Selama ini sangat sulit menyaksikan konser
musik apa pun itu. Bila dulunya terhalang dengan jarak dan biaya tiket yang
begitu mahal. Kini makin sulit karena pandemi, para musisi harus rela duduk
manis di rumah, membatalkan puluhan konser hingga dunia kembali kondusif.
Selama ini konser terkenal dengan harga yang
tak masuk akal, hanya bisa berkantong tebal bisa ke sana. Apalagi konser
tertentu, untuk di Indonesia hanya ada di kota besar dan jumlah terbatas. Nah..
bisa dikatakan pandemi membuat sebagai orang yang belum kesampaian datang
menyaksikan konser virtual dari balik gadget mereka.
Tak ada lagi batasan jumlah tiket dan bahkan
gratis bermodalkan koneksi. Memanglah ini jadi mimpi buruk bagi begitu banyak musisi.
Pendapatan besar dari konser mendadak menghilang dan membuat mereka harus berhemat
hingga kondisi kondusif.
Mungkin bagi musisi papan atas merasa aman
saja, karena punya royalti, fans yang besar hingga kanal Youtube dan sosial
media yang begitu potensial dalam menggaet fans. Beda halnya dengan musisi
tanggung, nasibnya luntang lantung semenjak pandemi, mau tak mau harus berhemat
besar bila bisa ingin bertahan di ekonomi yang sulit ini.
Apa salahnya, kinilah kesempatan berbagi dan
menghibur begitu banyak manusia yang butuh hiburan dari rumah. Karya barunya
yang dulu harus didengarkan langsung dari konser kini bisa didengar secara
cuma-cuma di platform seperti Youtube. Sekaligus mempromosikan, ide konser dari
rumah tidaklah buruk malah makin inovatif dari hari ke hari.
Terpuruknya Dunia Hiburan ke Titik Nadir
Pandemi membuat banyak pekerja dunia kreatif
dan hiburan harus kehilangan pemasukan. Uang yang selama ini hadir seperti
konser harus terpangkas habis. Para EO pun harus kehilangan banyak penonton
dari berbagai daerah dan dunia, mereka semua hanya bisa berdiam diri dari
rumah. Karena setiap langkah keluar dari rumah, virus bisa mengancam siapa
saja.
Semua konser di dunia dibatalkan, artinya ada
banyak musisi dan produser yang kehilangan sumber pekerjaan. Mereka harus
memutar otak agar dalam bisa berkarya, sialnya pendapatan paling besar pastinya
dari konser selain pemasukan lainnya.
Ini membuat semua pihak berpikir keras mencari
solusi, apalagi di tengah pandemi hiburan tetaplah prioritas. Menyaksikan video
klip atau musik dari Spotify saja tidaklah cukup. Chemistry yang
dihasilkan sangat berbeda. Apalagi sudah berapa bulan di rumah, hiburan di luar
begitu menggoda.
Para penyelenggara dunia hiburan pun
kesulitan, mulai dari izin yang sulit, memastikan semua krunya aman hingga
mengontrak musisi untuk bisa tampil kembali. Segala kemungkinan terburuk bisa
terjadi karena virus yang tak terlihat bahkan menghasilkan pandemi lanjutan di
kemudian hari.
Pandemi Memberikan Jeda buat Para Musisi
Selama ini musisi kewalahan minta ampun,
permintaan konser di belahan dunia membuat mereka sulit menarik nafas. Jarak
yang ditempuh pun tak masuk akal hingga kadang ia tidak tahu berada di mana.
Pandemi seakan membuat musisi harus duduk di rumah, sesuatu yang begitu
diidam-idamkan. Mungkin dalam setahun hanya seminggu saja di rumah sebelum
jadwal gila datang.
Secara tak langsung ini mengurangi stres para
musisi, bahkan mereka harus jetlag akibat perjalanan jauh dan berdampak
pada kesehatan serta mental. Bahkan membuat mereka aman dari virus karena harus
bertemu banyak orang di berbagai tempat di dunia.
Ada aura yang kurang, karena konser langsung ada banyak interaksi dan
pastinya lebih ada unsur hipnosis. Konser mungkin ibarat ikatan antara musisi
dengan fans, hanya saja tahun ini tahun yang begitu suram untuk dunia festival.
Bahkan konser jadi media promosi gratis memperkenalkan single terbaru.
Baca Juga: AI dan Gebrakan Besarnya di Dunia Musik
Semua harus disikapi dengan positif, selama
ini banyak yang mengeluhkan waktu berkarya yang tergerus oleh kesibukan di luar
rumah dan studio. Kini segala alasan itu dikesampingkan karena musisi dengan
leluasa menghasilkan begitu banyak karya dari rumah. Bertemu dan bercengkerama
dengan orang terdekat yang begitu mahal dan langka.
Mungkin yang agak sulit adalah melakukan
kolaborasi dan merekam lagu. Ini mengharuskan pertemuan langsung. Tapi itu bisa
diakali dengan berbagai aplikasi video konferensi yang banyak digunakan kini.
Bukan hanya sebatas berkomunikasi saja tapi dengan video konferensi para musisi
bisa membuat musik dari jarak jauh. Teknologi seakan jadi salah satu juru
selamat manusia untuk tetap berkarya.
Menyaksikan Kolaborasi Musik Jarak Jauh
Bila mungkin kita sudah jenuh dan bosan dengan
beragam Webinar dan kelas online. Sudah pasti berjalan membosankan meskipun
kaya akan ilmu. Sudah kodratnya manusia membutuhkan hiburan berkualitas secara
langsung salah satunya konser virtual.
Musisi punya ide mulai dari konser solo hingga
konser kolaborasi jarak jauh. Konser solo sudah pastinya berlangsung secara
live tanpa proses editing sedangkan konser kolaborasi butuh sedikit editing
agar terkesan lebih baik. Karena masalah koneksi bisa saja membuyarkan
semuanya.
Salah satunya yang dilakukan oleh Clean Bandit,
grup musik asal Britania Raya. Mereka terkenal dengan grup band yang mengajak
kolaborasi sejumlah musisi ternama dunia dari mana pun. Meskipun terpisah jauh,
salah satu caranya adalah dengan membuat tajuk konser virtual.
Memang terdengar aneh, bagaimana cara
membangun chemistry dari jarak jauh dan bahkan bisa padu. Bahkan
disaksikan langsung secara langsung oleh berbagai penggemarnya di berbagai
belahan dunia. Namun bukan masalah, bahkan dianggap cukup sukses. Kolaborasi menggunakan
aplikasi telekonferensi berhasil. Musisi puas dan penonton senang berhasil
dipertemukan dengan idolanya secara virtual.
Modal yang dibutuhkan dalam Konser Virtual
cukup mudah. Memberikan sesuatu yang baru yaitu fleksibilitas. Sama halnya
dengan video konferensi para DJ produser dalam melakukan siaran langsung dari
berbagai platform. Paling populer adalah dengan menggunakan Instagram dan
Youtube.
Agar lebih hidup, ada banyak kamera dalam
mereka dan melibatkan sejumlah pengambil video. Kesan seperti live concert terasa
lebih hidup. Ada banyak proses shooting yang diambil dalam satu waktu
dan dilakukan secara langsung. Serta para penggemar dapat berkomentar sehingga
suasana terasa lebih hidup.
Ada begitu banyak musisi yang mereka kadang
terpisah antar personil. Aplikasi virtual konferensi seakan menggabungkan
semuanya. Seorang penyanyi bisa terus menyanyi dan para pemain musik juga bisa
memainkan alat musiknya. Memang sedikit awkward, tapi ini terasa asyik
bila sudah terbiasa. Mungkin gangguan terbesar hanyalah koneksi internet yang
harus ngebut.
Platform Media Sharing, Penghubung Antar
Musisi dan Fans
Selama ini musisi dan fans dihubungkan secara
emosional dengan konser, untuk level musisi dunia ada berbagai konser di
belahan dunia. Mereka harus menyesuaikan jadwal konser yang padat untuk bisa
menjumpai setiap fansnya, apakah itu bernyanyi atau memainkan alat musik.
Hanya saja konser memberikan sebuah batasan bagi
sebagian fans. Persoalan seperti harus kehabisan tiket atau bahkan jarak yang
terlalu jauh. Konser memang sering dilakukan di kota besar, fans yang ada di
kota kecil harus mengurut dada.
Adanya platform media sharing seperti Youtube
seakan menjadi penghubung. Era saat ini Youtube jadi media paling tepat dalam
berbagai termasuk konser virtual. Bila dulunya harus menempuh jarak jauh agar
tiba ke lokasi dan bagi fans harus membayar begitu mahal. Kini cukup di depan
gadget masing-masing sembari memanaskan kopi dan duduk manis di sofa sambil
rebahan sudah bisa menyaksikan konser virtual idola secara live.`
Tak ada batasan tiket yang sebelumnya jadi
patokan, apakah itu di kelas VIP atau ekonomi, semua terasa sama rata di media
platform. Paling yang membedakan hanyalah koneksi internet dalam menghasilkan streaming
konser jadi lebih smooth.
Konser virtual juga membuat jarak bukan
masalah dari menghubungkan emosi musisi dan fans dalam sebuah platform. Memang
tidak sepenuhnya menarik, tapi ini cara paling aman kala pandemi saat ini. Ada
begitu banyak negara di dunia yang masih terdampak dan dari setiap negara ada
fans yang rindu melihat aksi dan karya si musisi. Kini semua berhasil terjawab
rasa dahaga dengan platform media sharing.
Konser Virtual Sembari Berdonasi
Musisi punya ikatan kuat dengan fans, jangan
heran album terbaru, tiket menonton, hingga suvenir idolanya tetap dibeli meski
harga selangit. Kedekatan ini tak jarang membuat musisi melakukan terobosan
yang sifatnya berdonasi. Saat ini sangat tidak etis mencari keuntungan, saat
banyak yang harus bertarung dengan virus dan bertahan hidup akibat kelaparan.
Ada banyak menjadi korban dalam pandemi kali
ini, itu belum lagi yang harus kehilangan pekerjaan. Para medis yang berjuang
di ganda terdepan. Sudah pasti musisi hanya bisa memberikan bantuan moral dan
moril. Fans yang banyak tersebar di seluruh dunia menjadi landasan kuat, ada
banyak yang rela berdonasi saat melakukan konser digital.
Salah satunya melalui yayasan amal atau
melalui layanan Youtube, itu karena ada begitu banyak pekerja industri musik
yang harus kehilangan pekerjaan saat pandemi. Mungkin yang terbiasa menonton
konser pasti tahu, ada banyak orang yang terlibat di belakang layar dalam
kesuksesan sebuah konser. Kini mereka semua harus dirumahkan dalam waktu lama.
Bahkan dalam waktu dekat sangat sulit ada konser seperti serupa hingga vaksin
berhasil ditemukan.
Donasi yang bisa disumbangkan langsung pun
tidak dipatok seperti halnya tiket dan album. Semua bisa diberikan secara cuma-cuma
kepada yang membutuhkan. Ada batasan donasi tertentu yang nantinya
disumbangkan. Toh itu bukan masalah buat musisi, bahkan tak jarang melebihi
ekspektasi.
Nasib Konser setelah Pandemi Berakhir dan Ide
Cerdas Mewujudkannya Kembali
Sejumlah bisnis akan mengalami masa sulit di
tahun ini dan beberapa tahun belakang. Bahkan kondisi tidak lagi sama, ada
sejumlah protokol kesehatan yang harus dipatuhi. Bila tidak, konser akan
dibatalkan oleh pemerintah. Siapa yang mau di negara dari sebuah konser
menghasilkan korban yang terpapar.
Selama vaksin belum ditemukan, segala ancaman
tersebut begitu nyata. Semua konser pastinya melibatkan banyak bisnis. Mulai
dari travel, penginapan/hotel, mall hingga booth berbagai makanan dan
minuman. Bahkan di sejumlah negara menjadi konser sebagai devisa yang cukup
besar, tapi itu semua tidak bisa dilaksanakan. Bila pun ngotot dilaksanakan,
peminat akan berpikir puluhan kali untuk ke sana dengan rasa waswas.
Hiburan mungkin jadi pelipur lara dan
penghilangan rasa jenuh. Selama pandemi berlangsung dunia hiburan seakan
kehilangan nadinya. Dunia hiburan sangat identik dengan keramaian, sudah pasti
tidak sesuai dengan dalam konsep jaga jarak sesuai dengan protokol kesehatan.
Bagi negara yang kasusnya mulai mereda dan
kurva COVID-19 mulai melandai. Kini mereka sudah mulai membuka akses dari lockdown
dan masyarakat diberikan akses namun harus mematuhi protokol kesehatan. Masyarakat
mulai bisa beraktivitas normal meski dengan batasan tertentu salah satunya
dunia hiburan. Mungkin konser virtual terlihat tidak memberikan hipnosis yang
cukup buat penggemarnya.
Para EO melihat peluang ini setelah sekian lama
vakum, konsep yang ditawarkan berbeda dan menyesuaikan dengan protokol kesehatan.
Ide yang tercetus adalah dengan menerapkan konsep Drive-Thru Concert. Para penonton konser hadiri ke lokasi konser
menggunakan mobilnya masing-masing dan setiap kendaraan punya jarak layaknya
parkiran kendaraan.
Memang jumlah tak sebanyak konser umumnya,
akan tetapi para pengunjung bisa merasakan sensasi baru dalam menyaksikan
konser. Tak ada aksi jingkrak-jingkrak karena terbatas di dalam mobil, tapi
pengunjung bisa merasakan kembali konser outdoor yang hidup seperti
dulu.
Para musisi yang mengisi panggung datang dari
musisi lokal, itu wajar karena banyak musisi atau DJ yang tidak bisa melakukan
perjalanan ke luar negeri. Semuanya harus menjalankan protokol kesehatan yang
ketat seperti tes Swab sebelum tampil ke atas panggung. Bahkan musisi harus memakai masker pelindung dan menjaga jarak dengan anggota lainnya.
Para penonton juga melakukan hal serupa yaitu
dimulai dari memasuki lokasi konser atau bioskop outdoor. Seperti proses
pengecekan suhu tubuh dan Swab melibatkan petugas kesehatan setempat. Hingga
berbaris rapi layaknya pelataran parkir mall. Hingga akhirnya idola mereka
keluar dari balik panggung, memainkan musik favorit kalian.
Konsep ini seperti akan populer hingga vaksin berhasil
ditemukan, memang tidak seleluasa konser sebelumnya. Minimal bisa mengobati
rasa rindu dari para penggemar. Terlalu lama di rumah kini bisa merasakan
sedikit hiburan, lagi pemerintah sudah memberikan lampu hijau sehingga EO bisa
melaksanakan Drive-Thru Concert atau bahkan disulap jadi Drive-thru Bioskop dadakan.
Bahkan akan jadi sebuah tradisi baru dalam
menyaksikan konser atau bahkan menonton bioskop. Ini semua karena cara paling
aman dan mengurangi sentuhan dan interaksi dengan orang tak dikenal. Untuk
penonton yang ada di belakang, agar tetap bisa melihat idolanya. Terdapat layar
LED besar, sehingga terlihat jelas. speaker pun terletak di setiap sudut konser
hingga menghasilkan suara yang sama besar.
Bahkan sejumlah desain ini membuat kostum
khusus yang digunakan untuk konser. Pengguna tidak gerah atau kekurangan oksigen karena sudah didesain khusus. Bentuknya menyerupai APD dikhususkan dengan
Rave Party, andai saja konser kembali dilaksanakan. Ini membuat pengguna tidak
perlu menjaga jarak dan tentunya merasakan konser dengan cara berbeda.
Meskipun harganya mahal dan belum ada konser resmi
setelah saat ini, cara ini dianggap terobosan baru. Harga bukanlah masalah
khususnya untuk proteksikan diri dari ancaman virus. Toh... semua itu terbalas
dengan penampilan idola yang tampil di atas panggung.
Itulah yang terjadi untuk saat ini, tapi semua
pihak mencari cara karena semua butuh hiburan. Faktor kesehatan memanglah yang
paling utama, hanya saja saat semuanya sudah berlalu saat memikirkan cara.
Membangun kehidupan, ekonomi, dan tentu saja menciptakan kembali hiburan. Semua
itu membuat manusia kembali bergairah menjalani hidup baru berwujud New Normal.
Semoga saja tulisan ini menginspirasi dan Have
a Nice Days...
0 komentar:
Post a Comment