Pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di
Davos, Swiss melahirkan kejutan besar buat negeri matahari terbit. Itu
disampaikan melalui Perdana Menterinya, Shinzo Abe. Bahwa Jepang akan
melakukan disrupsi besar di dunia teknologi dan sisi humanisme.
Konsep itu dikenal dengan Society 5.0 yang
mengedepankan dalam mengintegrasikan dunia maya dengan ruang fisik. Peran
manusia di dalamnya sebagai pusat kontrol (human-centered) dan menghapus
kesenjangan antar setiap manusia.
Ada banyak alasan Jepang menerapkan Society
5.0, jumlah penduduk mengalami penyusutan dalam beberapa dekade terakhir. Ada
lebih dari 5 juta penduduk Jepang atau setara 26% yang berusia lebih dari 65
tahun, jelas saja akan berpengaruh pada sejumlah pekerjaan. Pemerintah Jepang
memutar otak menghadapi itu semua, dengan sumber daya manusia yang sedikit
Jepang tetap jadi cahaya Asia.
Mengapa jumlah penduduk Jepang menyusut
drastis?
Pada beberapa dekade terakhir, ada banyak
perubahan yang berpengaruh pada tatanan sosial Jepang. Penyusutan jumlah
penduduk jadi salah satu masalah sosial yang datang. Salah satunya enggannya
masyarakat Jepang menikah dan membina rumah tangga. Biaya hidup yang mahal dan
komitmen setelah membina biduk rumah tangga menjadi satu dari sekian banyak
alasan.
Belum lagi budaya Hikikomori, budaya
menghabiskan waktu di dalam kamar dan anti sosial. Berdampak pada obesitas dan
kematian dini. Serta budaya Hatabaraki Bachi (Workaholic) yang berakibat jam
kerja berlebih. Bukan pemandangan aneh saat melihat warga Jepang tidur waktu
bekerja atau di tempat umum.
Ada banyak faktor lainnya seperti bencana alam
hingga tingkat kebahagiaan yang berpengaruh pada populasi masyarakat Jepang. Segudang
masalah tersebut membulatkan tekad
pemerintah dan masyarakat Jepang menerapkan Society 5.0 sekaligus memaksimalkan
potensi setiap masyarakatnya.
Jalan Panjang Revolusi Industri
Jalan panjang tersebut nyatanya di awali
dengan Revin tahap 1.0, dimulai dari awal abad 18 saat penemuan mesin uap oleh
James Watt. Sebelumnya konsep tersebut sudah ada di sebelum Masehi oleh ilmuwan
bernama Hero. Namun di abad 18 jadi masa bahwa mesin mulai dipercaya dalam
sendi kehidupan manusia.
Bermula dari Thomas Savery yang
mengembangkannya dan dilanjutkan oleh Thomas Newcoman dalam desain mesin uap.
Sampai akhirnya James Watt berhasil mematenkan kinerja mesin uap yang mengubah
industri manusia ke arah lebih modern.
Mesin tersebut seakan menggantikan sejumlah
peralatan manual yang berpatokan pada tenaga manusia dan hewan. Proses produksi
meningkat tajam dan menguntungkan industri yang mengandalkan mesin. Setiap
disrupsi nyatanya menghasilkan banyak dilema, ada banyak orang yang harus
kehilangan pekerjaan saat itu. Mau tak mau harus mengikuti perubahan zaman yang
sangat dinamis.
Lebih seabad lamanya, di awal abad 19 terjadi Revin
2.0 yang ditandai pemanfaatan dan pengayaan energi. Negara di Eropa dan Amerika
berdampak besar dalam pemanfaatan energi dalam meningkatkan ekonomi. Tanda itu
semakin kental saat perang dunia pertama meletus, bak sebuah pamer superioritas
siapa yang paling kuat dan mutakhir memanfaatkan energi.
Ilmu seperti Albert Einstein dan Nikola Tesla
sangat masyhur kala itu, ilmu mereka dalam penerapan energi seperti listrik
begitu membantu hajat hidup orang banyak. Kemudian lagi kehadiran Henry Ford
dalam menghasilkan kendaraan saat energi mulai dimanfaatkan dengan optimal.
Masa awal inilah yang menjadi era awal manusia mulai banyak terpengaruh dengan
mesin dan energi.
Lebih dari 5 dekade berlalu, seakan munculkan Revin
3.0. Semua diawali dalam penemuan komputer yang dikembangkan Alan Turing di awal
tahun 40-an. Peran penting komputer mulai terasa setelah perang dunia II
berakhir, yang awal mulanya hanya digunakan dalam dunia militer.
Komputer mulai Go Pubic dan menjadi
industri menjanjikan, di awali oleh dua anak muda yang revolusioner dalam
membangun dunia komputer. Steve Jobs bersama Steve Wozniak dengan perusahaan
Apple dan Bill Gates dan Paul Allen dengan perusahaan Microsoft di akhir tahun
70-an. Mereka membuat inovasi dunia perangkat keras dan perangkat lunak yang
mampu memudahkan pekerjaan manusia hingga saat ini.
Gebrakan di dunia komputer seakan berbanding
lurus dengan makin berkembang dengan koneksi jaringan yang baik. Di awali generasi awal 1G dengan kecepatan (2
Kbps) di tahun 1970 , 2G di tahun 1980 dengan kecepatan rata-rata (14,4 – 64
Kbps), kemudian 3G di tahun 1990 dengan kecepatan hingga 2Mbps. Kebutuhan
internet berbanding lurus karena saat itu 4G lahir di era 2000-an dengan kecepatan 200 Mbps.
Sekarang sudah mulai memasuki era 5G yang kecepatannya ditaksir berkisar lebih
dari 10 Gbps/detik.
Di era Revin 4.0, kehadiran mesin pencari seperti Google
jadi awal langkah sebelum makin ditebarkan sayapnya saat gebrakan Facebook
sebagai platform berbasis sosial media. Saat itulah dunia digital semakin
terbuka dan akses informasi seakan tanpa sekat lagi.
Gebrakan di dunia gawai pun tak berhenti di situ, mungkin
Apple jadi pendobrak di awal mula ponsel dengan teknologi layar sentuh. Seakan makin
menunjang aktivitas dalam genggam tangan, mungkin kini ada beragam perkembangan
yang sulit dibayangkan sebelumnya. Bisa saja Augmented Reality, Virtual
Reality, hingga Hologram Reality.
Sadar akan energi terbarukan semakin diperlukan dalam
hajat hidup masyarakat modern, Elon Musk lahir dengan segudang inovasi tak
masuk akalnya. Mulai dari mobil listrik Tesla, GigaFactory hingga membangun
kloni di Mars. Sejurus dengan pikiran Elon, ada juga Jeff Bezos selaku bos
e-commerce terbesar di dunia.
Ia baru saja dinobatkan sebagai orang kaya sejagat karena
bisnisnya dan menggabungkan teknologi. Peran Machine Learning dan AI
sangat kental di dalam Amazon, sehingga layak perusahaannya menjadi salah satu
penggerak Revin 4.0.
Industri 4.0 dan disrupsi besar yang dilakukan
Ada banyak komponen yang bahwa sebuah bangsa dan
perusahaan menerapkan Revin 4.0. Setidaknya ada 10 komponen yang mengalami
disrupsi besar-besar dibandingkan era sebelumnya. Saya pun menganalogi beberapa
contoh saja untuk saat ini, mungkin dulunya kita sangat mengandalkan
penyimpanan dalam menyimpan data.
Disrupsi besar itu terjadi saat penyimpanan awan (cloud),
segala data bisa disimpan secara real-time dan bisa diakses di mana saja
bermodal internet. Tidak perlu lagi harus membawa flash disk atau hardisk
yang gampang hilang atau rusak.
Pernah mendengar 3D Printing?
Proses mencetak yang serba 3D, berbeda jauh dengan cetak
2D di era sebelumnya. Manufaktur pun seakan melakukan disrupsi besar ini
khususnya dalam menekan bisa yang dikeluarkan. Saat mencetak sebuah produk
dengan tingkat ketelitian tinggi, pasti dibutuhkan proses yang teliti. Bahan
yang tidak terpakai secara efisien sering jadi limbah yang tak terpakai.
Lalu ada peran Internet of Things (IoT) yang jadi
kolaborasi manusia dengan benda di sekitarnya dengan teknologi. Mungkin dulu
kita akan panik setelah sampai ke kantor ternyata lupa mematikan keran air,
adanya IoT serta konsep Smart Home pengguna bisa mematikan keran air atau
bahkan lampu yang tak terpakai dari jarak jauh. Termasuk mengontrol penggunaan
energi serta pemanfaatan IoT di segala lini bidang.
Ada banyak teknologi yang diterapkan para revin, sudah
pasti banyak yang mengalami disrupsi pada perubahan itu. Setiap era Revin mengalami
hal serupa, dimulai dari lahirnya buruh tani yang harus pekerjaannya
tergantikan. Di era Revin 1.0 jadi awal mula peran manusia tergantikan dengan
teknologi, manusia yang tak siapa harus jadi korban keganasan tersebut dan
hidup terlantar.
Loncat ke era Revin 2.0 ada banyak disrupsi, saya pernah
membaca di Kota Mode Paris para pekerja yang harus kehilangan mata pekerjaannya.
Saat itu para anak muda paruh baya memanfaatkan waktu luangnya untuk menyalakan
dan mematikan lampu di setiap sudut kota. Fire lamp nama pekerjaan itu,
setiap lampu yang berhasil dimatikan akan diimbali 1 Franc.
Bayangkan bila ada ratusan lampu yang berhasil dinyalakan
jelang malam hari atau dimatikan pada pagi hari, anak-anak muda tersebut bisa
kaya dari pekerjaan tersebut. Pengembangan listrik serta lahirnya inovasi lampu
LED seakan menggerus pekerjaan ini, anak muda yang berada di zona nyaman tadi
harus kehilangan pekerjaan sambilan mereka.
Lalu saat era telepon sudah berkembang pesat sebagai
penanda Revin 3.0, ada banyak orang di belakang yang menyambungkan percakapan
Anda dengan lawan bicara. Pekerjaan itu bernama Switching agent, hanya
saja cara ini rentan kebocoran percakapan dari pihak Switching.
Banyaknya jumlah pengguna telepon seakan pengembang membuat Mobile Switching
Center (MSC) yang otomatis membaca lokasi orang yang di telepon melalui
kode pemancar.
Di era Revin 4.0 akan ada banyak pekerjaan yang mengalami
disrupsi, mulai dari teler bank, penjaga pintu tol, sopir hingga pekerjaan yang
menyesalkan buat pemilik kendaraan (tukang parkir). Pekerjaan mereka akan
terdisrupsi dengan adanya smart parking yang lebih aman dan aksi kurang
bertanggung jawab tukang parkir.
Sudah ada tiga disrupsi yang terjadi sebelumnya, kini ada
banyak disrupsi di Revin 4.0. Saat itu terjadi, pihak yang bekerja di sentra
itu bukan melakukan penolakan dan bertahan dengan egonya. Melihat perubahan
pasar dan keluar dari zona nyaman adalah cara terbaik.
Jepang dan gebrakan Society 5.0
Sebelum Shinzo Abe berbicara di forum Internasional dunia,
nyatanya Jepang sudah mempersiapkan konsep Society 5.0 jauh-jauh hari. Saat
negara lain masih mengadopsi Society 4.0 atau bahkan Society 3.0 pada sejumlah
lini.
Ada sebuah pertanyaan yang mengemuka, apa bedanya
revolusi industri dengan society?
Baiklah… revin era lahir saat manusia yang ingin sebuah
perubahan. Salah satu perubahannya saat pertama sekali tenaga manusia dan hewan
tergantikan oleh mesin uap. Sedangkan society sejak manusia pertama sekali
memulai peradaban di atas bumi.
Awal mulanya manusia mengadopsi Society 1.0 yang
mengandalkan berburu untuk bisa bertahan hidup. Peralatan berburu seperti
tombak jadi andalan yang manusia gunakan kala itu. Hanya saja berburu tidak
selalu berhasil dan musiman, manusia mulai berpikir ada cara lain dalam
bertahan hidup dan bercocok tanam adalah pilihannya.
Saat era 2.0 manusia mulai belajar cara menggarap tanah,
menanam makanan. Sebagai makanan pokok hingga punya persediaan makanan dalam
jangka waktu lama andai paceklik melanda. Peralatan pertanian seperti cangkul serta
peralatan masak seperti tembikar jadi kerajinan manusia kala itu.
Era selanjutnya hadir saat Revin 1.0 dimulai, saat itu
manusia memasuki era Society 3.0. mesin punya peran besar dan kemudian industri
berkembang dengan pesat. Manusia mengandalkan beragam energi berhasil ditambang
dalam membangun peradaban. Era ini berjalan sangat panjang sekaligus mengubah
manusia ke arah industri secara majemuk.
Kemudian kehadiran internet dan dunia digital di akhir
90-an secara mengglobal seakan mengubah kebiasaan manusia. Mengubah semua hal
jadi secara digital dalam segala aspek. Pada era Society 4.0 sangat
mengandalkan aplikasi dan perangkat lunak dalam penyelesaian masalah. Informasi
yang dulunya sangat sulit didapatkan, kini di era digital bisa diakses dengan
mudah serta tanpa batas.
Terakhir adalah era yang sedang dikembang oleh Jepang
yang Society 5.0. perkembangan internet bukan sebatas media informasi tetapi
segala aspek hidup di dalamnya. Bila dulunya manusia masih dalam peralihan, Society
5.0 memberikan peran manusia sebagai kontrol utama di dalam teknologi.
Bila dulunya pekerjaan dilakukan secara all by oneself
tapi di Society 5.0 mengarah pada network assisted. Selain itu pekerjaan
yang sifatnya terlalu umum seakan mulai tergantikan dengan teknologi yang lebih
aman. Jepang melakukan di banyak hal, salah satunya dengan penggunaan autonom
car yang menggunakan IoT. Cara kerjanya akan membaca semua objek dengan
puluhan sensor yang terpasang di dalam kendaraan tersebut.
Kecelakaan di jalan mungkin jadi sebabnya, pengemudi yang
terjebak macet akan punya kondisi perasaan yang buruk. Belum lagi aksi
ugal-ugalan yang bisa mengancam banyak orang. Penerapan autonom car jadi
opsi, jumlah pekerja seperti sopir pun mulai tergantikan.
Selain itu pengemudi atau penumpang bisa menentukan
rutenya sendiri. Mereka tak perlu fokus pada jalan karena kendaraan akan
mengarahkan ke lokasi yang dituju. Konsep autonom car juga saling
berinteraksi antar kendaraan lainnya, sehingga mengurangi kecelakaan di jalan
raya.
Angkat listrik khas Jepang |
Bukan hanya itu saja, kendaraan pada Society 5.0 akan
lebih ramah lingkungan. Salah satu contoh yang sedang dikembangkan oleh
pabrikan lokal yaitu Nissan. Di luar negeri ada banyak kendaraan yang sudah
menggunakan bahan bakar listrik ramah. Mungkin kita tak asing dengan nama
Tesla, Faraday Future hingga Lucid Air. Gebrakan Society 5.0 yang ramah
lingkungan dan minim polusi suara.
Baca Juga: DeepMind, Pencapaian Besar di Jagat AI
Bidang lainnya yang mengalami disrupsi adalah bidang
kesehatan. Jepang terkenal dengan jumlah angka harapan hidup yang tinggi. Di
satu sisi itu tanda sebuah negara makmur, hanya saja jumlah masyarakat tua rentan
terserang penyakit pasti tidak sedikit. Hal yang paling menyulitkan bagi mereka
saat harus pergi ke klinik atau RS saat berobat.
Orang tua sangat rentan dan gampang capek, belum lagi
operasional yang berbelit-belit membuat banyak orang urung ke sana. Society 5.0
pun membuat orang tua bisa berubah dengan mudah dari jarak jauh kepada dokter
yang ia tuju. Dokter pun punya sudah memiliki data biometrik si pasien,
sehingga ia bisa mengetahui keluhan penyakit si pasien. Proses analisa penyakit
si pasien dilakukan dengan Deep Learning, alhasil proses diagnosis lebih cepat
dan tepat.
Orang tua tadi tak kesulitan lagi dengan adanya diagnosis
tadi. Ia pun tak kebingungan saat ke RS karena mendapatkan resep. Bila butuh
penanganan lebih lanjut, barulah akan ada autonom car yang akan
menjemput pasien secara mandiri hingga ke RS. Obat dari resep dokter akan
dikirimkan via drone setelah pasien tiba di rumah. Praktis dan mudah sekaligus
bisa menambah usia harapan hidup masyarakat Jepang lebih panjang.
Proses konsultasi dan operasi jadi lebih maju dengan melibatkan banyak teknologi. Mulai dari penerapan virtual reality termasuk sebelum operasi, sehingga mampu mengetahui penyakit dan proses penanganan pasien. Dokter bisa lebih akurat dalam berbagai studi kasus seperti waktu proses operasi. Sehingga waktu operasi jadi lebih cepat dan tepat sasaran.
Proses konsultasi dan operasi jadi lebih maju dengan melibatkan banyak teknologi. Mulai dari penerapan virtual reality termasuk sebelum operasi, sehingga mampu mengetahui penyakit dan proses penanganan pasien. Dokter bisa lebih akurat dalam berbagai studi kasus seperti waktu proses operasi. Sehingga waktu operasi jadi lebih cepat dan tepat sasaran.
Pada bidang pertanian pun demikian, Jepang pun tidak
punya banyak anak muda yang menggarap lahan pertanian. Sedangkan orang tua
sudah terlalu uzur dalam mengoperasikan traktor dan berpeluh keringat di dalam
terik matahari.
Jepang pun mencetus konsep smart agriculture,
mengolah lahan pertanian tak harus berpeluh keringat karena sudah terkoneksi
dengan gadget. Sejumlah peralatan seperti traktor akan membajak sawah sendiri
sesuai alur yang ia inginkan. Pekerjaan ini bisa dilakukan secara jarak jauh,
termasuk memantau perubahan cuaca hingga hama pengganggu di lahan milik kita.
Hasilnya tetap optimal dan bisa dilakukan di mana saja, dengan menerapkan konsep IoT di dalam sejumlah perangkat ya ada. Sehingga traktor akan bergerak sesuai dengan alur yang telah ditentukan, tak perlu lagi dilakukan secara manual karena sudah terintegrasi secara penuh dengan IoT. Siapa saja bisa melakukannya tanpa harus tahu bagaimana traktor tersebut bekerja.
Hasilnya tetap optimal dan bisa dilakukan di mana saja, dengan menerapkan konsep IoT di dalam sejumlah perangkat ya ada. Sehingga traktor akan bergerak sesuai dengan alur yang telah ditentukan, tak perlu lagi dilakukan secara manual karena sudah terintegrasi secara penuh dengan IoT. Siapa saja bisa melakukannya tanpa harus tahu bagaimana traktor tersebut bekerja.
Konsep smart home akan sangat populer, segala
benda teknologi yang ada di dalam rumah akan terintegrasikan dengan IoT. Mulai
dari lampu, pendingin ruangan hingga peralatan dapur akan bekerja secara
pintar. Salah satunya dengan menggunakan perintah suara atau dari gadget
pribadi. Konsep smart home akan banyak diadopsikan di Jepang saat ini.
Peran manusia pun di bidang pengantar logistik semakin
minim dan tergantikan dengan jasa drone. Mungkin kita tak asing dengan kurir
pengantar surat hingga kiriman makanan di depan rumah. Ia akan mengetuk pintu
rumah dan memberikan pesanan Anda. Hanya saja sistem ini sering terkendala
misalnya saja macet, kurang mengetahui alamat hingga pesanan yang salah orang.
Drone akan menggantikan peran ini, ia akan mengetahui
rumah pengirim dan akan memberikan sinyal saat datang ke rumah. Memastikan
penggunanya keluar rumah dan mengambil pesanan. Drone akan melakukan scan terhadap,
wajah bahwa barang yang dikirim sesuai dengan pemiliknya.
Penggunaan drone tidak semuanya menggantikan manusia,
misalnya saja pemesan tinggal di dalam apartemen yang tak punya akses keluar.
Akan ada kurir yang datang mengantarkan hingga di depan kediaman Anda. Drone
akan mendarat pada lokasi terdekat dari lokasi pemesan. Hanya saja konsep ini
sedang dimatangkan, seperti saat hujan terjadi drone tetap bisa terbang hingga faktor
lainnya.
Berbicara mengenai dunia konstruksi, pasti erat dengan keselamatan
pekerjanya. Ada banyak risiko yang bisa terjadi dan mengancam nyawa pekerja. Pembangunan
gedung dan jembatan salah satunya, risiko bangunan runtuh atau terjatuh dari
tempat tinggi. Nyawa pekerja akan menyisakan tangisan anak dan istri di rumah.
Salah satunya adalah penerapan IoT dalam kontrol bangunan,
pekerja tidak perlu lagi turun ke lapangan yang punya risiko tinggi. Saat
pembangunan pun akan banyak robot yang bekerja untuk beberapa pekerjaan dinilai
cukup riskan. Petugas hanya akan datang ke lokasi yang mengalami gangguan
berdasarkan info dari IoT. Bahkan proses perbaikan melibatkan robot dengan
kontrol menggunakan Virtual Reality.
Kemudian juga ada banyak pekerjaan tak manusia yang mau
tak mau harus manusia jalani. Saya mencontohkan seperti para pembersih kaca
gedung tinggi, tim SAR di lokasi bencana, hingga para pembersih gorong-gorong.
Pekerjaan model tersebut sangat rentan dan nyawa jadi
taruhan kapan pun andai saja lengah. Adanya teknologi seakan membuat peran
manusia tergantikan, sekaligus menghargai peran mulia manusia sebagai khalifah
sebagai pusat kontrol.
Ada bidang lainnya yang diterapkan pada
society 5.0 dalam proses pembayaran. Tidak lagi memerlukan lagi uang kertas
karena sudah ada cloud accounting. Proses pembayaran pun sudah cukup
jamak kita dengar seperti penerapan Fintech (finansial teknologi).
Sebelumnya proses transfer butuh waktu yang
lama, harus ke bank dan antre cukup lama. Paling cepat adalah transfer dengan
jumlah terbatas dengan potong yang besar. Namun kini Fintech mampu melakukan
transaksi antar benua dalam hitungan detik, potongannya pun sangat kecil dan
efisien. Penerapan ini mengusung konsep peer to peer yang cepat dan
transparan sesuai dengan tujuan Society 5.0
Benarkah teknologi mengancam eksistensi manusia?
Beberapa tahun yang lalu salah satu program kecerdasan buatan membuat
gempar dunia literasi Jepang. Ia berhasil masuk dalam nominasi Nikkei Hoshi Shinichi Literacy Award dengan judul novel:
The Day a Computer Writes a Novel. Nama tersebut sendiri diambil dari salah
seorang novelis ternama Nikkei Hoshi Shinichi Jepang yang banyak menghasilkan
banyak karya di bidang fiksi ilmiah.
Pada proses penilaian naskah di
tahun tersebut, melibatkan 1.450 karya dan 11 di antaranya dibuat dengan
program kecerdasan komputer berbasis AI. Genre yang dipilih oleh AI
tersebut adalah cerita fiksi ilmiah, sangat sesuai dengan latar
belakangnya.
Kegaduhan ini ternyata dilakukan
oleh seorang Profesor di Future University Hakodate bernama Hitoshi Mitsubara
mencoba mengembangkan novel ilmiah karya dengan menggunakan
AI-nya. Meskipun gagal menang, tapi itu sangat mengejutkan dunia literasi.
Menurut juri karena karakter yang ditanamkan kurang kuat.
Apakah itu mengancam para penulis dan penggiat literasi?
Jawabannya tidak, malahan lebih
memudahkan dan meningkatkan kreativitas si penulis. Apalagi konsep yang
diterapkan pada AI komputer milik Hitoshi Mitsubara adalah berbasis Machine
Learning dan Deep Learning. Sehingga ia akan mencarikan bahan yang
kita mau dan meringkasnya dalam waktu singkat.
Singkat cerita manusia punya
kontrol lebih di era Society 5.0, ia bak seorang kepala koki di sebuah
restoran. Tugasnya adalah memasak menu terbaik yang sudah dipesan pelanggan,
urusan belakang layar itu urusan kaki tangannya. Mereka yang membeli bahan,
peralatan dapur hingga mengatur suhu kompor di suhu optimal. Tugas si koki
adalah menghasilkan cita rasa masakan yang pas di lidah dan memanjakan
pelanggan di depan.
Seperti itulah tugas penulis dan
peneliti di era Society 5.0, ia tidak perlu harus melakukan riset panjang dan
mahal yang menghabiskan banyak waktu. Tugasnya hanya fokus menulis, bahan yang
ia inginkan sudah dicarikan dan dipelajari oleh anak buah AI yaitu Machine
Learning dan Deep Learning.
Biaya bisa dipangkas dan jumlah karya
yang dihasilkan jadi lebih banyak. Di era ini tidak ada alasan lagi
bermalas-malasan dalam berkarya. Pastinya kita tak mau menjadi seorang koki
yang mengecewakan pelanggannya.
Bagi mereka yang punya kemampuan
terbatas sering menganggap teknologi yang datang bak sebuah ancaman. Ia siap
bersaing dengan teknologi dan sudah pasti hasilnya kalah telak. Misalnya saja
robot bisa bekerja lebih lama dari manusia, minim kesalahan, dan jauh dari
drama.
Tak ada tuntutan kenaikan gaji
hingga mogok kerja yang berdampak pada perusahaan tersebut. Akan tetapi anggap
saja teknologi yang datang bukan sebagai pesaing tetapi sebagai kolaborasi
dalam menghasilkan pekerjaan yang lebih efisien.
Bisakah
Indonesia menerapkan 5.0?
Jepang sudah mulai melakukan Society 5.0 di
dalam masyarakatnya, bagaimana dengan Indonesia. Apakah bisa melakukan hal
serupa atau bahkan masih butuh waktu yang sangat lama lagi?
Problem yang dihadapi setiap negara jelas
berbeda, dengan bonus demografi penduduk bak sebuah berkah buat jumlah anak
muda di Indonesia. Hanya saja ini jadi boomerang andai tidak
dimanfaatkan dengan sedemikian mungkin.
Jepang melakukan Society 5.0 salah satu faktor
karena masalah jumlah penduduk usia produktif yang terus menipis. Dengan jumlah
masyarakat yang sedikit sekarang dan di masa depan, Jepang ingin mengontrolnya
secara pribadi melalui teknologi yang mereka terapkan.
Sedangkan Indonesia sebaliknya, jumlah
penduduk yang besar seakan masih banyak celah manusia dibandingkan teknologi
dalam mengisinya. Tapi tak tertutup kemungkinan masyarakat Indonesia melakukan
hal seperti itu.
Para anak muda yang kreatif dengan segudang
kemampuannya itu bisa berkolaborasi dengan teknologi dalam sistem Society 5.0. Bahkan
peran Society 5.0 di Indonesia akan memberi dampak ke semua kalangan dalam
bekerja efisien dengan hasil maksimal.
Saat ini Indonesia sedang fokus pada
pembangunan berbagai akses salah satunya akses internet 5G yang mendukung Society
5.0 di masa depan. Peran ini juga akan membuat IoT lebih optimal hingga
menjangkau hingga pelosok.
Salah satunya adalah pembangunan Program
Palapa Ring dan diharapkan selesai pada pertengahan tahun 2020. Segala sudah
dipersiapkan dengan sangat matang, mulai dari hardware dan software yang
menunjang semua aktivitas digital.
Masyarakat di tanah air bisa merasakan dampak yang
dihasilkan dari pembangunan jaringan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) dan
Sistem Komunikasi Serat Optik (SKSO). Membentang dari Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Untuk area Indonesia
Timur, total panjangnya mencapai 4.450 KM, terdiri atas 3.850 KM kabel bawah
laut dan 600 KM berupa landing point yang ada pada 15 titik pada 21
kota/kabupaten.
Pembangunan SKKL dan SKSO |
Program lainnya adalah memperkenalkan peran teknologi
yang menunjang lapisan masyarakat. Apalagi besarnya peran internet yang sudah
lebih menjangkau 50% pengguna aktif. Dengan begitu akan mudah ditemukan
kolaborasinya untuk memasuki jenjang Society 5.0.
Toh kita sekarang sadar bahwa teknologi seakan
memberikan dimensi baru dalam hidup. Manusia bisa menikmati hidup secara
optimal dan efisien. Jepang kini memulai langkah baru itu dan tak tertutup
kemungkinan sejumlah negara lain yang punya masalah serupa menirunya.
Dari situ saya ingin berkata bahwa, jangan takut
perubahan dan disrupsi sebagai sebuah ancaman. Tapi anggaplah segala perubahan dan disrupsi sebagai kesempatan untuk berkolaborasi di dalamnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan
pencerahan, Have a Nice Day Guys.
benar benar membuat lupa daratan ya gan hehehe
ReplyDelete