Dunia teknologi memang punya begitu banyak tantangan,
lahirnya berbagai fitur baru dan ekosistem yang begitu kuat seakan ada banyak
aplikasi yang harus rela mati. Kematian ini bukan hal baru di dunia aplikasi
karena kurangnya inovasi, lahirnya aplikasi baru seakan menggerus nama besarnya
sekalipun.
Pada tahun 2018, ada banyak aplikasi kenamaan yang harus
merasakan seleksi alam. Kejayaannya harus berakhir tragis, meninggalkan banyak
pengguna setia sekalipun. Persaingan
ketat dan perang inovasi harus sering dilakukan dan pastinya bisa membaca arah
pasar.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini sejumlah aplikasi yang
harus mengakhir hidup di tahun 2018 lalu. Apa sajakah itu, berikut ini ulasannya:
1. Yahoo Messenger
17 Juli 2018 mungkin jadi hari kelam layanan chatting legendaris Yahoo Messenger. Semenjak
awal kemunculannya dua dekade silam, Yahoo seakan terus mengalami banyak
masalah selama satu dekade terakhir. Seakan hanya mampu mengandalkan layanan chatting yang telah ketinggalan zaman.
Awal 2000-an adalah punya kejayaan, saat di
bilik warnet segala komunikasi, pertemanan, dan kisah cinta tak berbalas lahir.
Kejayaan PC pun saat itu puncaknya, antrean warnet dan punya akun Yahoo Messenger
jadi bukti eksis anak muda zaman Old. Suka duka warnet dan Yahoo seakan lekang
oleh zaman dan hanya menjadi kenangan. Kini semua ia mulai mati meninggalkan
nama dan pengguna.
Ekspansi era laptop dan notebook yang portabel mulai merajai setelahnya. Dan saat itu era
warnet mulai tergusur perlahan-lahan. Arus kencang itu makin menjadi-jadi saat
ponsel bisa melakukan segalanya dalam wujud smartphone.
Perlahan tapi pasti Yahoo seperti jalan di tempat, pesaingnya mulai berbenah
kuat dengan segala inovasi. Google semakin perkasa sebagai mesin pencari dan
Facebook mulai tangguh sejak mengakusisi perusahaan potensial seperti Instagram
dan Whatsapp.
Sedangkan Yahoo seperti kehabisan ide,
andalannya hanyalah Yahoo Messenger dan Yahoo Mail. Selebihnya tak familiar di
telinga para pengguna. Namun kedua layanan itu tahun demi tahun makin kalah
telak. Yahoo Messenger harus kalah dengan sosial media macam Facebook,
Whatsapp, Line, dan sejumlah instan
messaging lainnya.
Pada layanan email, mereka harus takluk dengan
kekuatan Gmail milik Google dan Outlook milik Microsoft. Perlahan jelas waktu
menunjukkan Yahoo tidak pada tujuan yang jelas, para klien perlahan-lahan mulai
beranjak pergi dan tak pernah kembali. Investor di lantai saham seakan menarik
diri sembari mengamankan uang mereka dari lesunya saham Yahoo.
Makin hari
nasib Yahoo makin tak menentu. Dari awal perusahaan teknologi dengan
layanan terbaik, perlahan turun kelas jadi perusahaan media iklan hingga
akhirnya karam di lautan internet. Verizon datang dengan dana segar, membantu
Yahoo yang mulai mati suri.
Nasib si raksasa instant-messaging
berakhir tragis, bukan lagi perusahaan yang mengkilap seperti
dulu. Kini ia hanya sebagai divisi kecil di perusahaan mereka. Semua pasti
karena inovasi dan konsep perusahaan yang tidak jelas hingga akhirnya ia
menjadi aplikasi yang menyisakan nama saja.
2. Path
Sosial media ini mungkin begitu melekat di hati para
pengguna tanah air, ia seakan berada di masa kejayaannya pada rentang tahun
2012 – 2015 silam. Itu semua lahir dari dua orang tangan terampil yang Shawn
Fanning dan Dave Morin.
Mereka pun saat itu punya ambisi mendirikan sebuah sosial
media yang mengedepankan pembatasan pengguna yang awalnya hanya 150 pengguna
saja. Sejumlah fitur yang ditawarkan terlihat unik dan sedikit show off, misalnya saja update lokasi, mengunggah foto,
mendengarkan lagu, film, dan status.
Meskipun kemudian jumlah hingga mencapai 500. Secara tak
langsung ini mengurangi nilai eksklusif dari Path yang hanya sesuai circle pertemanan saja. Alasan ini lahir
karena desakan pengguna yang umumnya datang dari Indonesia. Hingga akhirnya
nilai eksklusif Path terjun bebas, ia tak jauh beda dengan sosial media
lainnya. Meskipun saat itu banyak migrasi pengguna dari sebelumnya dari
Facebook dan Twitter.
Blunder besar ini semakin diperparah dengan minimnya
inovasi yang dilakukan, seakan kalah jauh dari pesaingnya seperti Snapchat dan
Instagram. Segala fitur yang ada di Path seakan sudah dimiliki pesaingnya. Sehingga
ini membuat daya Tarik Path berkurang, belum lagi kebocoran data yang pernah
menimpa Path seakan membuat pengguna enggan kembali ke Path.
Sejak diambil alih oleh April 2015 oleh anak perusahaan
Kakao Talk, nasib Path terus minim pengguna hingga akhirnya tanggal 18 Oktober
2018 jadi hari terakhir Path dan meninggalkan banyak cerita dari penggunanya.
3. Google Tango
Google terkenal dengan beragam penemuan dan inovasi
mencengangkannya dalam mewujudkan masa depan. Salah satunya adalah ambisinya
dalam Project Tango dalam penerapan di smartphone.
Nantinya ponsel yang digunakan akan mengandalkan teknologi dalam computer vision sehingga mampu
mendeteksi kemampuannya di dunia nyata secara 3D tanpa perlu lagi bantuan GPS
atau sinyal eksternal.
Teknologi Project Tango memiliki tiga fondasi utama,
yaitu Motion tracking, area learning,
dan depth perception. Tugasnya sama dengan
manusia dalam mendeteksi ruang tiga dimensi seperti di dalam ruangan hingga
ketinggian tangga, hingga keberadaan pintu.
Hanya saja konsep ini menyerupai Augmented Virtuality (AV) namun berbentuk ponsel. Jelas saja
jelajahnya lebih sempit dan terlihat tidak terlalu membuahkan hasil. Hingga
akhirnya Project Tango dinonaktifkan, Maret 2018 jadi hari terakhir Google
Tango beraksi dan oleh Google karena dinilai masih terlalu prematur.
4. Goo.gl
Bagi para konten kreator seperti Blogger dan YouTube
layanan memperpendek URL seperti Goo.gl sangat penting. Ia mampu memperpendek
URL postingan URL mereka jadi lebih pendek dan tidak memakan tempat. Bukan
hanya itu saja, pada Goo.gl juga tersedia aktivitas link yang dibuat sepeti jumlah total klik sehari dan informasi
valid lainnya. Semua sudah ada di layanan tersebut, tinggal konten kreator melihat
jumlah klik yang ia dapatkan.
Hanya saja tahun kemarin jadi tahun terakhir Goo.gl
beroperasi sebelum dimatikan oleh Google. Setelah hampir 1 dekade eksis, tepatnya
tanggal 13 April 2018 jadi hari terakhir sedangkan bagi pengguna tetap masih diberikan
nafas hingga 30 Maret 2019 sebelum resmi dimatikan.
Meskipun begitu, Google sudah mempersiapkan pengganti
yang sepadan dan lebih bertenaga. Pihak Google menamakan FDL (Firebase Dynamic Links) yang
terintegrasi dengan beragam perangkat teknologi lainnya. Bukan hanya sebatas
desktop saja, tapi beragam perangkap seperti Smartphone, IoT, dan AI.
Prosesnya lebih beragam dan bukan sebatas short link saja karena ada banyak cara
pengirim yang menyesuaikan zaman. Misalnya melalui email, pamflet, dan bahkan
melalui barcode. Cara ini mampu
mengetahui siapa pengirim link informasi
tadi dan pastinya mampu menangkal informasi bernilai rendah dan mengandung hoax.
Meskipun Goo.gl tinggal nama, ia sudah punya pengganti
yang lebih baru. Hanya saja ada banyak kenangan yang ia berikan. Bagi konten
kreator harus beradaptasi dan pastinya bisa menyebarkan kontennya lebih mudah
dan beragam lagi. Sedangkan yang masih belum bisa move on, ada sejumlah alternatif pilihan seperti bit.ly, ow.ly dan
Tiny URL.
5. Google Allo
Layanan Google Allo mungkin kurang familiar bagi sebagian
orang, meskipun aplikasi sudah terpasang langsung di ponsel Android. Konsep
aplikasi chatting khas Google ini
menawarkan chatting dengan cara
menarik. Salah satunya adanya asisten pribadi Google yang bisa menjawab pertanyaan
serta mengetahui lokasi teman yang sedang hang
out.
Bukan hanya itu saja, ada fitur aplikasi mengirim animasi
GIF kepada teman Anda, meskipun berbagai platform sudah memiliki hal serupa. Serta
stiker wajah yang sudah diterapkan instant
messaging pesaing. Termasuk pengalaman bermain game yang ada di Google
Allo.
Kurangnya promosi dan susahnya melawan sejumlah sosial
media mapan lainnya seakan Google Allo harus menyerah setelah dua tahun
berjuang mendapatkan hati pengguna. Hingga akhirnya di pada Maret 2019 nanti,
sekaligus memberikan kesempatan bagi penggunanya untuk memback-up datanya.
6. Google+
Aplikasi yang pastinya menjadi andalan Google yaitu
Google+ pun harus menyerah. Sempat mencoba mencari popularitas, tetap saja ia
kesulitan menyaingi pesaingnya. Bahkan menurut riset Google, pengguna hanya
membuka Google+ selama 5 detik dalam waktu sehari. Jelas ini tidak baik dan
pihak Google berniat mematikan produknya tersebut.
Layanan Google pertama sekali hadir di Juni 2011 dan
akhirnya harus berakhir di tahun ke-7 peluncurannya. Memang kemunculan saat itu
di tengah besarnya Animo Facebook dan Twitter, konsepnya dalam membagikan
konten dirasa sangat baik khususnya buat konten kreator. Hanya saja pengguna
hanya membagikan konten tanpa berinteraksi di Google+.
Masalah kembali menimpa saat kasus kebocoran data yang
marak terjadi, seakan makin menipiskan kepercayaan pada Google+. Belum lagi
rentan dengan bug yang menyerang sistem
aplikasi tersebut dan semua semakin penuh nestapa karena pengguna yang makin
menurun dan sebagian besar merupakan akun tidak aktif.
Google bergerak cepat dan mengambil keputusan besar
dengan mematikan Google+ pada Oktober 2018. Meskipun begitu, untuk proses
berbagi link dan konten masih bisa
dilakukan yang sifatnya dari antar pengguna layanan terbatas hingga Agustus
2019.
7. Google Inbox
Aplikasi Google terakhir yang harus khatam adalah Google
Inbox, tugasnya sebagai fitur yang memudahkan proses pengaksesan email. Bukan
hanya itu saja, pada layanan ini akan memberikan segala informasi dari email
yang masuk tersebut.
Ada sejumlah fitur unggulan yang dikedepankan seperti
fitur Snoozing yang bertugas
menghapus email dan pengingat sementara dan Bundling
yang merapikan email sesuai dengan kategorinya. Hanya saja konsep Google Inbox
seakan sudah dimiliki oleh Gmail sendiri, produk utama dari Google. Seakan
tugasnya saling tumpeng tindih dan tidak efisien tanpa harus mengunduh aplikasi
Google Inbox lagi.
Keputusan berat akhirnya diambil dengan mempertahankan
Gmail dan mematikan Google Inbox karena fiturnya sudah dimiliki Gmail. Selain
itu penggunanya relatif sedikit dan cenderung stagnan, otomatis menjadi dasar
utama Google mengambil keputusan berat itu. Hingga akhirnya di Maret 2019
aplikasi ini akan dimatikan.
8. Vine
Masih ingat
bukan dengan aplikasi Vine?
Aplikasi berbasis video pendek yang pada tahun 2012
diakusisi oleh raksasa Twiter. Menawarkan video pendek berdurasi 6 detik saat
GIF belum begitu dikenal. Karena terkesan keren dan mampu menampilkan ekspresi
Vine mampu menaruh perhatian pengguna sampai pada kalangan selebriti.
Hanya saja sampai pada tahun 2016, Vine tidak
menghasilkan inovasi apa pun yang kemudian dilihat para pesaingnya sebagai ladang
kompetisi. Vine seakan kehabisan bensin dan mulai oleng di Oktober 2016 dan
harus mengakhiri nasibnya di dunia sosial media dan Twitter tak mampu berbuat
banyak.
Meskipun begitu, angin segar kembali bertiup buat Vine
karena punya basis pengguna yang besar. Di tahun 2018 jadi tahun
pengembangannya dikenal dengan Vine V2, dikembangkan langsung oleh CEO yaitu Dom
Huffman.
Hanya saja, masalah pendanaan hingga beragam masalah
lainnya seakan mengubur impian melihat Vine berjaya. Hingga akhir pada Mei
2018, Dom Huffman tidak melanjutkan project
tersebut hingga waktu yang tak ditentukan. Pastinya para fansnya harus bersabar
lebih lama lagi untuk merasakan sensasi Vine seperti dahulu.
9. Stumbleupon
Mungkin Stumbleupon jadi media yang sudah cukup lama
bertahan, jauh sebelum ketenaran Facebook dan Twitter hadir. 16 tahun jadi masa
bakti yang ia berikan selama ini dan harus mengucapkan kata selamat tinggal di
jagat media seperti blog. Kata-kata itu terucap oleh Garret Camp selaku founder Stumbleupon pada layanan yang
punya 40 juta pengguna setia.
Beragam blog dan website link di Stumbleupon |
Sebagai mengingat kembali Stumbleupon yang pernah booming di awal 2000-an. Konsep yang
ditawarkan Stumbleupon tergolong menarik yaitu dengan beragam tool atraktif dalam membagikan konten. Khususnya
dalam sekali mengeklik konten, pengguna bisa berpindah ke konten lainnya.
Sehingga mampu menghimpun banyak tulisan web dan blog dibaca pengguna.
Meskipun harus tutup karena sudah mulai kalah saing, bukan
berarti Stumbleupon mengabaikan penggunanya. Camp selaku founder sudah menyiapkan aplikasi serupa bernama Mix selaku konten
web kurasi yang berdiri di tahun 2015.
Konsep yang ditawarkan Mix serupa dengan yang ada di
Stumbleupon dan ibarat regenerasi dari layanan. Semua itu dilakukan dari segi
tampilan, hingga fitur yang diadaptasikan dari Stumbleupon. Alasan utama karena
pangsa saat ini jauh berbeda dengan dulu. Saat awal kemunculannya, tampilan via
desktop selalu dikedepankan. Beda dengan saat ini yang lebih fleksibel
mengandalkan smartphone.
Meskipun begitu, Stumbleupon tinggal nama dan pada 12 Mei
2018 jadi hari terakhir. Kini pengguna menata konsep baru yang ditawarkan oleh
Mix. Semoga seperti rumah lama ya….
10. Groove Music
Bukan hanya Google yang banyak produknya dimatikan di
tahun lalu, ada juga produk music andalan milik Microsoft bernasib serupa. Itu
terjadi pada aplikasi andalan yang ada di Windows 10 yaitu Groove Music yang
menggantikan si lawas Winamp.
Awal kemunculannya bernama Xbox Music hingga berubah nama
menjadi Groove music di tahun 2016. Konsep berbeda dengan versi dari Windows
Media Player karena bisa dilakukan secara online maupun offline. Sehingga pengguna bisa mendownload dan membeli lagu yang
ia inginkan, nantinya lagu tersebut akan tersimpan di Groove dan layanan cloud Onedrive.
Hanya saja proses membeli lagu via Groove hanya terbatas
menggunakan US$ saja dan tidak mendukung mata uang seperti Rp. Tak hanya itu
saja, penetrasinya kecil hanya di zona Amerika Utara saja karena gebrakan itu
seakan tak mampu menyaingi pesaingnya seperti Apple Music, Deezer dan pendatang
baru Spotify.
Hingga pada 31 Desember 2018, Groove resmi menutup layanannya.
Para pengguna bisa bermigrasi ke sejumlah layanan musik lainnya seperti
Spotify. Meskipun begitu, Groove masih ada pada layanan Windows khususnya untuk
mendengarkan musik secara offline.
Itulah sejumlah aplikasi terkenal yang harus menutup
layanannya. Beragam masalah mulai dari kalah berinovasi, kekurangan pendanaan
hingga salah langkah adalah sedikit dari segudang masalah yang menimpa aplikasi
terkait.
Pastinya di tahun ini dan tahun-tahun berikutnya akan ada
aplikasi besar yang harus tumbang. Bisa saja sekarang jadi aplikasi andalan
Anda, tapi kemudian jadi pesakitan. Itu semua bisa terjadi karena dinamisnya
sebuah aplikasi dan inovasi tanpa henti jadi modal. Sebelum masa nostalgia itu
datang.
Semoga saja postingan ini memberikan inspirasi untuk kita
semua dan akhir kata: Have a Nice Day.
Waaaah, tragis ya, Bal? Ku sedih juga nih berakhirnya layanan Goo.gl. Siap2 move on penggantinya lah. Tapi yang paling tragis adalah Yahoo Messenger yaaa? Tak diduga raksasa itu padam juga oleh gerusan jaman, hanya karena bertumbuhnya layanan2 serupa dari kompetitor. Yahoo sih, ga inovasi, padahal aku tuh masih meyimpan sejuta kenangan dari yahoo mess, loh!
ReplyDeleteThank you for sharing, Bal!