Setiap harinya, tiada hari yang harus dilewati
tanpa musik, mendengarkan musik sudah jadi kebiasaan lama. Selain sebagai
pemacu adrenalin, musik juga bisa memberikan semangat baru dalam menjalani
rutinitas. Bahkan tak jarang buat seseorang dapat melatih fokus di kondisi
tertentu.
Keterampilan musisi kini makin beragam, kita
bisa memilih musik sesuai dengan genre yang kita sukai. Ada beragam musisi
dengan karya yang bisa kita dengarkan. Memasuki era digital, aplikasi perangkat
pemutar musik jadi menu wajib di setiap gawai pemiliknya.
Musik sebagai media dalam mengeksplorasi
emosi, perasaan, bahkan sikap manusia. Seakan musik bak pencampur aduk perasaan
umat manusia. Dentuman, petikan, permainan nada hingga simfoni itu semua jadi
bumbu-bumbu yang begitu syahdu untuk dinikmati. Semua campur aduk dalam sebuah
musik yang kita nikmati.
Semua orang punya selera musik masing-masing
sesuai dengan preferensinya masing-masing. Para musisi dan produser seakan
begitu melejit namanya dari berbagai pundi-pundi pemasukan. Apakah itu dari
rekaman, video klip, soundtrack, royalti, konser hingga temu ramah
dengan fans. Ada ceruk besar yang didapatkan musisi atas karya yang ia
hasilkan.
Tapi ketenaran tersebut nyatanya tak selamanya
abadi, kehadiran teknologi seakan membuat para musisi kenyamanannya terusik. AI
(Kecerdasan Buatan) datang dengan proses belajar panjang hingga akhirnya mampu
membuat musik layaknya manusia atau bahkan bernyanyi sama merdunya dengan
manusia. Siapa yang tak takut, apakah itu sebuah ancaman atau menjadi peluang
besar?
Ancaman AI buat Para Musisi dan Produser Musik
AI seakan sudah memasuk sejumlah bidang
teknologi dan bahkan dunia seni. Musik yang selama ini lekat dengan kreativitas
manusia seakan coba disusupi dengan AI. Tanggapan dari musisi beragam, mulai
dari mendukung dan ada pula yang panas dingin mengenai isu tersebut. Dunia seni
dan musik terkenal kejam, persaingan antar musisi saja begitu ketat dan kini AI
datang menjadi pesaing lanjutan.
Tapi tenang dulu buat para musisi, AI bukan
sesuatu yang menakutkan tapi malah memudahkan manusia dalam proses pengembangan
musik di masa depan. Saat ini teknologi dan manusia sudah bekerja sama dalam
menghasilkan karya yang lebih baik. Seorang musisi kenamaan bisa memasukkan
algoritma dari genre yang ia bidangi.
Musik di masa depan akan sangat akrab dengan
namanya algoritma, apa pun itu genrenya. Segala hal yang mengenai dengan proses
pembuatan musik akan akrab dengan AI sebagai penerjemah sebuah musik dan Big
Data sebagai bank akan berbagai komposisi masuk yang diinginkan.
Nah… secara tak langsung musik akan punya
sebuah pola yang disebut dengan elektro kimia dari gelombang bunyi. Jangan
heran AI dan algoritma sudah cukup banyak dalam menganalisis data tak
terkecuali adalah musik. Caranya dengan melakukan Analisa dari berbagai karya
musik terdahulu atau era saat ini.
Proses panjang AI dalam membuat musik
AI tidak lahir dalam waktu dekat tapi
pengembangan yang berkelanjutan dari manusia. Itu pun sesuai dengan kebutuhan
manusia yang membutuhkan asisten dalam proses kerja lebih mudah. Inilah yang
melahirkan AI dalam wujud algoritma atau robot dalam wujud nyata.
Ada sejumlah pekerjaan manusia yang tidak
tergantikan teknologi, malahan kehadiran membuat pekerjaan ini makin kaya akan
ide dan inovasi. Itu semua datang dari AI, khususnya pengembangan algoritma
dasar. Semuanya diawali dengan kemampuan dasar dalam menebak lagu. AI akan
diperdengarkan lagu demi lagu dan menebak nada dan chord dari lagu
tersebut.
AI pun dasar ilmu turunan yang namanya adalah Deep
Learning, kemampuan inilah membuat AI belajar hal baru setiap saat. Makin hari
ia makin pintar dan kaya nada di dalam data besarnya. Setelah cukup kaya dan
mampu menebak lagu dengan begitu akurat, algoritma tersebut akan naik ke level
selanjutnya.
Setiap nada dan lagu tersebut akan terekam di
dalam data besarnya yang kemudian coba diadaptasikan dengan lagu lainnya. Cara
yang hampir serupa dengan seorang musisi dalam mengawali kariernya dan
menemukan pakem musik sesuai seleranya. Kini kehadiran teknologi coba
diaplikasi serupa dalam menghasilkan AI andal di bidang musik.
Memang saat ini begitu banyak pro dan kontra
mengenai hal tersebut, bahkan musik yang dihasilkan AI tergolong murahan dan
tidak punya kualitas. Ini wajar karena masih di tahap pengembangan, karya musik
yang dihasilkan pun tidak enak dan tak sesuai dengan telinga pendengar. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, AI akan melakukan proses Deep Learning secara
jangka panjang. Hingga akhirnya mendapatkan karya yang disukai oleh semua
pihak.
Sejarah Panjang AI di Dunia Musik
Musik mengalami perjalanan panjang selama
sejarah hidup manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern manusia punya
cara sendiri dalam mengekspresikan diri melalui musik. Berbagai alat musik pun
terus berkembang dalam menghasilkan nada dan di era modern makin banyak
instrumen modern pendukung musik.
Salah satu musik yang paling akrab dengan
unsur modern ialah musik disko (dansa), begitu banyak instrumen modern khususnya
perangkat DJ set. Mulai dikenal di klub malam di sejumlah negara Eropa dan
Amerika di era 70-an. Kini EDM jadi genre
musik yang cukup populer di kalangan masyarakat muda termasuk dalam proses
pembuatannya.
Dulunya proses pembuatannya sebuah musik elektronik
memakan waktu sangat lama khususnya proses editing di studio. Seiring dengan berjalannya, hadirlah sejumlah
aplikasi yang memudahkan para produser. Proses inilah yang membuat musik EDM
jadi begitu popular dan semua orang bisa membuatnya, tak harus memilik Digital
Audio Workstation (DAW).
Hanya butuh perangkat penunjang elektronik
seperti controller, mixer, recorder, dan tentu saja keyboard. Urusan aplikasi
sesuai dengan pilihan, apakah itu FL Studio, Logic Pro, Pro Tools, dan lainnya.
Tergantung kebiasaan DJ Produser menggunakan aplikasi yang ia bisa dan familiar
baginya.
Perubahan gaya mendengarkan musik pun berubah
dengan cepat, mungkin dahulunya piringan cakram hitam atau kaset adalah cara
mendengarkan musik. Seiring dengan perubahan zaman membuat piringan cakram
tidak digunakan lagi karena tidak praktis dan lagu yang tersimpan tergolong
sedikit. Semua beralih dari Mp3, Mp4 hingga kini ke layanan streaming
musik berbasis cloud.
Lahirlah sejumlah perusahaan kenamaan yang
begitu familiar di telinga kita seperti Spotify, Apple Music, Deezer, hingga
Joox. Perubahan ini membuat makin banyak data musik yang terdata pada Big Data.
Seorang yang memiliki selera musik akan dianalisis kegemaran genrenya dan
aplikasi musik akan merekomendasikan musik lainnya yang ia sukai.
Algoritma cerdas inilah yang kemudian terus
dikembangkan oleh manusia, dari yang hanya bisa merekomendasikan musik pada
manusia. Naik tingkat hingga bisa membuat buat musik yang sesuai dengan selera
manusia. Dalam hal ini manusia yang dimaksud adalah musisi, karena AI tidak
bisa berdiri sendiri tanpa campur tangan manusia.
AI yang saya bahas kali ini adalah AIVA (Artificial
Intelligence Virtual Artist), ia sudah dilatih cukup lama khususnya
terhadap beragam jenis musik lawas hingga yang terbaru. Sejak pertama dibentuk
di awal tahun 2016 oleh seorang insinyur sekaligus musisi, Pierre Berrau. Sudah
begitu banyak komposisi musik yang didengar oleh AIVA, ada lebih 30 ribu jenis
musik dari komposer klasik andal lintas zaman.
Bagi yang kenal seperti nama komposer kenamaan
seperti Bach, Beethoven, dan Mozart yang terkenal oleh karya klasik milik mereka. AIVA punya
kemampuan khusus dalam mengetahui berbagai pola-pola dalam komposisi musik.
Apakah itu berupa nada, ritme, progesi hingga perkusi, lalu kemudian menyusun
pola sendiri menurutnya.
AIVA punya kemampuan Deep Learning yang ia
dapatkan dalam Big Data pada databasenya, mengolahnya menjadi komposisi musik
baru. Prosesnya panjang melalui tahapan trial
and error hingga akhirnya AIVA akan tahu begitu banyak musik setelah
mempelajari beragam komposisi musik.
Algoritma yang ia miliki pun akan memilah mana
nada, ritme, progesi hingga perkusi yang menarik termasuk menghasilkan variasi
musik baru. AI bahkan mampu memainkan dengan perasaan, kepadatan nada hingga
karakter musik layaknya seorang komposer yang mampu membius pendengar musik.
AIVA dianggap cukup berhasil berkat sentuhan
tangan dingin Pierre Berrau sang penciptanya. Salah satunya melalui video
komposisi AIVA bertemakan: Si-fi yang dimainkan oleh musisi nyata dari CMG
Orchestra. Alhasil cukup menarik dan punya komposisi yang cukup baik untuk
sebuah AI. Bahkan dinobatkan sebagai komposer virtual pertama oleh Societe
des Auteurs Compositeurs et Editeurs de Musique (SACEM) yang bermarkas di
Paris, Perancis.
Melihat kemajuan tersebut, bukan hal yang
mustahil di masa depan AIVA mampu mengombinasikan data-data vokal dari penyanyi
yang telah tiada dalam bernyanyi dengan lirik lainnya. Atau bahkan membuat
komposisi musik sesuai dengan melodi yang produser tersebut buat semasa
hidupnya. Kita tidak tahu apakah itu bisa terjadi, tapi AI dengan segala sumber
dayanya seakan mencoba pada tahapan tersebut.
Kemampuan AI Sama Bagusnya Membuat Musik
Sebagai sebuah contoh yang sangat sederhana
yaitu dalam proses pembuatan musik EDM. Saya mencontohkan genre musik ini
karena saya cukup paham dan sangat era dengan aplikasi pada proses
pembuatannya.
Ada sejumlah aplikasi yang digunakan dalam
proses pembuatannya, paling popular adalah FL Studio, Ableton, atau Logic Pro.
Ada juga aplikasi lainnya tapi saya menyarankan ini karena kelebihan dan fitur
yang didapatkan. Selain itu para musisi paling banyak menggunakan ketiga
aplikasi tersebut.
Nah.. bila dipadukan dengan algoritma khusus
yang akan punya cara sendiri dalam memproses data. Itu semua masih dalam
kontrol sang musisi dan bahkan data-data yang dimiliknya. Pastinya tanpa harus
menghilangkan ciri khas sang musisi yang begitu kentara.
Apakah kita perlu merasa takut dan waswas
dengan adanya AI? Jawabannya tidak perlu. Musisi yang terus
belajar, menajamkan perasaan, dan melatih bakatnya tak perlu takut. Karena
manusia punya batas berkembang yang tidak dimiliki oleh AI.
Konsep AI hanya mampu mengembangkan
kemampuannya pada batas tertentu, bukan pada batas spesifik yang manusia punya.
Sesuai dengan jargon: setiap manusia itu unik dan berbeda, setiap perbedaan itu
mampu menghasilkan sebuah karya atau ide brilian yang tak mampu digapai oleh
teknologi sekalipun.
AI wujud jangkauan manusia pada teknologi
Menjadi musisi di era modern begitu
melelahkan, mereka bisa bekerja 7/24 setiap harinya. Salah satunya menjadi
musisi di musik EDM, genre musik yang begitu digandrungi anak muda kekinian.
Ceruk besarnya seakan membuat para produser rangkap jabatan menjadi DJ (Disk
Jockey).
Selain tampil di atas panggung utama (mainstage),
DJ Produser harus bekerja siang untuk membuat tracklist musik
miliknya dan malam harinya untuk tampil di hadapan fans. Jelas sangat memakan
banyak waktu dan menyita banyak pikiran, bahkan ada DJ Produser yang harus
depresi karena itu semua.
Hadirnya AI seakan memudahkan pekerjaan DJ
Produser, ia bisa diperintah sesuai dengan kemauannya. Kehadiran AI seakan bisa
memudahkan si produser dalam membuat musik atau menyaring tracklist sesuai
dengan keinginannya. Bahkan memerintahkan AI dalam mencari melodi, chord, dan
efek yang diinginkan.
Setelahnya tinggal bagaimana sang musisi dalam
memeriksa ulang pekerjaan yang telah dilakukan oleh AI tersebut. Apakah sudah
sesuai ataukah belum seperti yang diharapkan sang musisi. Alhasil DJ Produser
bila punya banyak waktu lainnya apakah bersama teman dan keluarga atau
mengembangkan karya lainnya. Termasuk menurunkan stres para musisi dan bahkan
meningkatkan kualitas karya lainnya.
Contoh Nyata AI Mengkomparasikan Beragam Musik
Salah satu wujud AI di dunia nyata sudah
dipraktikkan sejak dulu, dan terbaru adalah salah satu lagu penyanyi asal Amerika
Serikat Taryn Southern yang merilis sebuah album I AM AI. Tahu akan
perkembangan teknologi yang begitu cepat, Taryn pun mencoba Teknik baru dalam
proses komposisi musik dengan menggunakan AI.
Tergolong unik namun musiknya cukup enak
didengar untuk para penggemar musik elektronik meskipun masih tergolong banyak gangguan
pada aransemennya. AI yang digunakan oleh Taryn bernama Amper dengan
menggabungkan elemen musik pop dan EDM.
Menggabungkan dua genre berbeda jadi satu
warna, sesuatu yang jarang ada di dunia musik tapi AI bisa melakukannya. Semua
itu hadir dalam single di album I AM AI berjudul Break Free, bagi saya
musik ini terdengar cukup menarik dan bahkan membuktikan bisa membuat komposisi
musik setara manusia.
Apa yang dilakukan Taryn mungkin tak terlalu
terkenal oleh para publik. Namun siapa yang tak asing saat mendengar penyanyi
kondang asal Islandia, Bjork. Penyanyi dengan nama Art Pop tersebut mencoba
berkolaborasi dengan perusahaan teknologi kenamaan dunia, Microsoft.
Cara yang dilakukan Bjork Bersama Microsoft
menurut saya tergolong unik, AI akan mengandalkan tangkapan kamera yang
diletakan di lokasi live concert yaitu di atas atap hotel Sister City di
New York. Tugas AI di sini adalah mengamati proses yang Bjork lakukan saat
bernyanyi khususnya terhadap perubahan cuaca.
Lagu tersebut berjudul Korsafn yang dapat memahami perubahan cuaca dari kepadatan awan, tipe awan hingga perubahan
cuaca lainnya. Tak berhenti di situ saja, AI buatan Microsoft tersebut akan
mengamati pergerakan burung yang melintas di atas lobi Hotel Sister City.
Musik yang dihasilkan oleh AI tersebut akan
adaptasi sesuai perubahan cuaca. Artinya musik dianggap bisa melakukan deteksi
cuaca dan mengamati setiap perubahan yang ia lakukan setiap saat. Model
pengembangan AI musik dengan menggabungkan cuaca masih tergolong baru, tapi ini
bisa mengantisipasi perubahan cuaca dari mirip lagu Bjork.
Potensi Musik AI di Masa Depan
Kiprah besar AI terus berkembang pesat dan
menarik begitu banyak perusahaan besar mencobanya. AI bisa dipadukan dengan
industri musik. Ada begitu besar ceruk yang dihasilkan di industri musik dan
para pelanggan sangat menyukai hal tersebut.
Sejumlah startup menganggap ini peluang besar di masa depan karena AI bisa diimplementasikan
di semua bidang tanpa terkecuali. Memadukan AI dengan musik bukanlah hal yang
mustahil untuk dilakukan, apalagi kebutuhan musik yang sangat besar. Memang
kemampuan musik AI belum sempurna, tapi musik buatan ini bisa digunakan sebagai
musik dasar atau musik pengantar yang bebas pelanggaran hak cipta.
Ada sejumlah nama seperti AIVA, Jukedeck,
Amper Music, PopGun, Humptap, Flow Machine (Sony) hingga Magenta milik Google. Bagi
saya, yang paling ambisius adalah Magenta Project dari Google. Melalui riset
panjang yang mereka lakukan dengan tujuan mengubah seni musik berbasis AI yang
enak didengar pada masa depan.
Dari penjelasan panjang di atas dapat disimpulkan
bahwa AI musik akan terus berkembang pesat. Apakah menciptakan musik sendiri atau berkolaborasi dengan manusia. Para musisi tak
perlu takut karena kreativitas manusia tidak ada batasnya dalam berkarya. AI
hanya sebatas simulasi atau bahkan cara mudah manusia bekerja lebih efisien,
termasuk dalam berkarya di dunia musik.
Semoga saja tulisan ini memberikan pengetahuan
dan inspirasi, Have a Nice Days.
0 komentar:
Post a Comment