai turun ke perapiannya.
Membenam jauh di ujung samudra. Semua itu tergambar dengan memesona di Desa
Alue Naga. Desa kecil di Ujung Sungai Krueng Aceh. Uniknya Desa di ujung Banda
itu terpisah oleh muara sungai, membagi dua desa jadi dua wilayah menjadi
sektor barat dan timur.
Dulunya berdiri kokoh jembatan penghubung kedua wilayah, kini hanya
tersisa fondasinya saja. Sedangkan badan jembatan tak tahu lagi di mana
rimbanya. Tenggelam dibawa gelombang dahsyat pagi itu. Air tsunami yang datang
puluhan meter menjadi saksi bisu, kehidupan yang pernah mati kembali ditata
kembali.
Senja itu tidak ada aktivitas nelayan, kapal merapat dan jaring
tergulung rapat di dek perahu. Tak ada sedikit pun aktivitas yang bisa mereka
lakukan. Semua itu karena pantangan, karena esok harinya ada sebuah peristiwa
penting di kampung mereka.
Tak terasa memang, 14 tahun lalu desa ini porak-poranda tanpa sisa
oleh bencana alam gempa bumi dan tsunami. Kini 26 Desember tepat 14 tahun lalu
jadi senja terakhir, sebelum bencana alam itu datang. Mengubah tatanan desa dan
penduduknya. Menyisakan kenangan pedih 14 tahun silam yang masih sulit dilupakan.
Letak Geografis Alue Naga
Alue Naga jadi desa paling ujung di Kecamatan Syiah Kuala dan masih
berada di daerah Kotamadya Banda Aceh. Lokasinya
berbatasan secara langsung dengan Aceh Besar yaitu Gampong Kajhu. Penyebutan
desa di Aceh sudah disesuaikan dengan Qanun Aceh, sehingga nama desa di Aceh
disebut dengan Gampong.
Gampong Alue Naga terpilih sebagai salah satu desa yang ada di Aceh
sebagai desa binaan Astra. Program ini dikenal dengan istilah Kampung Berseri
Astra (KB). Sudah sejak pertengahan September 2017 Astra memberikan banyak
pembinaan di Gampong Alue Naga, jadi desa ke-65 yang berada di bawah naungan Astra.
Desa yang secara geografis sangat strategis di Banda Aceh, namun
seakan terkucil dan tertinggal jauh dibandingkan banyak desa lainnya. Padahal lokasinya
tidak jauh dari perkotaan dan berjarak ± 5 km dari Kopelma (Kompleks Pelajar
dan Mahasiswa).
Lokasinya berhadapan langsung dengan Pulau Weh dan berbatasan
dengan Desa Kajhu yang sudah masuk dalam teritorial Aceh Besar. Lokasi yang
menarik lagi adalah Desa Alue Naga jadi pertemuan Samudra Hindia dengan aliran
Sungai Krueng Aceh yang jadi denyut jantung Banda Aceh abad pertengahan sejak dulu.
Lokasinya masuknya ada dua jalur, bisa melalui bagian barat atau
timur yang terpisahkan oleh jembatan Krueng Cut. Menuju Desa Alue Naga,
pengunjung akan melihat hamparan pepohonan cemara yang ditanam di bagian kiri
dan kanan, perjalanan terik siang hari kami pun seakan tidak menyengat kulit.
Ada banyak perahu yang tertambat di muara Sungai Krueng Aceh,
pertanda banyak nelayan yang sudah pulang melaut. Tapi hari itu adalah hari yang
spesial, ada pantangan laut yang mengharuskan tidak melaut.
Peringatan Tsunami Aceh 14 tahun silam jadi buktinya, para nelayan
lebih banyak duduk menghabiskan waktu di kedai kopi. Termasuk melakukan ziarah ke makam kerabat mereka yang telah duluan berpulang ke hadirat ilahi.
Membangkitkan Gampong Alue Naga yang Pernah Mati Suri
Badai telah berlalu tapi hari tetap berjalan, menata kembali hidup
baru kembali. Membangun desa yang sudah porak-poranda setelah saksi bisu gempa
tsunami. Alue Naga berbenah dengan pembangunan kembali, menghidupkan kembali
sentra ekonomi masyarakat yang bertopang pada hasil laut dan pesisirnya.
Seakan bencana
tak pernah hadir di desa ini, geliat ekonomi dan semangat masyarakat terlihat
jelas. Para kaum lelaki yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan siap
menyalakan mesin perahunya, mencari ikan hingga ujung pulau. Kaum wanita tak mau kalah, mencoba meringankan beban hidup suami
mereka dengan mengumpulkan tiram. Menjual atau mengolahnya menjadi sumber makan
kaya protein di dalamnya.
Mengembalikan roda ekonomi khas masyarakat pesisir. Bagi mereka
hidup itu terus berjalan meskipun ada banyak hal getir yang sudah terjadi
sebelumnya. Semangat yang lahir dari masyarakat pesisir.
Menyusuri Alue
Naga dan Potensinya
Bagi saya, Desa Alue Naga bukanlah desa yang asing. Ada banyak
cerita yang saya ingat sejak kecil. Setiap sorenya, paman saya selalu mengajak
jalan ke Alue Naga. Dengan mobil Jeep-nya mengitari desa itu. Panorama alam
khas laut dan nelayan yang menambatkan kapal nelayan begitu kentara.
Itu semua berlanjut di masa perkuliahan, mengambil bidang program
studi ilmu kelautan mengharuskan saya terjun praktikum ke lapangan. Desa Alue
Naga begitu akrab mulai dari mengukur arus laut, vegetasi mangrove hingga
penelitian kadar salinitas garam. Salah satunya peran yang saya lakukan saat
itu berhasil mengubah potensi air laut menjadi energi listrik buat nelayan. Tak
perlu lagi mengandalkan lampu teflok berbahan dasar minyak tanah.
Ada yang begitu akrab dari masyarakat di sana, yaitu melaut. Habis sebagian
besar masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak. Para nelayan
setelah lepas malah hari mulai melaut, mempersiapkan peralatan alat tangkap
yang akan dibawa. Mengarungi kerasnya samudra, keesokan harinya mereka sudah
berada di dermaga. Hasil tangkap pun beralih ke tokei bangku yang
membeli dagangan mereka.
Sedangkan para wanitanya bukanlah para wanita lemah, ketangguhan
perempuan Aceh sudah harum namanya sejak Laksamana Malahayati. Seorang wanita
yang mampu memimpin pasukan Aceh melawan para penjajah dari Portugis.
Kini pun sama, wanita Aceh pesisir rela berpeluh keringat dan
bermandikan lumpur pekat pagi dan sore hari. Lahan mangrove di desa mereka menghasilkan begitu
banyak tiram. Harga jualnya begitu tinggi dan jadi pekerjaan sampingan para
ibu-ibu selepas sang suami pergi melaut dan sang anak berangkat ke sekolah.
Mencari tiram-tiram yang mengendap di dalam lumpur, seakan wajah
hitam legam dibakar terik matahari. Semua itu sebagai penyambung hidup
masyarakat nelayan Gampong Alue Naga. Kini daerah mangrove sudah mulai
teduh, setelah tsunami ada begitu banyak penanaman mangrove di lokasi Gampong
Alue Naga.
Peran mangrove sangat sentral, buangan uap karbon dari Kota
Banda Aceh berhasil diserap oleh tumbuhan ajaib itu. Belum lagi ia mampu
menghambat angin laut yang datang dan bencana tsunami lanjutan di masa depan.
Alue Naga jadi terdepan dari semua itu, bahkan dari kejauhan senja
di sebelah samudra tampak sebuah pulau paling terkenal di seluruh negeri. Pulau
Weh yang jadi lokasi terluar dari NKRI, pemandangan di ujung Pantai Alue Naga
memberikan gambaran bahwa Alue Naga jadi desa terluar di Pulau Sumatra.
Astra dan Mimpi Masyarakat Alue Naga
Kehadiran Astra di Alue Naga barulah seumur jagung, jauh setelah
bencana gempa dan tsunami di medio 2004. Tujuan dari Astra mulai, menjadikan
Alue Naga jadi desa berseri di ujung daerah ibu pertiwi.
Kampung Berseri Astra (KBA) punya tujuan mengubah Alue Naga menjadi
desa yang asri dari lingkungan, masyarakat yang cerdas, sehat, dan punya sentra
ekonomi yang mumpuni. Ada empat pilar yang dibangun dari CSR Astra yaitu sentra
pendidikan, UMKM, lingkungan, dan kesehatan. Elemen tersebut akan terus
dilakukan semenjak awal mula Astra berpijak di Desa Alue Naga pada September
2017 lalu.
Membangun sentra pendidikan di Jantung Alue Naga
Pagi itu saya pun bersama kedua teman sampai ke desa Alue Naga.
Suasana sepi, hanya menyisakan ibu-ibu dan anak-anak. Sedangkan para lelaki
sudah pergi melaut, kami memberanikan diri datang ke salah satu sekolah yang
ada di Desa Alue Naga.
Sekolah itu berada di jantung Desa Alue Naga, SDN 72...
SD yang telah berdiri sejak 1985, hanya saja bencana menghilangkan
keberadaan SD tersebut. Sebelumnya namanya adalah SDN 100 dan kini beralih
menjadi SDN 72 yang berada di bawah kemendikbud Kotamadya Banda Aceh.
Suasana begitu sepi, ada beberapa kendaraan dari guru terparkir di
halaman sekolah. Libur panjang seakan membuat kami tidak menjumpai seorang
siswa pun. Kami disambut oleh salah seorang ketua pemuda kampung setempat,
Bapak Zakaria.
Beliau berbicara panjang lebar mengenai keadaan kampung. Ia mengatakan
merupakan murid pertama di tahun 1985 sekaligus warga yang selamat dari amukan
tsunami. Kami pun diajak bertemu dengan kepala sekolah SDN 72, Dra. Kasiyem.
Beliau menuturkan banyak hal dari kegundahan masyarakat sekitar
akan keberadaan sekolah. Banyak anak-anak di desa tersebut harus sekolah dari
kampung. Menempuh puluhan kilometer untuk bisa menuntut ilmu. Kehadiran sekolah
ini 2 tahun lalu jadi secercah harapan menuntut ilmu menjadi lebih dekat di
desa sendiri.
CSR Astra selaku pun melakukan banyak hal dari sektor pendidikan
untuk anak-anak sekitar. Salah satunya adalah pemberian beasiswa setiap
semester kepada anak-anak setempat. Beasiswa ditujukan kepada anak yang kurang
mampu serta yatim piatu. Bantuan peralatan sekolah juga mendukung aktivitas
belajar mereka. Berbagai peringatan hari besar turut serta dalam kegiatan Astra,
misalnya saja memperingati hari kemerdekaan RI.
Bukan hanya sekolah saja, ada sejumlah balai pengajian berdiri.
Supaya anak-anak desa setempat bisa membangun nilai religiusnya, supaya tahu
arah agama dan buta huruf Al-Quran, Pengajian biasa dilangsungkan di balai
pengajian setelah lepas salat Magrib. Alunan bacaan Al-Quran terdengar sangat
syahdu di Desa Alue Naga.
Mempersiapkan kemandirian warga dalam balut UMKM
Pendidikan yang baik akan merangsang masyarakat berpikir lebih jeli
dalam membangun ekonomi. Harapan ini adalah dengan mengembangkan UMKM
masyarakat yang berkelanjutan. Salah satu pilihan tersebut ada pada
pengembangan tiram.
Bila dahulunya para wanita di Desa Alue Naga harus turun ke tambak
atau bahkan lahan mangrove. Terik matahari, serpihan pecahan cangkang
tiram yang menusuk tangan dan kaki hingga tubuh yang mati rasa terendam lama di
air asin.
Kini mereka tak perlu lagi harus berkeliling hutan mangrove
untuk bisa mendapatkan tiram. Sudah ada media yang dimanfaatkan sebagai lokasi
tiram melekat. Sifat tiram yang suka melekat pada media menjadikan inovasi tersebut sangat berharga.
Salah satunya dengan membuat lokasi melekatnya tiram dengan
menggunakan ban bekas. Pada waktu tertentu ia akan datang kala air pasang dan
melekat saat air surut. Saat itulah ibu-ibu sekitar bisa mengambil tiram pada
konsentrasi lokasi. Lebih hemat waktu dan tenaga...
Tiram yang sudah didapatkan kemudian dikupas dan dijual dalam
plastik di persimpangan Jembatan Krueng Cut. Lokasinya berada di pintu masuk
desa mereka, sangat jarang ada yang membelinya langsung di desa mereka. Selain
itu harga jualnya relatif murah, berkisar dari 7-12 ribu setiap kantongnya.
Tidak setara dengan usaha dalam mengumpulkan tiram seharian.
Kini saatnya membenahi hasil tangkap tiram menjadi sentra ekonomi
yang menguntungkan. Mengolahnya menjadi berbagai pangan dan makanan bernilai
tinggi. Salah satunya menjadi keripik tiram.
Usaha itu kini mulai sukses dan diminati dari berbagai pengunjung. Ada salah seorang warga Alue Naga yang berhasil memasarkan keripik tiram adalah kak Maryati.
Bermodal dari uang tabungannya, ia memberanikan diri mengolah tiram menjadi
lebih berharga. Caranya dengan mengolah tiram jadi kerupuk.
Bahan baku seperti tepung terigu, garam, dan jeruk nipis jadi
pendukung keripik tiramnya. Setelah proses itu, saatnya Kak Mar membentuk hasil
olahan tiram menjadi ukuran bundar. Sebelum akhirnya dijemur di terik matahari,
hingga menghasilkan kerupuk yang renyah saat digoreng.
Kerupuk tiram Kak Mar sudah memiliki branding dan kemasan
yang sangat baik. Seakan tidak menggambarkan itu adalah usaha rumahan yang
dibuat secara kecil-kecilan. Kini beliau ingin memperluas pangsa pasarnya ke
supermarket yang ada di Kota Banda Aceh.
Kak Mar adalah salah satu contoh wanita Alue Naga yang berhasil
mengubah peluang tiram menjadi bisnis UMKM menjanjikan. Tiram yang kaya gizi
kini bisa dikenal luar dan jadi sentra unggulan di Desa Alue Naga.
Objek wisata pantai yang memesona
Tahukan kalian bahwa Alue Naga dan Pulau Weh begitu dekat, hanya
lautan yang memisahkan mereka berdua. Pemandangan matahari terbenam di ujung
pantai Alue Naga menarik hati banyak pengunjung dalam menghabiskan waktu
sorenya.
Sajian jagung bakar dan bakso bakar jadi peredam lapar, sembari
melihat laut luas tanpa batas. Terlihat dari kejauhan di sisi lain, hiruk-pikuk
Kota Banda Aceh. Sisi lainnya terlihat perahu nelayan yang sedang mengarungi
samudra ganas.
Kini pantai Alue Naga mulai menjual dan didatangi banyak
pengunjung, masyarakat sadar ini adalah peluang menjanjikan. Memperbaiki ekonomi
masyarakat dari aktivitas pengunjung di pantai. Aktivitas ekonomi didukung
dengan mulai berdirinya banyak warung dan pedagang dari masyarakat.
Sekaligus membuka peluang objek wisata baru yang Alue Naga
tawarkan, kini tinggal proses manajemen yang baik kepada semua pengunjung yang
datang. Penerapan bisa dilakukan dengan pengaturan sistem lokasi parkir, tempat
pembuangan sampah, hingga pedagang. Dan itu semua bisa memakmurkan masyarakat
Alue Naga.
Membangun benteng alam dari mangrove
Dulunya saat terbesit daerah pantai sekitaran Banda Aceh, langsung
terbesit dengan menjulangnya pepohonan mangrove. Ada beragam spesies
yang menutupi setiap rawa asin itu, menjadikan sebuah habitat bagi makhluk yang
hidup di sana. Masyarakat memanfaatkannya dengan membuat tambak yang
menghasilkan sentra perikanan.
Musibah tsunami seakan merusak itu semua, seakan menyisakan tanah
gersang yang panas. Hembusan angin laut kadang sampai ke jantung kota. tak ada
lagi penangkal seperti dulu dari pohon mangrove. Tapi kini gersang itu
mulai memudar, lahan yang menjadi lokasi hutan mangrove mulai ditanami
pohon mangrove dari beragam spesies.
Aksi mahasiswa dan solidaritas pecinta lingkungan cukup banyak
andil dalam aksi tersebut. Paling baru adalah aksi penanaman mangrove
dari pihak Astra yang melibatkan mahasiswa kampus nasional yang ada di Banda
Aceh.
Peran mangrove dianggap begitu sentra, selain sebagai tembok
alam dari cuaca buruk, ia punya peran menyerap begitu banyak karbon yang
dihasilkan kota. Mengubah kandungan karbon menjadi oksigen sekaligus menjaga
suhu kota tetap stabil.
Kesehatan sebuah hajat hidup yang perlu diperhatikan
Masyarakat pesisir sering dianggap tidak memperhatikan aspek
kesehatan. Gangguan dari penyakit kulit adalah yang paling banyak. Itu pun jadi
sebuah alasan kuat karena aktivitas di dalam air. Belum lagi aktivitas MCK yang
kurang diperhatikan.
Alasan tersebutlah yang mendorong pengurus KBA Alue Naga bekerja sama
dengan berbagai pihak. Di desa tersebut juga telah ada puskesmas dan posyandu
dalam melayani masyarakat sekitar. Kegiatan yang sudah menjadi agenda wajib
adalah imunisasi kepala balita yang dilangsungkan setiap hari Senin.
Dalam sosialisasi tersebut melibatkan pihak dinas terkait yang
berasal dari Kotamadya Banda Aceh. Sehingga bisa melindungi masyarakat dari
penyakit, salah satunya dari pihak Astra yang membantu berbagai peralatan
pendukung yang ada di puskesmas.
Kegiatan posyandu rutin dilaksanakan dengan agenda
penimbangan berat badan balita, pengukuran lingkar kepala dan pemberian
vitamin. Diadakan juga penyuluhan kesehatan seperti bagaimana cara mencegah
demam berdarah dan lainnya. Astra memberi bantuan berupa alat kesehatan pada
Posyandu
Dukung pembangunan infrastruktur penunjang
Awal mulanya banyak yang tidak tahu lokasi Desa Alue Naga,
daerahnya ada di sebelah sisi barat dan timur dari Sungai Krueng Aceh. Terpisah
jauh dengan jembatan Krueng Cut yang sudah masuk ke daerah Kajhu, Aceh Besar.
Supaya bisa tahu lokasi desa, pihak Astra bekerja sama dengan
masyarakat sekitar dengan membangun plang jalan, gapura, denah desa hingga
penunjuk arah selamat tsunami. Tujuannya untuk bisa mengevakuasi warga andai
bencana serupa terulang kembali.
Bukan hanya itu saja, Alue Naga kini punya internet yang ngebut.
Saya pun bisa merasakan top speed internet 4G sama dengan Kota Banda
Aceh. Itu semua karena sudah dibangunnya BTS di desa tersebut yang mendukung
berbagai provider.
Inovasi lainnya adalah dengan mendirikan Website desa, bantuan satu
juta domain kepada desa membuat semua desa di seluruh Indonesia mendapatkan
domain gratis. Ini bisa dimanfaatkan dalam memberi informasi dari Desa Alue
Naga pada dunia luar.
Tampilan website Gampong Alue Naga |
Tak berhenti di situ saja, Astra pun gencar mempromosikan kegiatan
mereka di sosial media. Salah satunya aktivitas Astra dengan masyarakat sekitar
terhadap empat pilar. Aktivitas ini jadi program kerja Astra yang berkelanjutan
dan membantu masyarakat sekitar.
Kehadiran Astra yang baru seumur jagung memberi bukti, mengubah
Alue Naga menjadi Desa Berseri nan asri. Melihat Alue Naga menjadi elok, bukan hanya
saat senja datang tapi dari segala aspek di dalamnya. Desa di ujung negeri itu
kini jadi primadona yang memikat hati siapa saja yang pergi ke sana.
Terima kasih Astra yang telah membangun negeri...
Kami baru tau kalo Alue Naga jadi desa binaan. hehe
ReplyDeletesemoga semakin baik desa Alue Naga