Tahun 2020 menjadi tahun ke-11 setelah
kemunculan Bitcoin di awal tahun 2009. Gebrakan setelahnya kini menghadirkan
beragam mata uang kripto dan perkembangan Blockchain yang sangat signifikan.
Hingga akhirnya di akhir tahun 2017, terjadi istilah On The Moon pada
BTC.
Minat orang akan tertarik dan membeli BTC dan Altcoin
lainnya meningkat, meskipun anomali itu hanya berlangsung sejenak. Secara tak
langsung mata uang kripto jadi salah satu opsi masyarakat sebagai alat
pembayaran selain uang fiat. Bahkan dianggap sebagai instrumen alternatif dalam
berinvestasi, serta konsep dasar kripto yang menggunakan Blockchain sudah
banyak diadopsikan.
Awal mulanya Bitcoin hadir pada tanggal 3
Januari 2009, pengembangnya sendiri adalah salah seorang ahli jaringan Satoshi
Nakamoto. Namun ada beberapa sumber yang mengatakan sang penemu adalah nama
fiktif yang dibuat oleh pakar IT dan geek setelah riset panjangnya
selama 2 tahun.
Buah pikir dari sejumlah ahli tersebut
berhasil mengembangkan sistem uang virtual model baru yang tidak punya ikatan
dengan siapa pun. Sehingga lahir sebuah persepsi baru dalam transaksi online
termasuk tujuannya dalam mencari keuntungan dan kepercayaan pengguna di
dalamnya.
Baca Juga: Bitcoin, Mata Uang Virtual Menjanjikan
Sifatnya yang tidak bisa diatur oleh siapa pun
baik pemerintah ataupun bank sentral menegaskan Bitcoin lebih stabil dan cukup
bermodal gadget dan koneksi internet. Bitcoin ada karena keresahan masyarakat
terhadap mata uang konvensional yang mengalami gejolak saat resesi ekonomi
dunia tak menentu pada tahun 2008 yang terjadi di USA dan Eropa.
Bagi sejumlah pakar dan geek di dunia
IT menganggap pemerintah lalai yang berakibat dengan gejolak ekonomi. Apalagi
sistem finansial yang dipenuhi orang-orang yang mencari keuntungan pribadi dan
menguntungkan pihak pemangku jabatan dan konglomerat semata. Saat ekonomi
jeblok, mereka menutup mata dan sangat berdampak buat masyarakat kecil yang
kehilangan nilai dari sebuah uang.
Bitcoin jadi juru selamat serta alternatif
bagi mereka yang tidak mempercayai pemerintah, bank pusat, dan institusi pihak
ketiga untuk menjaga nilai mata uang. Bentuk dari Bitcoin berbeda dengan mata
uang konvensional umumnya, hanya berbentuk file dengan kode rumit dan
unik di dalamnya. Bahkan kode Hash tersebut sulit diretas karena berdasarkan
kombinasi huruf dan angka yang cukup panjang.
Yuk Kenalan dengan Halving Bitcoin
Bitcoin sengaja diciptakan dengan proses
menyerupai tambang emas. Setiap
penambang harus menggunakan komputer canggih untuk bisa menguraikan matematika
kompleks, menemukan block baru dari Bitcoin. Reward sebagai apresiasi yang
didapatkan oleh pengguna adalah hadiah berupa sejumlah Bitcoin.
Halving merujuk pada pengurangan jumlah
pasokan BTC yang ada di pasar hingga separuh setiap 4 tahun sekali. Saat ini
jumlah yang ditambang sebanyak 18.377.000, jumlah tersebut makin berkurang
hingga mencapai masa akhir produksi yaitu 21 juta unit. Halving pun
terjadi saat 210.000 block berhasil ditambang oleh para miner.
Beda dengan konsep mata uang fiat yang kita
gunakan saat ini, BTC jumlah terbatas dan sudah dikunci pada block sebelum
meluncur. Bahkan jauh sebelum diluncurkan di pasar, ia sudah diatur jumlahnya
sebanyak 21 juta. Bila mata uang fiat bisa dicetak kapan saja oleh negara dan
tak jarang berdampak pada inflasi pada ekonomi sulit seperti saat ini.
Jumlah uang yang beredar jauh lebih banyak
dibandingkan dengan permintaan, inilah yang tidak terjadi di BTC dan Altcoin
lainnya. Konsep keseluruhan dari mata uang kripto layaknya emas tapi dalam
bentuk digital. Jumlahnya tidak akan bertambah bahkan akan terus naik seiring
dengan bertambahnya permintaan.
Apa itu block pada Blockchain?
Nah.. bagi yang belum tahu block adalah rantai
yang dibutuhkan dalam menambang BTC. Saat ini jumlah terus berkurang hanya ada
6,25 BTC setiap block dari sebelumnya 12,5 BTC. Proses menghasilkan block pun
berlangsung setiap 10 menit sekali dan 6 kali dalam sejam. Itu artinya ada
sebanyak 144 block yang dihasilkan sehari dengan jumlah BTC sebanyak 900 BTC.
Jauh menurun dari sebelumnya mencapai 1.800 BTC.
Awal mulanya hadiah dari setiap 1 block adalah
50 BTC, menjadi 25 BTC/block pada Halving pertama, Kemudiann pada Halving kedua dari 25 BTC/block, menjadi 12,5 BTC/block dan kini pada Halving ketiga jumlah dalam
1 block hanya 12,5 BTC menjadi hanya 6,25 BTC/block. Angka tersebut makin turun seiring dengan bertambahnya
sirkulasi Bitcoin hingga maksimal Bitcoin habis yaitu 21 juta di tahun 2140
atau sekitar 120 tahun mendatang. Dengan jumlah seperti itu tidak akan terjadi
inflasi mengingat jumlahnya yang dibatasi.
Kini Bitcoin sudah mengalami tiga kali Halving
sejak pertama kali diluncurkan di tahun 2009 pada sistem Blockchain. Jumlah
yang terus menyusut dan proses penambangan yang makin sulit sudah pasti membuat
jumlah Bitcoin semakin langka dan berharga. Diibaratkan ibarat emas yang
tertimbun di dalam sebuah tambang emas, makin lama prosesnya makin sulit bahkan
melibatkan alat-alat canggih.
Pada proses menambang virtual berbeda halnya
dengan menambang di dunia nyata, peralatan yang digunakan adalah komputer.
Jumlahnya yang makin terbatas pun membuat proses mendapatkannya jadi lebih
sulit dan pada setelah Halving ketiga makin sulit. Sudah pasti
dibutuhkan sumber daya yang optimal dalam mendapatkan BTC khususnya buat para miner.
Mengapa Halving penting dilakukan?
Halving dianggap sebagai salah satu proses
dalam dunia kripto khususnya yang jumlahnya yang terbatas. Salah satunya adalah
BTC, jumlahnya terbatas secara tak langsung mampu menekan jumlah inflasi.
Jumlahnya terbatas tersebut otomatis membuat biaya makin lebih mahal dari waktu
ke waktu.
Adanya Halving seakan mengukur kenaikan harga
dari BTC dari sebelumnya, apalagi dalam berapa tahun terakhir harga BTC
cenderung bak roller coster. Setelah sempat booming di akhir
tahun 2017, pamornya tak segemerlap dulu. Mulai dari pelarangan di sejumlah
negara hingga kasus pencurian BTC milik pengguna di sejumlah Marketplace seperti
Mt. GOX.
Setelah sebelumnya sudah melakukan proses Halving,
biasanya harga dari BTC merangkak naik. Ini pun bisa memangkas biaya dari miner
yang sering merugi. Proses Retrace (harga berbalik arah) pun siklus
tertentu dan setelah Halving sering terjadi. Seperti yang terjadi di
tahun 2013 dan 2017 atau tepatnya setelah setahun Halving.
Halving saat ini dianggap waktu yang cukup tepat karena terjadi resesi ekonomi
akibat pandemi. Harga digital aset mendadak jatuh hingga 40% karena minimnya
transaksi. Ini jadi momentum yang tepat bahwa kripto jadi alat pembayaran dan
investasi yang tepat buat penggunanya. Halving pun juga meningkatkan
kembali harga BTC yang sempat terpuruk di akhir Bulan Maret 2020.
Sebagai acuan, sebelum Halving berlangsung
harga BTC punya inflasi terhadap dolar US sebesar 3,68% setiap tahunnya. Adanya
Halving diperkirakan inflasi bisa ditekan bahkan separuhnya yaitu 1,8%.
Ini pun membuat beban para miner, investor, dan pelaku mata uang kripto
bisa nyaman dan aman dalam menyimpan asetnya tersebut. Apalagi saat kepanikan
pasar sering terjadi aksi jual.
Ada sejumlah kabar positif setelah Halving
di dua periode sebelumnya, harga BTC merangkak naik bahkan sampai 3.000%. Asumsinya saat tulisan ini ditulis harga BTC
adalah US$ 8.500. Maka nilainya bisa mencapai US$ 250.000 atau setara (Rp 3,8
miliar). Bisanya lonjakannya terjadi setahun setelahnya, bagaimana menurut
Anda?
Teknologi Mutakhir dalam Menambang BTC
Mungkin dulunya proses menambang BTC bisa menggunakan
komputer CPU dan GPU, iya mungkin itu 10 tahun silam saat BTC masih belum
berharga dan pemecahan kode tak serumit sekarang. Bermodal komputer rumahan
kalian bisa mendapatkan BTC.
Tapi tidak untuk kini, butuh komputer super
dengan metode ASIC (Application-Specific Integrated Circuit). Biaya yang
dikeluarkan sudah pasti mahal karena membutuhkan kartu grafis khusus,
pembangkit listrik khusus hingga proses perawatan komputer agar bisa
mendapatkan pundi-pundi BTC hasil tambang. Pastinya risikonya besar namun punya
keuntungan besar mengingat jumlah yang makin terbatas.
Event Halving dianggap sebagai waktu
yang cukup tepat dalam menyeleksi para miner yang punya peralatan
mutakhir. Mungkin yang peralatan sederhana begitu kasihan karena tidak
mendapatkan keuntungan besar dan bahkan butuh waktu bertahun-tahun. Bila
sebagai pembanding, komputer paling canggih saat ini saja butuh waktu puluhan
bahkan ratusan untuk bisa mendapatkan satu Block BTC.
Itu artinya hanya miner yang serius dan
bermodal besar layak berada di garda terdepan dalam proses menambang. Proses
komputasi dan pemecahan kode makin rumit, dibutuhkan miner yang
berpengalaman. Termasuk mampu menghitung biaya produksi dan laba yang
didapatkan. Sekaligus membuat miner tetap untuk, apalagi Halving
kali ini terjadi di tengah gejolak dan resesi dari pandemi.
Konsep Dasar dari Mining BTC
Bisa dikatakan para miner punya peran
besar di dunia kripto, mereka levelnya setara dengan investor. Alasannya karena
butuh sumber daya modal dan energi dalam mendapatkan BTC. Selain itu mereka
harus berhitung akan untung dan ruginya, tak jarang banyak yang rugi karena
beberapa faktor.
Misalnya saja saat BTC booming, banyak
yang bersedia menjadi miner dengan modal sendiri dengan berharap untung
besar. Saat harganya jatuh, barulah saat itu banyak miner yang mundur
teratur. Dibutuhkan edukasi dalam menjadi miner termasuk konsep dasar
yang harus dipegang teguh.
Apalagi saat harganya naik di akhir tahun 2017
silam, banyak miner yang mencoba peruntukannya di dunia kripto termasuk
menambang BTC. Setelah peristiwa Halving nantinya, ada banyak yang harus
meninggalkan Network, salah satunya peralatan tambang yang tak memadai
lagi. Itu artinya daya komputasi akan berkurang drastis, sama halnya dengan block
yang dihasilkan.
Meskipun berkurang, proses menambang jauh
lebih sulit dan menantang karena butuh peralatan yang lebih canggih. Sudah pasti
terjadi penurunan Hashrate Network Bitcoin dan juga proses konfirmasi
transaksi akan jauh lebih lama. Memang secara tak langsung setelah Halving terjadi
sedikit penurunan, ibarat seleksi alam terhadap para miner di masa
depan.
Ada konsep dasar yang diterapkan buat para miner
BTC, pertama kali adalah mengenai transaksi baru. Nantinya informasi
tersebut dikirim ke semua Node (komputer) lainnya yang ada di Network
BTC, perannya dengan membuat kontribusi untuk proses mining keseluruhan.
Informasi transaksi ini disimpan secara lokal, dan miner mendapatkan
imbalan karena menerbitkan blok transaksi ini di Blockchain.
Nah.. para miner pun menyumbangkan daya
komputasi mereka dalam menyelesaikan tantangan yang membutuhkan pemrosesan tinggi.
Hadiah yang didapat seorang miner karena berhasil menerbitkan transaksi
tergantung reward block. Apalagi setelah Halving jumlah yang
dihasilkan berkurang dan kini jadi 6,25 BTC/Block.
Sejarah Panjang Halving dan Kelanjutannya
Ada jalan panjang harus dirintis oleh BTC
hingga menjadi digital aset pertama dan paling populer di jagat kripto. Salah
satunya adalah jumlah pengguna dan kepercayaannya, ada begitu banyak digital
aset yang lahir dan sebagian besar konsepnya tidak jelas. Alhasil kurang
dipercaya oleh investor, BTC bak sebuah pengecualian dan menjadi nama pertama
yang diketahui oleh awam sekalipun.
Halving pertama dimulai pada 28 November 2012 atau hampir 4 tahun setelah BTC
pertama kali meluncur di awal tahun 2009. Harga BTC kala itu cukup murah yaitu
US$ 12, hingga akhirnya menguat dalam waktu 6 bulan hingga 1025% menjadi US$
125/BTC.
Berlanjut pada Halving kedua yang
berlangsung pada 9 Juli 2016, kala itu harga BTC berkisar di angka US$650 atau
naik cukup jauh hingga 5400% setelah Halving pertama. Memang tanda-tanda
itu terlihat jelas beberapa bulan sebelumnya, yang mana harganya dulu hanya US$380.
Puncak besarnya terjadi di akhir tahun 2017,
harganya seakan meroket tidak masuk akal hingga menyentuh US$20.000. Memang
itulah rekor dan setelah itu sulit terulang kembali. Halving yang ketiga
memberi secercah harapan. Bila mengutip pada Halving sebelumnya,
kenaikan BTC cukup mengejutkan dan bahkan membuat semua pihak yang berkecimpung
melebarkan senyumnya.
Bagaimana tidak, pasca Halving harganya
meroket naik hingga 3000%. Memang masih diragukan karena hanya merujuk pada
masa lalu. Namun bila bisa terjadi, andai saja diasumsikan saat ini harganya
adalah US$ 8.500. Maka nilainya bisa mencapai US$ 250.000 atau setara (Rp 3,8
miliar). Menakjubkan bukan?
Masa Depan Bitcoin Pasca Halving
Setelah proses Halving, ini menjadi harapan
baru buat BTC yang selama ini cenderung fluktuatif harga. Apalagi ada banyak
kasus dan stigma buruk yang melekat buat BTC selama ini. Itu belum lagi nasib miner
yang harus untung-untungan di tengah ketidakpastian tersebut. Adanya Event Halving
ibarat sebuah kabar baik sekaligus membuat BTC kembali berharga.
Pengurangan block berdampak pada daya saing,
serta Halving pun sudah masuk dalam agenda wajib yang ada pada Whitepaper
saat BTC pertama meluncur. Transaksi yang dibutuhkan jadi lebih lama dan
pasokannya jadi lebih sedikit di tambah permintaan konstan. Secara matematis
itu berdampak pada harga yang merangkak naik.
Itulah sejumlah pembahasan singkat mengenai Halving
dan peluang menarik yang BTC berikan. Bagaimana menurut Anda, tertarik berkecimpung
di dalamnya? Apakah sebagai miner atau investor, semua tergantung dengan
modal dan keberanian membaca pasar.
Semoga tulisan ini memberikan pengetahuan dan
inspirasi, Have a Nice Days.
artikel yang sangat bermanfaat, biasanya jarang sekali membaca seluruh artikel, tapi kali ini saya terpaksa harus membaca seluruh artikel ini karena isinya menarik
ReplyDelete