Halaman sampul depan majalah Time memberikan
kejutan di penghujung tahun. Greta seorang remaja wanita berusia 16 tahun asal Swedia
menjadi sampul utama majalah Time sebagai Person of the Year. Ia
terpilih sekaligus mengalahkan sejumlah nama orang serta kelompok atas aksinya
pada pemerintah. Majalah Time menuliskan kata-kata: The Power of Youth dalam menggambarkan aksi berani Greta.
Greta Thunberg dinilai adalah sosok yang gigih
dalam menyuarakan kelestarian ekologi, saat remaja sebayanya sedang sibuknya bermain atau belajar. Greta sudah lantang
menyuarakan pentingnya kelestarian alam dan peran energi terbarukan (ET) di
depan umum pada konferensi iklim di markas besar PBB. Aksi Greta memberikan simpatik
jutaan orang atas pendapatnya bahwa suara anak muda punya cara menentukan arah
masa depan.
Bila di Swedia ada Greta Thunberg, di
Indonesia pun mungkin ada banyak anak muda yang belum terekspos. Mereka siap
secara personal atau kelompok menginspirasi dan memberi tahu pada dunia akan
pentingnya pemanfaatan ET. Apalagi bangsa kita masih terlalu sulit beralih dari
energi fosil, meningat jumlahnya makin hari makin menyusut, tak sebanding dengan
pengguna yang terus meningkat.
Dalam waktu singkat manusia menghabiskannya bahan
bakar fosil. Ada begitu banyak tambang bahan bakar fosil tutup setelah masa
produksi selesai. Bahkan meningkat perubahan iklim yang sangat serius, seperti
menaikkan suhu bumi akibat jebakan lapisan gas efek rumah kaca.
Mungkin hati kita terasa pilu saat melihat pemberitaan
mengenai bencana alam akibat efek domino penggunaan energi yang mengganggu
siklus bumi. Perubahan iklim dari longsoran es di kutub, kenaikan permukaan air
laut, kekeringan di sejumlah wilayah, gagal panen, topan siklon besar hingga
banjir bandang yang menghancurkan pemukiman warga.
Saat ini energi fosil sudah memasuki masa
akhir produksi. Pemerintah dan semua
pihak harus memutar otak, di sinilah peran anak muda bermain, bahan bakar ide
kreatifnya tak ada habisnya. Anak muda punya cara memberikan siap berinovasi
dalam mengembangkan energi hijau ramah lingkungan.
Lalu muncul pertanyaan, apakah bahan bakar
fosil bisa habis?, Iya, saat ini minyak bumi jumlah yang digunakan
dalam setahun mencapai 11 miliar ton/tahun dan cadangannya terus menyusut 4
miliar ton/tahunnya. Bila produksi terus digenjot, otomatis di tahun 2052
cadangan minyak bumi akan habis. Untuk Indonesia hanya ada cadangan sebesar 3,2
miliar ton dengan konsumsi 1,7 juta barel/hari. Tanpa impor dari luar negeri, Pertamina
selaku pemasok akan kehabisan produksi di tahun 2030.
Lalu ada gas alam, Indonesia terkenal sebagai
salah satu produsen gas alam terbesar dengan cadangan mencapai 135, 5 triliun
kubik. Gas alam dianggap sebagai cadangan energi yang mampu bertahan lebih lama
dibandingkan dengan minyak bumi. Berdasarkan jumlahnya saat ini, bila produksi
terus ditingkatkan. Di tahun 2060 gas alam akan menyusul minyak yang terlebih
dahulu habis.
Terakhir adalah batu bara, di Indonesia batu
bara banyak digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap. Memang
cadangannya masih sangat besar, mencapai angka 38,8 miliar. Penggunaan rata-rata
tahunan mencapai 500 juta ton, diprediksi di tahun 2088 Indonesia akan
kehabisan pasokan batu bara.
Bukan berarti saat itu bahan bakar fosil habis
secara keseluruhan, tetapi cadangan minyak yang dimiliki semakin sedikit dan
tidak bisa dieksplorasinya secara besar-besaran lagi. Artinya ada rentang 30 –
60 tahun lagi waktu yang harus dioptimalkan dalam mencari energi alternatif. Sebelum
bom waktu saat energi tak terbarukan habis dan manusia belum bisa
mengoptimalkan ET.
Milenial dan Gebrakannya pada Pemerintah terkait Masalah Energi
Berbagai isu perubahan iklim yang digaungkan datang dari kalangan milenial.
Kepedulian mereka seperti menyuarakan penghematan energi, dukungan pengalihan
energi, hingga kasus perubahan iklim. Aksi getol yang dilakukan tergolong
sederhana, mereka mencoba melakukan kampanye melalui sosial media akan daruratnya
perubahan iklim serta proses mekanisme peralihan ke dalam ET.
Kampanye dari sosial media jadi opsi yang anak
milenial lakukan, seperti tweet dan postingan beserta tagar (#) hingga menulis
blog pribadi dengan data dan diksi yang ia mainkan. Dijamin buat masyarakat
sadar untuk menjaga lingkungan jadi lebih baik dan mengenali berbagai ET di
sekitar.
Kampanye ala milenial membuat pemerintah tersadar dan merancang Rencana
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2019-2028. Pengembangan yang
dilakukan adalah mengembangkan ET mulai dari geotermal, PLTA, PLTB, PLTS,
biomassa, biofuel, biogas hingga gasifikasi batu bara. Diharapkan pada
tahun 2025 sudah ada sebanyak 23% penggunaan listrik nasional menggunakan ET.
Melihat Potensi Energi Terbarukan Paling Tepat di Indonesia
Selama ini Indonesia jadi negara yang bertumpu
besar dalam pemenuhan energi menggunakan bahan bakar fosil. Ada begitu banyak pembangkit listrik dengan kapasitas
Megawatt yang mengandalkan bahan bakar fosil. Itu belum termasuk kendaraan yang
digunakan masyarakat mayoritas menggunakan bahan bakar fosil dengan tingkat emisi
yang cukup parah.
Mengingat makin langkanya bahan bakar fosil seakan pilihan energi
terbarukan (ET) jadi solusi terbaik. Berbagai riset dan pengembangannya terus
digenjot yang bisa dinikmati oleh masyarakat. Bagi saya, untuk proses penerapan
ET harus punya tolak ukur yang wajib dipenuhi yaitu fleksibilitas (terkait
lokasi pembangkit listrik) dan tentu saja biaya yang dibutuhkan untuk beralih
sepenuhnya dan perbandingan harga antara listrik berbahan fosil dengan ET.
Tak perlu khawatir karena Indonesia punya segudang ET yang belum
dioptimalkan. Berdasarkan riset, ada 7 ET yang akan dikembangkan yang punya potensi
besar. Energi yang dioptimalkan mulai dari geotermal, bioenergi, surya, angin, gelombang
laut, air dan micro hydro. Nantinya akan banyak instalasi besar yang
menjadi lokasi penerapan energi tersebut.
Pengaplikasian yang cukup sukses adalah dengan berdirinya pembangkit
listrik bertenaga panas bumi di Sarulla, Sumatera Utara. Apalagi Indonesia
merupakan penghasil energi panas bumi terbesar di dunia dengan total 40%
cadangan panas bumi dunia. Hanya saja baru sekitar 4-5% yang baru dimanfaatkan
secara optimal, semuanya berasal dari aktivitas vulkanik dan tektonik.
Energi Masa Depan Melalui Pengembangan Industri Baterai
Keberadaan baterai sudah begitu lama dikenal manusia dan sering disepelekan.
Hingga akhirnya inovasi datang dari tiga ilmuwan
John Goodenough, Stanley Whittingham, dan Akira Yoshino berkat penemuan baterai
lithium-ion. Dedikasi mereka dalam penemuan dan pengembangan baterai lithium
ion secara massal mengantar ketiganya meraih penghargaan bergengsi Nobel Kimia
tahun 2019.
Bayangkan andai saja dunia modern belum
menemukan baterai lithium-ion hingga saat ini. Mungkin kita belum mengenal
ponsel pintar, laptop, hingga kendaraan listrik. Semuanya masih mengandalkan
baterai konvensional alkali standar yang gampang sekali kehabisan daya, atau
bisa saja masih terpaku secara penuh dengan bahan bakar fosil.
Selama ini baterai yang kita kenal menggunakan
Elektroda dan Anoda berbahan alkali-acid. Digantikan menggunakan bahan lithium-kobalt
dan grafit. Alhasil lahirlah baterai dengan kelebihan mengisi daya lebih cepat,
bertahan lebih lama, dan punya tingkat kepadatan daya lebih tinggi dengan
bentuk ringkas.
Baterai dinilai sebagai renewable fuel
yang bisa diisi ulang dan digunakan dalam jangka panjang. Membuat manusia yang
dulu mengandalkan segala aktivitas geraknya seperti berkendara menggunakan
kendaraan berbahan fosil mulai mempertimbangkan beralih ke energi listrik.
Kini tren mobil listrik sudah jadi demam di masyarakat, salah satunya pabrikan
asal Amerika Serikat yang sedang menjajal Indonesia sebagai pusat pembangunan
baterai lithium-ion milik mereka. Ini sangat cocok karena ada banyak bahan baku
berupa nikel dan kobalt. Bahkan Tesla sudah merencanakan pembangunan pabrik
seluas 120 hektar di Indonesia tepatnya di Morowali, Sulawesi Tengah.
Pemerintah sudah mendukung kendaraan listrik dengan mengeluarkan Perpres
(Peraturan Presiden) No. 55 Tahun 2019 terkait percepatan program kendaraan
bermotor listrik bertenaga baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai
moda transportasi jalan. Termasuk memberikan kompensasi harga dan penggunaan
listrik buat pengguna kendaraan listrik. Serta bekerja sama dalam membangun infrastruktur
power station untuk penggunan moda kendaraan listrik.
Bahkan dari rumah pengguna bisa mengisi daya melalui teknologi penyimpanan
layaknya Powerbank. Teknologi tersebut bernama Powerwall, berupa kapasitor
berukuran besar yang bisa digunakan untuk menyimpan daya listrik. Artinya
energi yang dihasilkan dari proses pengolahan hingga pemanfaatannya merupakan
energi hijau.
Industri Mobil Listrik dan Peran Anak Muda Indonesia
Selama ini pengembangan teknologi listrik identik dengan Elon Musk. Tapi
jangan salah, Indonesia punya anak muda
yang mampu membuat pembangkit listrik bertenaga kincir angin hingga prototype
mobil listrik. Namanya Ricky Elson, ada sebanyak 14 paten teknologi hijau yang ia
punyai. Salah satunya dalam membantu masyarakat pesisir mendapatkan listrik yang
layak.
Nama pembangkit yang ia kembangkan adalah Lentera Angin Nusantara (LAN),
berhasil diterapkan pada masyarakat pedesaan di Dusun Lembur Tengah, Desa
Ciheras, Tasikmalaya, Jawa Barat. Konsepnya menggunakan micro wind turbine
bertenaga angin, pembangkit tersebut berdiri di atas pematang sawah warga yang
tak terpakai.
Penemuan paling fenomenal adalah prototype mobil listrik yang Ricky
buat dan berhasil memikat Dahlan Iskan yang kala itu menjabat sebagai Menteri
BUMN. Namanya Selo yang punya tenaga seperti mobil sport dan daya jelajah yang
cukup jauh.
Dibekali motor listrik penggerak berkapasitas 130 kw yang mampu
menghasilkan torsi energi hingga 182 dk. Selo punya transmisi otomatis dengan 6
percepatan dan kemampuan berakselerasi hingga kecepatan 220 km/jam. Proses
pengisian daya cukup 4 jam saja, tapi waktu
yang singkat tersebut bisa menempuh jarak hingga 250 km untuk sekali pengisian daya.
Ricky Nelson satu dari sekian banyak anak muda yang tertarik pada
pengembangan bisnis kendaraan bertenaga hijau. Ada banyak anak muda lainnya yang mencoba
cara yang dilakukan oleh Ricky dalam pengembangan kendaraan listrik. Mungkin
kita pernah mendengar nama kendaraan listrik seperti Tucuxi, Hevina (Ahmadi),
Gendhis, hingga Lowo Ireng. Berikut sejumlah mobil listrik karya anak bangsa.
Hanya saja yang menjadi kendala saat ini adalah urusan harga dan
penerapannya masih mahal. Ada sejumlah komponen seperti baterai dan motor
listrik yang masih dipesan dari luar negeri. Kerja sama dengan Tesla dalam pengembangan
pabrik baterai seakan memberikan langkah Indonesia bisa sepenuhnya komponen
utama mobil listrik sekaligus membangun industrinya.
Di tengah krisis bahan bakar fosil, kehadiran renewable fuel bertenaga
baterai seakan merevolusi bisnis otomotif. Secara perlahan-lahan kendaraan bertenaga
fosil tergantikan dengan kendaraan listrik. Anak muda Indonesia pun siap dalam mengembangkan
sekaligus jadi pionir bisnis kendaraan listrik di Indonesia. Kita akan bangga
dengan inovasi dan kreasi dari tangan mereka atas dedikasi dan inovasi mengubah
kebiasaan masyarakat kita mencinta energi hijau.
Semoga tulisan ini menginspirasi dan Have a Nice Day….
Baru tahu, ternyata pemuda Indonesia hebat2 ya. Sayang berita yang beginian jarang diekspos dan pemerintah pun seolah menutup mata dan telinga dengan peluang ini.
ReplyDelete