Permasalahan rumah jadi sebuah masalah klasik
yang terjadi untuk kalangan bawah. Banyak dari mereka yang tidak memiliki
tempat tinggal yang layak. Hidup menggelandang tanpa tempat berteduh yang
nyaman atau menumpang di rumah karib kerabat sambil menahan rasa malu.
Menyewa rumah pun harganya selangit atau yang
ingin mencoba KPR rumah bahkan bisa mencekik leher. Persoalan perumahan yang
layak jadi isu klasik dari besarnya jumlah populasi penduduk berbanding
terbalik dengan rumah layak huni.
Para milenial darurat rumah, harganya yang
terus meroket dan kadang tidak masuk akal. Para keluarga baru yang ingin menata
hidup baru seakan butuh rumah. Permasalahan bukan hanya sebatas rumah saja,
lahan yang kian terbatas dan mahal jadi segudang masalah di perkotaan.
Butuh waktu beberapa tahun atau kredit KPR
rumah yang berdarah-darah, barulah rumah bisa terbeli. Menurut data, ada 61% dari milenial yang
belum memiliki rumah. Jumlah itu setara dengan 81 juta. Belum lagi data jumlah masyarakat yang belum
punya rumah layak huni dan rumah bersertifikat tahan bencana seperti tahan
gempa, banjir, dan bahkan angin.
Butuh solusi dalam menjawab itu semua, dalam
salah satunya melalui teknologi. Baru-baru ini sedang marak teknologi 3D
Printing yang mampu membuat berbagai bentuk benda. Punya nilai yang efisien dan
bahkan detail. Paling mengejutkan adalah kemampuannya membuat bentuk besar dan
rumit seperti rumah. Kini teknologi seakan membantu menjawab persoalan
tersebut.
Mengenal apa itu 3D Printing?
Bagi kita sudah sangat akrab dengan printing
yang mengandalkan 1 dimensi atau bahkan 2 dimensi. Khususnya dalam proses mencetak
berbagai dokumen, majalah hingga buku. Printing bisa sudah cukup lama dan kini
inovasi yang telah berkembang adalah konsep 3D Printing.
Membuat masa depan mencetak benda yang
berbentuk 3D menjadi sebuah kenyataan. File digital seakan jadi kenyataan dan
industri ini seakan jawaban atas efisiensi bahan. Proses yang paling ditekankan
dalam pembuatan objek dilakukan oleh komputer atau bahkan smartphone, tinggal
dilakukan proses additive.
Ibarat mencetak sebuah adonan kue atau es krim
yang ada di karnaval, ia mampu menciptakan berbagai bentuk benda jadi nyata
dari berbagai gabungan komponen dengan hasil yang sangat presisi dan sangat
mirip dengan soft file. Bahkan sangat minim kesalahan karena mekanisme
yang ia ciptakan.
Siapa penemu dari teknologi 3D printing?
Adalah Chuck Hull yang menciptakan
model dari 3D printing sederhana pada laboratoriumnya di tahun 1980. 3D
printing yang ia buat tersebut berada di bawah lembaga 3D Systems Corp..
Setelah itu, makin banyak 3D printing yang berkembang dan saat ini telah coba
diterapkan oleh industri besar.
Ada banyak industri yang kemudian akan
berkembang dalam proses penggunaan 3D printing. Di era Industri 4.0 ada banyak
bidang yang mengalami transformasi dengan sangat cepat. Mulai dari otomotif,
medis, fesyen, biotech hingga arsitektur.
Proses rumit, ketelitian tinggi, dan memakan
waktu lama seakan bisa dipangkas dengan penerapan 3D printing. Sehingga jadi
lebih mudah dalam menghemat waktu dan bahan.
Bahan yang digunakan ada sebanyak 10 material
yang disesuaikan dengan produk yang dirancang. Untuk bahan yang paling sering
digunakan ialah Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS) serta Polytactic
Acid (PLA).
Bahan ini mudah digunakan karena proses
pemanasannya yang cepat, bisa didaur ulang, dan tentunya ramah lingkungan.
Bahan baku tersebut bisa disesuaikan dengan warna produk yang dicetak atau
bahkan proses pengecatan bisa dilakukan secara manual setelahnya.
Indonesia dan krisis pengadaan rumah layak huni
Saat ini sendiri ada sebanyak 3 juta penduduk
yang belum memiliki rumah layak huni yang disesuaikan dengan standar pemerintah.
Dalam hal ini, yang menjadi tugas KemenPUPR agar masyarakat bisa punya rumah
yang aman ditempati.
Ada banyak standar yang dikedepankan di
dalamnya, mulai dari keselamatan, kesehatan luas minimum, dan pastinya nilai
keindahan di dalamnya. Ada banyak pemilik rumah yang kurang peduli dan bahkan
kesulitan dana dalam proses mewujudkannya.
Pemerintah mencari cara dalam proses
pembangunan rumah yang makin bertambah jumlahnya. Target yang mereka tetapkan
juga sangat besar yaitu 1 juta unit setiap tahunnya dalam menampung masyarakat.
Jelas butuh dana besar, lahan yang luas, waktu
yang panjang dan pastinya pekerja sangat banyak. Sangat menekan kas negara yang
kini sering kali digunakan dalam berhemat. Salah satu pilihannya adalah dengan
membangun rumah menggunakan teknologi 3D printing.
Mulai dari menekan jumlah pekerja dan bahkan
waktu lebih cepat, modal paling besar hanyalah alat printer 3D dan kemampuan mengoperasinya
secara optimal. Jumlah pekerja bisa ditekan dan otomatis lebih efisien, akan
lebih banyak rumah yang bisa dibangun oleh pemerintah.
Cara kerja dari 3D printing menggunakan konsep
AI yang sudah terprogram secara kompleks dalam software komputer.
Pastinya yang tak mungkin ketinggalan adalah mesin printer yang siap mencetak
setiap sisi rumah dari berupa wujud gambar 3D menjadi bangunan nyata.
Pemerintah bekerja sama dengan sejumlah
perusahaan penyedia 3D printing dalam penggarapan rumah. Jumlahnya pun jadi
lebih banyak dan dengan proses lebih cepat. Artinya KemenPUPR bisa menekan
biaya pembangunan rumah dan bisa menaikkan jumlah produksi rumah untuk
masyarakat.
Mimpi memiliki rumah pun jadi lebih mudah dan
harganya lebih murah, artinya siapa saja, baik warga miskin, milenial dan
bahkan tuna wisma mendapatkan kelayakan hidup. Suasana kumuh dan semrawut
berubah jadi bentuk rumah layak sesuai standar pemerintah.
3D Printing di bidang perumahan
Kini hanya butuh waktu singkat dalam proses
pengerjaan, hanya memakan waktu kurang dari 24 jam. Sebuah rumah layak huni
dengan bentuk yang unik dan presisi berhasil berdiri. Mungkin dulunya butuh
waktu berbulan-bulan si pemilik rumah dan banyak tukang yang siap membangun
fondasi, mengaduk semen hingga menyusun bata rumah Anda.
Hadirnya teknologi 3D printing dinilai cukup
baik dalam menekan biaya pembangunan yang sudah tidak masuk akal. Pemerintah
pun bisa membantu dalam penyediaan rumah buat masyarakat.
Faktor pertama adalah kesehatan, rumah layak
huni harus memiliki sisi kesehatan yang memadai. Ada banyak rumah yang tidak
aman dan sehat dari berbagai bencana. Mulai dari letaknya yang mudah terkena
banjir, dekat lokasi TPS, udara sehat hingga pencahayaan yang cukup baik.
Tak hanya itu saja, ketersediaan listrik, air
bersih dan akses jalan yang memudahkan proses. Artinya rumah tersebut tidak
membuat penghuninya kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan dasar.
Faktor ketahanan dan keamanan rumah,
konstruksi yang dibangun harus layak dari berbagai bencana alam. Apalagi di
Indonesia, sebagian besar masyarakat hidup di cincin api (ring of fire).
Sangat mungkin terjadi gempa dengan magnitudo besar yang bersifat destruktif.
Selain itu harus diperhatikan juga kemiringan
atap yang sesuai dengan bahan penutup digunakan. Menghindari bocor dan rembesan
air saat hujan deras. Tingkat kebocoran yang perlu diperhatikan adalah >20%
dari total luas atap rumah.
Lanjut pada bagian lantai, harus terbuat dari
material yang mudah dibersihkan. Dalam kata lain tidak gampang lembab, kuat dan
mampu menahan beban barang yang ada di rumah. Serta tidak kopong pada bagian
tertentu.
Nantinya dinding dirancang dengan sedemikian
rupa mampu menahan beban berat atap atau bahkan kala angina kencang menerpa. Pada
bagian dalam kamar mandi juga haru memiliki ketinggian 1,5 meter dari lantai,
supaya dindingnya awet dari sentuhan air setiap saat.
Faktor terakhir yang sering diabaikan yaitu keindahan
dan kenyamanan, karena rumah ibarat surga kecil untuk beristirahat pemiliknya.
Ada estetika di dalamnya, khususnya dari bentuk yang mengedepankan kearifan
lokal di dalamnya. Sehingga pengguna nyaman dan tamu yang datang merasa senang
datang ke rumah Anda.
Semua itu coba diwujudkan agar penduduk
Indonesia yang belum memiliki rumah dapat punya rumah impiannya. Tak perlu
besar, tapi nyaman dan aman di dalamnya. Proses pembuatan dan biaya bisa
ditekan dengan teknologi. Inilah yang diharapkan oleh jutaan masyarakat.
Dalam kurun waktu seharian, sebuah rumah
idaman telah berdiri kokoh, dan esoknya Anda sudah bisa mengemasi barang-barang
ke rumah baru. Semuanya hadir dari 3D Printing berbasis perumahan (housing).
Mekanisme kerjanya sangat sederhana, berawal
dari desain virtual dalam bentuk file CAD (Computer Aided Design). File
tersebut kemudian menggunakan aplikasi 3D modeling dalam melakukan scanning objek yang ada menjadi sebuah bentuk nyata.
Apakah rumah dari 3D Printing kokoh?
Pastinya setiap rumah yang dibangun harus
memenuhi standar material dan konstruksi. Apalagi yang sifatnya dalam jumlah
banyak. Material yang digunakan harus baik supaya tahan akan beragam bencana,
sesuai dengan bencana sejumlah daerah di Indonesia.
Standar operasional harus disesuaikan sama
layaknya rumah buatan tangan para tukang. Sehingga minimal bencana yang menimpa
si pemilik rumah andai saja bencana datang.
Melihat mekanisme kerjai 3D Printing
Pada proses membuat sebuah mahakarya dari 3D
printing yaitu adalah dengan membuat modelling terlebih dahulu. Salah
satu program yang wajib dipelajari adalah Auto CAD dan software animasi
3D. Kemampuan wajib yang harus dipelajari dalam membuat sebuah model produk.
Kita bisa menyesuaikan dengan ukuran, bentuk,
warna hingga detail lainnya. Sebelum proses cetak dilakukan, kesalahan produksi
bisa ditekan. Ibarat kita ingin mencetak sebuah dokumen, kita bisa melakukan print
preview.
Proses yang paling ditunggu-tunggu adalah
proses cetak, kita ingin melihat produk yang telah didesain. Lamanya sebuah
produk tergantung dari ukuran dan kerumitannya. Terakhir adalah proses akhir,
yaitu dalam proses kelayakan sebuah produk. Proses quality control yang
dilakukan dengan melibatkan tangan manusia, salah satunya adalah proses
ampelas.
Bagaimana dengan desain yang lebih besar,
seperti rumah?
Saat ini industri 3D printing sudah bisa
melibatkan berbagai komponen yang lebih besar dan kompleks. Bukan hanya membuat
mainan Robot Goddam saja tetapi rumah layak huni dengan susunan beton padat di
dalamnya.
Ukuran mesinnya jauh lebih besar dan menunjang
proses percetakan dengan lebih besar. Ibarat mencetak es krim dengan tekstur
dan bentuk presisi, kini dalam bentuk membangun rumah. Alat akan menyesuaikan
dirinya sesuai bentuk awalnya dan operator hanya mengawasi proses percetakan
hingga selesai.
Nasib para kuli di tengah gempuran kecerdasan buatan
Perubahan zaman seakan memberikan kejutan bagi
siapa saja yang tak siap. Ia bisa saja tergusur atau bahkan jatuh ke jurang
yang sangat dalam.
Bukan hanya itu saja, mobil di masa depan akan mengandalkan banyak software
di dalamnya. Jadinya harus banyak pelatihan yang melibatkan dalam proses
pengadaptasian dengan teknologi. Bahkan pekerjaan manusia jadi lebih mudah dan
cerdas dalam bekerja dengan mesin.
Tak terkecuali para tukang atau kuli bangunan
yang harus khawatir akan pekerjaannya tergantikan oleh teknologi. Salah satu
caranya adalah dengan beradaptasi dan menjadi pribadi yang unik. Andai mereka
menerapkan hal tersebut, tak perlu khawatir hadirnya teknologi.
Para pekerja bisa belajar dan terampil,
melihat bahwa AI bukanlah sebuah musuh tetapi lebih tepatnya sebagai teman
dalam proyek yang sedang dilaksanakan. Otomatis para tukang dan pekerja tak
harus mengeluarkan banyak keringat lagi.
Mereka kini lebih bekerja cerdas dibandingkan
selalu identik dengan kerja keras. Kini saatnya jadi operator yang punya peran
besar dalam pengoperasian alat 3D printing tersebut. Kemudian tinggal bagaimana
caranya memanfaatkan AI dan IoT dalam menunjang pekerjaannya.
3D Printing juga punya cela
Kemunculannya seakan memberikan warna baru
dalam teknologi masa depan. Hanya saja setiap teknologi sering punya kekurangan
dan bahkan punya sejumlah cela di dalamnya. Para ilmuwan mencoba memperbaiki kekurangan,
sehingga akhirnya jadi teknologi yang sempurna dan efisien.
Terlepas dari itu semua, teknologi itu belum
familiar di masyarakat termasuk di Indonesia. Banyak yang skeptis hingga
dianggap membahayakan sejumlah industri manufaktur di tanah air. Akibatnya
belum banyak ditemui 3D printing dan bahkan dianggap barang mahal yang tak
sebanding dengan hasilnya.
Sebagai contoh adalah, setiap mesin hanya bisa
mencetak satu jenis material dan ini dinilai lamban. Meskipun sangat detail,
tetap saja kurang efisien digunakan dalam skala besar. Alasan itulah mengapa 3D
printing lebih layak digunakan secara eksklusif.
Bahkan 3D printing bisa digunakan dalam aksi
kriminal dan melawan hukum. Misalnya saja mencetak senjata hingga benda
berbahaya lainnya yang sulit dibeli masyarakat. Mengingat nantinya 3D Printing akan
mudah ditemukan layaknya printer biasa di setiap rumah.
Semua itu kembali ke fungsi, nilai praktis, dan pastinya edukasi si
pengguna dalam menggunakan teknologi. Segala kepraktisan tersebut jadi cara
baik dalam membantu manusia terhadap bentuk dan desain yang diinginkan. Salah
satunya bisa punya rumah layak huni hanya dalam satu malam saja. 3D printing
adalah jawabannya melalui masa depan.
0 komentar:
Post a Comment