Demam Revolusi Industri 4.0 bukan hanya isap
jempol belaka, semuanya seakan telah menyebar ke seluruh lini tanpa terkecuali.
Ada disrupsi besar yang sedang terjadi dalam tempo singkat, berimbas pada
masyarakat dan model bisnis lamanya yang bahkan sudah sangat mapan. Ada banyak
pesaing tak terlihat yang merevolusi perubahan itu semua.
Memang ada banyak yang bertahan pada sistem
lama, harus tergerus dengan perubahan zaman yang fleksibel. Di era Revin 4.0.
Perubahan dan gebrakan ini dinilai bisa mengubah siapa saja. Kini bagaimana
cara menghadapinya karena perubahan zaman yang dinamis.
Pemerintah pun tak mau ketinggalan, dengan
membuat cetak biru dalam menghadapi Industri 4.0. Apalagi di era tersebut kita
sangat akrab dengan memanfaatkan kemampuan internet untuk menggerakkan mesin dan robot, seakan
mampu mengefisienkan banyak hal. Penggunaan robot atau mesin mampu mengurangi
biaya dan waktu, mengurangi kesalahan kerja, akurasi, dan kualitas produksi
lebih terkontrol. Serta bisa meningkatkan hasil produksi.
Perusahaan yang cepat bergerak dan lihai menangkap
peluang, akan mampu bertahan dalam disrupsi tersebut. Nama dan modal besar
sebuah perusahaan tidak lagi menjadi kunci kesuksesan. Namun, kelincahan dalam
menangkap pasar yang akan membuat sebuah perusahaan bisa bersaing dan menjadi
lebih besar dan maju.
Internet pun jadi sesuatu yang terdepan khususnya yang mengandalkan konsep
IoT (Internet of Things), tujuan akhir dari penerapan Revin 4.0 yang
optimal. Ada banyak benda yang akan terkoneksi dengan internet di masa depan,
bukan hanya manusia dengan manusia saja tapi dengan semua benda. Bisa
dibayangkan berapa banyak jumlahnya.
Semua hal yang dulunya hanya ada di film bergenre Science
Fiction seakan sudah banyak yang berhasil direalisasikan. Hanya saja ada
banyak peran yang tergantikan dalam disrupsi besar tersebut. Manusia yang tidak
terampil dan peka terhadap perubahan menganggap itu semua sebagai ancaman dan mimpi
buruk. Pekerjaan dengan kemampuan sangat mudah akan diambil alih oleh mesin.
Ancaman ini jelas sangat nyata, ada banyak pekerjaan yang
menjadi lumbung penghasilan berkemampuan biasa sudah hilang. Di perkotaan
besar, petugas parkir seakan mulai menghilang, mereka digantikan smart
parking, kemudian petugas tol, petugas check in hingga kurir
pengantar pesanan.
Adanya IoT seakan semua pekerjaan tersebut bisa
digantikan dengan teknologi. Manusianya yang siap akan perubahan harus
kehilangan pekerjaan kebanggaan mereka tersebut. Sedangkan yang melihat
perubahan bisa menyesuaikan dengan perubahan besar tersebut.
Mungkin dahulu sebelum mesin pencari salah satunya Google
lahir, ada banyak pekerjaan yang sulit dibayangkan oleh manusia di era sebelum
milenium. Pekerjaan seperti konten kreator, buzzer, selebgram hingga influencer
baru lahir saat mesin pencari ada.
Setelahnya lahir beragam platform sesuai dengan keinginan
manusia. Bisa saja di masa depan akan ada pekerjaan baru yang sulit dibayangkan
dengan kecepatan perubahan zaman yang terjadi saat ini.
Nah… bagaimana cara dalam
mempersiapkan era Revin 4.0 yang sudah di depan mata tersebut?
Pertama, memperkuat SDM yang ada, urusan pekerja usia produktif Indonesia juaranya.
Ada bonus demografi yang ada di negeri kita, jumlah yang besar ini harus
dimanfaatkan dengan hal positif dalam menyambut masa depan.
Ada banyak pekerjaan di masa depan yang terintegrasi
dengan teknologi, karena itulah harus ada keterampilan dan kemampuan di bidang
teknologi. Semua dimulai dari bangku sekolah serta ketersediaan internet buat
semau kalangan. Ini akan mendorong masyarakat tidak awam lagi dengan pekerjaan
aneh di masa depan. Sehingga tidak shock batin saat disrupsi terjadi.
Kedua, mengubah sistem pendidikan ke arah modern, artinya ada hubungan dunia
sekolah dengan dunia industri. Semua itu melalui program link and match
kedua lini tersebut, mulai dari kurikulum berbasis STEAM (Science, Technology,
Engineering, Art, dan Mathematics), praktik hingga proses adaptasi dengan dunia
kerja.
Guru selaku kuasa di sekolah diberikan pelatihan dan
sarana dalam mendukung prosesnya ke arah teknologi. Jadi para guru sangat melek
di bidang teknologi dan bisa melihat potensi anak didiknya di masa depan sesuai
bidang industri yang ia gemari.
Ketiga, mengedepankan kolaborasi, di era saat ini bukan lagi mengedepankan
kompetisi tapi kolaborasi dengan semua pihak. Sebagai contoh adalah bisnis taxi
konvensional yang harus kalah bersaing dengan taxi online. Sebuah bisnis taxi
konvensional harus punya semuanya, dimulai dari taxi, pangkalan, driver
hingga proses perizinan yang berbelit-belit.
Beda dengan taxi online yang tidak punya satu unit
taxi pun, mereka berkolaborasi dengan pemilik kendaraan dalam konsep sharing
economy. Alhasil ada banyak taxi online tak terlihat yang menunjang pelanggan
dengan harga terjangkau. Mirip dengan era Revin 4.0 yang mengedepan kolaborasi,
jangan heran ada banyak bisnis yang lahir dari dasar kolaborasi di masa depan.
Peluang besar dari Bisnis Indonesia di era Revin 4.0
Bukan hanya masalah personal yang dipersiapkan dengan
jeli, tapi berbagai manufaktur negeri yang terus berinovasi dan berkreasi di
era kini. Sedikitnya Indonesia sudah mempersiapkan lima sektor manufaktur yang
siap bersaing di pasar global di era Revin 4.0. Semua itu akan berkolaborasi
dengan teknologi AI, IoT, Werables, Drone, hingga 3D Printing.
Bidang yang sedang dipersiapkan pemerintah jadi andalan dan bisa bersaing
di masa depan. Di mulai dari bidang minuman dan makanan, tekstil, otomotif,
kimia, dan elektronik. Selain itu karena bidang ini sangat sesuai dengan
kebutuhan pasar, investasi hingga jumlah transaksi perdagangan.
Selaku negara yang masuk dalam ekonomi G20, Indonesia punya peran
besar mempertahankan fokus perdagangan tersebut serta tantangan di era digital.
Sejumlah industri yang jadi sentra penting Indonesia, berikut ulasannya:
Bidang Minuman dan Makanan
Menurut data Katadata di tahun 2017, ada sebesar
29% PDB Indonesia datang dari sentra manufaktur. Sebanyak 24% berhasil diekspor
dan menyerap hampir 33% tenaga kerja di bidang tersebut. Itu sangat wajar
karena Indonesia punya hasil alam yang berlimpah, salah satunya dalam
pengolahan makanan dan minuman khas Indonesia.
Di era Revin 4.0, peran manusia banyak tergantikan oleh teknologi.
Tugas orang yang bekerja di sentra ini hanyalah sebagai pihak monitoring
menggunakan teknologi IoT. Misalnya saja sentra pertanian, peternakan, dan
perikanan. Akan ada smart agriculture, smart farm, hingga smart
fisheries. Ada banyak peran teknologi yang memudahkan mereka yang bekerja
di bidang ini sekaligus menekan biaya operasional pekerja.
Selain itu sentra makanan dan minuman umumnya datang dari para UMKM, ada
80% daya serap yang diberikan dalam jumlah tenaga kerja di tanah air. Peran
pemerintah memperkenalkan teknologi yang memudahkan proses kerja mereka. Saya
mencontohkan seperti promosi produk secara digital serta kemampuan melek
teknologi setiap pelaku UMKM. Itu artinya tidak ada laga istilah jemput bola
tapi didatangi bola.
Terakhir adalah peran pemerintah memberikan membantu
investasi pada produk yang dihasilkan sesuai dengan permintaan konsumen. Tak
hanya itu saja, produk yang dinilai punya kelebihan bisa dipromosikan. Salah satunya
dengan meningkatkan daya ekspor ke negara sahabat, apalagi banyak produk Indonesia
yang mampu mengambil hati pelanggan luar.
Bidang Otomotif
Di era Revin 4.0 jumlah permintaan otomotif tetap tinggi,
ada banyak perusahaan terkemuka negeri yang disegani di ASEAN. Walaupun sebagian
besar hasil dari proses perakitan karena bahan baku masih impor. Nilai ini
sangat besar apalagi banyak pelanggan yang mulai beralih ke arah kendaraan
listrik (EV).
Indonesia punya peluang besar karena pengembangan mobil
listrik sedang berkembang pesat dalam menggantikan bahan bakar fosil. Bila jeli
melihat peluang ini, Indonesia bisa jadi produsen kendaraan listrik tersebar di
dunia.
Saya ingat beberapa tahun lalu ada pengembang mobil
listrik karya anak bangsa buatan Ricy Elson yaitu Tucuxi pada seri
pertama dan kini Selo. Mobil ini punya akselerasi tinggi dan menyerupai
Lamborghini. Biaya perakitannya murah karena hanya butuh kemampuan baterai serta
komponen listrik lainnya.
Baca Juga: Mobil Listrik dan Gebrakannya di Dunia Otomotif
Hanya saja mobil ini tidak lolos uji emisi (mobil listrik
tidak punya emisi) dari pemerintah sehingga tidak jadi di produksi. Sungguh
sangat disesalkan, karena negara maju kini mulai menanggalkan mobil berbahan
bakar fosil ke mobil listrik.
Ini sebenarnya peluang Indonesia sekaligus kesempatan
besar, mungkin bila saja Indonesia ngotot dengan proyek mobil nasional
buatan negeri. Sudah pasti ketinggalan jauh dengan pabrikan ternama dunia, sedangkan
mengandalkan mobil rakitan produk lain tidak menggambarkan jati diri bangsa.
Kesempatan itu hadir lewat mobil listrik, sesuai dengan perkembangan
Revin 4.0 yang ramah lingkungan serta mengandalkan energi listrik. Apalagi
teknologi di mobil listrik tidak terlalu jauh, mungkin baru ada nama besar
seperti Tesla Motor, Faraday Future atau Lucid Air di sana, sedangkan di negara
Asia baru pabrikan Jepang, Nissan Motor yang memulainya.
Pengembangan ini bisa bekerja sama dengan perusahaan di
atas yang sudah mapan atau bahkan merakitnya di Indonesia. Sudah pasti akan ada
banyak permintaan yang hadir sekaligus menurunkan harga kendaraan listrik yang
saat ini dinilai sangat mahal. Bukan hanya mobil saja, bisa saja kendaraan
lainnya yang menggunakan tenaga listrik.
Selain itu bisa menekan angka kebisingan dan buangan
emisi di jalan raya yang sudah di ambang batas parah. Itu semua diawali dengan
membangun ekosistem pada kendaraan listrik. Dimulai dengan mempromosikan pada
masyarakat, membangun power station di berbagai lokasi strategis,
bengkel servis baterai serta perangkat teknologi hingga tenaga ahli dari
bangsa. Pastinya bidang ini akan mengangkat harkat bangsa di mata dunia.
Bidang Kimia dan Farmasi
Bukan sesuatu yang asing bila Indonesia terkenal dengan
pengimpor bahan baku kimia dasar di era sebelumnya. Namun kini bidang ini
berbenah dengan lahirnya beragam pabrik petrokimia dalam memutus mata rantai
impor. Ada banyak alasan dan salah satunya adalah banyak sumber daya alam berupa
migas dan manusia di bidang ini. Sekaligus menargetkan pasar industri kimia
secara global.
Sebagai contoh yaitu ekspor Indonesia saja ke negara Uni
Eropa untuk aneka produk kimia di tahun 2018 mencapai angka USS 1,4 Miliar. Ada
banyak peluang yang datang dimulai dari industri kimia seperti misalnya industri
olefin, aromatik, dan plastik tanah air. Di bidang farmasi, obat-obatan tradisional
jadi industri kimia yang menjanjikan.
Pabrik yang ada pun sudah terintegrasi dengan teknologi
IoT dan AI dalam proses produksi. Alasannya kebutuhan sejumlah bahan kimia
sangat dibutuhkan khususnya di daerah ASEAN. Meskipun masalah utama yang
dihadapi adalah bahan baku terbatas. Namun pemerintah optimal dan membantu sentra
ini berkembang pesat di era Revin 4.0.
Bidang Tekstil dan Pakaian
Sentra ini sejak dulu jadi andalan Indonesia, di tahun
2018 saja punya kontribusi hingga 8% dari PDB manufaktur. Sebagian besar
diekspor ke luar negeri sejak dulu sejak masih mengandalkan sistem berbasis
konvensional. Hadirnya era Revin 4.0 seakan mempermudah dan meningkatkan proses
produksi.
Semuanya dimulai dari sektor hulu dalam pemilihan serat
bahan yang baik, ada proses monitoring yang baik. Biaya produksinya juga
rendah tapi punya kualitas tinggi sehingga mampu bersaing secara global. Lalu
para pekerja pun tidak harus bekerja layaknya era sebelumnya, mereka bekerja
dengan optimasi teknologi. Dibutuhkan proses pelatihan dan pengenalan alat
kerja dalam menunjang industri tersebut.
Kemudian adalah membaca kebutuhan pasar pada tekstil
dunia, saat ini yang booming adalah berbagai pakaian olahraga. Indonesia
pun jadi negara dengan kerja sama apparel kenamaan dunia. Sudah pasti
permintaan sangat besar dari dalam dan luar negeri.
Bidang Elektronik
Terakhir adalah bidang elektronik jadi fokus pemerintah,
ada banyak pesanan dari lokal dan luar negeri. Data terbaru adalah nilai ekspor
ke Uni Eropa yang mencapai angka USS 1,8 Miliar di tahun 2018. Memang saat ini
produksi lokasi masih pada konsentrasi pada perakitan sederhana, namun nilai
ini terus naik tiap tahunnya.
Kebutuhan perangkat elektronik di era Revin 4.0 sangat
tinggi dan Indonesia berhasil menyanggupinya. Umumnya yang diekspor adalah
barang semi konduktor dan komponen elektronik seperti aluminium, electrolytic,
dan tantalum. Pada perangkat komputer seperti komponen optical
character reader dan scanner. Sedangkan barang produk jadi dari
tanah air hadir melalui produk buatan Maspion dan Polytron, seperti setrika,
blender, kipas angin, lemari es, dan TV.
Strategi yang diterapkan adalah dengan menambah jumlah permintaan
yang ada, salah satunya dengan pelatihan para pekerja di era Revin 4.0 dalam
transfer ilmu. Alat yang digunakan mengalami pembaharuan dan punya daya
efisiensi tinggi.
Salah satunya penerapan 3D Printing yang mampu membuat
bahan lebih cepat dan presisi. Benda padat dapat dibuat melalui file digital berbentuk
CAD (Computer Aided Design) yang terhubung dengan komputer. Proses pembuatan
komponen semi konduktor sangat baik dibuat dalam teknologi ini dan mengurangi
bahan terbuang saat proses produksi.
Making Indonesia 4.0 Wujud Pemerintah menghadapi Revolusi
Industri 4.0
Bila tak berbenah dan mempersiapkan diri akan ada banyak
sentra industri yang tergerus. Alasan itulah pemerintah mempersiapkan Making
Indonesia 4.0 dalam lima sentra industri potensial dalam negeri yang
berkelanjutan.
Ada sejumlah prioritas yang diterapkan di antaranya dengan
memperbaiki alur barang dan material dengan meningkatkan produksi lokal dan
menekan angka impor. Sehingga harga produksi bisa ditekan. Mengubah konsep industri
yang sesuai dengan era Revin 4.0 dalam pengembangan industri modern yang ramah
lingkungan dan terbarukan.
Kemudian peran membangun infrastruktur berbasis digital
seperti cloud, data center, security management, dan broadband.
Sebelumnya sudah ada konsep Palapa Ring dalam membangun kabel optik dan kabel
bawah laut di seluruh negeri mempercepat akses internet.
Penerapan ini akan berdampak pada sejumlah sentra industri
kecil termasuk salah UMKM yang menerapkan konsep digital berbasis e-commerce.
Semua pihak yang ada dalamnya akan tumbuh, termasuk startup yang menghimpun
sejumlah UMKM dalam negeri.
Bukan pemandangan asing lahirnya startup tanah air, dari
level pemula Crockroach hingga level besar seperti startup Decacorn. Akan
banyak investor yang tertarik dengan startup buatan anak negeri dalam proses
pendanaan dan pengembangannya. Terakhir adalah dana riset dan pengembangan
teknologi yang meningkat sehingga mendukung berbagai sentra teknologi buatan
anak negeri.
Cetak biru itu telah lahir melalui program Making Indonesia,
negara sudah siap berbenah. Kini kita yang masih di zona nyaman bisa
mempersiapkan diri sebelum disrupsi besar terjadi. Revin 4.0 akan banyak
menggerus berbagai bidang di dalamnya, tapi ia tak akan mempengaruhi siapa saja
yang siap menghadapi perubahan.
Semoga postingan ini memberikan inspirasi dan have a nice day guys...
begitulah, demikian dengan saya yang menekuni bidang furniture juga perlahan berbenah dan mempelajari bagaimana perilaku konsumen kedepannya.
ReplyDelete