Kehadiran konsol Playstation 5 akhir tahun ini seakan membuat para
gamer begitu euforia. Belum lagi para pesaingnya Xbox dan Nintendo juga
mengeluarkan produk andalannya. Membuat gamer bisa memilih konsol pilihannya.
Dunia PC gaming serupa, saat anjuran Work from Home
diberlakukan. Ada begitu banyak konsumen laptop bersaing menciptakan produk
andalannya. Serbuan ini bisa dikatakan mengapa dunia konsol dan PC gaming masih
sangat digdaya.
Para gamer merasa membeli perangkat terbaru atau melakukan
upgrade sudah jadi tradisi wajib. Hingga akhirnya produsen memperkenalkan
cara baru bermain game secara cloud bermodal perangkat seadanya.
Istilah ini dikenal dengan cloud gaming, terdengar masih
begitu asing. Mungkin saat ini hanya ada tiga skema bermain game: Konsol, PC
gaming, dan tentu saja mobile gaming.
Cloud gaming seakan menggabungkan semua perangkat tadi. Bermodal internet dan
tentu saja cloud sebagai penyimpanannya. Alhasil tidak perlu upgrade atau
beli perangkat baru lagi, para gamer pasti kegirangan.
Ini semakin nyata terwujud meskipun dianggap permasalahan terbesar
datang dari kualitas internet di belahan dunia belum stabil. Cloud gaming
punya potensi besar di masa depan dan jadi cara bermain praktis.
Sejarah Panjang Cloud Gaming
Awal milenium sudah ditandai dengan hadirnya game cloud,
saat konsol sedang begitu berjaya. G-Cluster sudah mendemonstrasikan konsep
cloud gaming kala itu di salah satu ajang Electronic Entertainment Expo
tahun 2000.
Hanya saja minat tersebut kurang menarik gamer, karena visi
tersebut terlalu jauh. Konsol dan PC gaming dianggap sedang merajalela. Berbeda
dengan cloud gaming yang mengandalkan internet akses tanpa batas.
Model tersebut nyata menarik minat dari pengembang game Cyrek dan
mulai mencoba cara tersebut lima tahun berselang. Tapi setelah percobaan selama
dua tahun, hasilnya nihil. Alasan utama butuh perangkat yang sesuai pendukung cloud
gaming.
Tapi yang cukup berhasil hanyalah OnLive, pada tahun 2010 berhasil
diperkenalkan pada publik. Mereka menawarkan game berserta microconsole
pendukung bermain. Hanya saja selama beberapa tahun penjualannya kurang
memuaskan.
Sony melihat ini peluang besar dan membeli sejumlah paten OnLive.
Pergerakan ini bisa dikatakan awal Sony menyiapkan generasi game di masa depan,
saat konsol andalan mereka mulai meredup.
Sony tak sendirian karena ada banyak pesaingnya yang menyiapkan
rencana serupa. Ada GeForce Now bersama NVIDIA sudah menyiapkan cloud gaming
streaming di tahun 2015.
Ada juga NVIDIA GRID yang punya target pengguna khusus dalam cloud
gaming milik mereka. Khususnya urusan proses grafik dan video encoding
dalam satu perangkat yang berbasis video gaming streaming.
Lalu mengekor juga Google dengan Project Stream dan Microsoft
melalui Project X-Cloud di tahun 2018. Artinya tinggal menunggu infrastruktur
yang tepat sampai akhirnya cloud gaming berjalan dengan optimal.
Saat ini ada banyak cloud gaming yang menawarkan game
terbaik, meskipun belum begitu populer. Ada Playstation Now, Google Stadia,
Shadow, GeForce Now, Project X-Cloud hingga Vortex.
Yuk Kenalan Cloud Gaming Lebih Jauh
Buat yang masih bingung dan penasaran, cloud gaming atau game
streaming punya istilah yang sama. Keduanya berjalan secara mandiri dengan
mengandalkan cloud dan server pusat.
Pengguna tidak perlu lagi mengunduh game yang diinginkan pada perangkat
miliknya, cukup masuk atau terhubung ke server pusat dengan internet untuk bisa
bermain.
Tak perlu menginstal lagi software atau kaset game agar bisa
bermain. Sesuatu yang memenuhi memori dan menambah biaya pengeluaran dari
setiap kali membeli kaset.
Analogi sederhananya seperti menonton, bila dulunya kita harus beli
DVD untuk bisa menonton di TV. Kini cukup dengan streaming sudah bisa
menonton video yang diinginkan kapan pun, bermodal internet.
Cara inilah yang coba diadopsikan dalam bermain game. Pada game
streaming yang dimainkan saat ini masih mengharuskan install atau
beli kaset agar bisa bermain. Meskipun setelahnya kita bermain secara online.
Imbasnya yang bekerja berat adalah server penyedia dan tentu saja
internet. Perangkat hanya menerima saja, ia tidak butuh lagi kemampuan grafis
atau performa CPU GPU tangguh.
Semuanya kan cukup dijalankan secara internet, paling yang sangat
dibutuhkan adalah internet ngebut. Selain itu perangkat agar gambar baik dan
proses latency kecil adalah pendukung komputasi dan layar.
Sifatnya yang fleksibel membuat perangkat apa pun bisa untuk
bermain game terbaru. Bahkan lebih adaptif tanpa harus memikirkan FPS. Bermodal
gamepad buat konsol, atau keyboard serta mouse untuk PC kalian.
Lalu muncul pertanyaan, bagaimana cloud gaming bekerja?
Konsepnya gaming on demand, alhasil pengguna tidak perlu
lagi berharap banyak pada DVD atau Blue-ray buat bermain game.
Bahkan penyimpanan seperti hardisk atau SSD tidak terlalu
dibutuhkan lagi. Semuanya sudah tersimpan di dalam cloud, kita hanya
butuh device untuk bermain game yang diinginkan.
Saat gamer
masuk ke dalam server, perusahaan layanan akan menyesuaikan menjalankan game
sesuai dengan akunnya. Prosesnya sama seperti kita punya akun Youtube, Spotify,
atau bahkan Netflix tapi dalam wujud game.
Kemudian gamer hanya butuh perangkat apa yang ingin ia gunakan
dalam bermain. Bisa itu ponsel, TV, laptop atau gaming desktop. Semuanya
mendukung, tergantung resolusi layar perangkat yang dimiliki.
Alhasil ini membuat gaming jadi lebih murah dan pengalaman yang
hampir sama. Tak perlu mengeluarkan banyak uang, tapi bisa merasakan pengalaman
terbaik. Paling yang berbeda adalah biaya yang dikeluarkan, karena ini bisa
jadi cara pengembang mendapatkan uang.
Para gamer paling nantinya harus punya akun cloud gaming dan
berlangganan sejumlah game. Salah satunya di Steam dan Epic Games Store, dan
berbagai penyedia lainnya.
Para gamer hanya cukup diberikan software installer yang
terpasang di perangkat miliknya. Ibarat aplikasi atau mungkin serupa browser.
Tak memakan tempat di perangkat karena semua terhubung ke internet.
Sisi Unggul dan Cela dari Cloud Gaming
Ada banyak sisi menarik andai saja cloud gaming berhasil
diwujudkan dan gamer beralih ke arah sana. Tak ada lagi istilah harus upgrade
PC atau konsol pada generasi terbaru.
Segala pengolahan berada di cloud, bukan lagi pada perangkat keras,
Tak perlu lagi mendewakan CPU, GPU atau memori utama, hanya bermodal streaming
box tahu controller yang bisa menjangkau semua gamer.
Selain itu bisa multi device, artinya tidak terpaku pada
satu perangkat saja. Bila saja bermain game di konsol saat di rumah. Kemudian
saat di luar rumah bisa bermain melalui laptop atau bahkan ponsel.
Proses switch-nya sangat gampang, harus bermodal akun cloud
gaming, jadi lebih instan dan mudah dimainkan di mana saja. Ada Wi-Fi
gratisan, tinggal main, yang penting jangan nge-lag.
Selain itu yang menarik ada proses game yang tak perlu upgrade,
saat masuk jaringan server. Pengguna langsung bisa merasakan update gaming.
Tidak perlu menunggu rilis, ini bagian yang cukup dirisaukan gamer, cloud
gaming memberikan cara berbeda.
Cloud gaming punya cela, memang dianggap merevolusi cara gamer bermain game.
Hanya saja bukan solusi yang baik untuk saat ini. Proses yang paling menyedot
adalah koneksi internet super kencang agar game berjalan lancar.
Masalahnya adalah proses streaming game butuh minimal 20
Mbps untuk resolusi Full HD dengan frame rate 60 fps. Itu batas minimal,
sesuatu yang dilakukan saat ini. Justru notabennya mabar bareng teman yang
menyedot banyak bandwidth.
Alhasil harus main di rumah dan itu seakan menghilangkan bersamaan,
mengingat gamer doyan mabar. Itu baru full HD, bisa grafis 4k butuh 35 Mbps dan
menghabiskan kouta hingga 25GB dalam sejam. Berat buat tagihan internet
pastinya.
Memang kelebihan cloud gaming adalah menyesuaikan kualitas
internet. Sama halnya saat kita buka Youtube dengan pengaturan auto. Kualitas
internet akan menyesuaikan dengan kekuatan internet di lokasimu.
Ini pengaruh besar pada latency yang buruk dan jauh dari router
sebagai penghantar koneksi internet. Belum lagi faktor cuaca, geografis,
dan gangguan penyedia yang sering terjadi. Siap-siap saja harus gigit jari.
Saat bermain game jelas ini sangat mengganggu, ada pada peristiwa
tertentu yang mengharuskan kualitas bagus. Misalnya saat proses menembak dan
membidik lawan, saat resolusi menjadi buram berakibat target lolos.
Faktor terakhir adalah respons yang lambat, ini hal wajar karena
proses latency yang lama dari server utama ke controller. Itu
sama seperti kita menonton streaming, ada pada bagian tertentu kita
kehilangan moment akibat lantency.
Beda halnya dengan bermain langsung di perangkat konsol, PC, dan
ponsel. Pengguna tidak merasakan tersebut. Semuanya terasa smooth dan
terjadi secara real-time.
Sisi baiknya adalah biaya yang dikeluarkan lebih hemat dibandingkan
membeli konsol atau membangun PC gaming yang kini harganya puluhan juta.
Nasib buruk pastinya akan berpengaruh pada chipset dan
perangkat gaming bertenaga. Para produsen jelas tidak mau rugi, setelah
melakukan banyak riset buat mengeluarkan produk mereka.
Bisa saja mereka kehilangan banyak konsumen saat cloud gaming
datang. Caranya adalah tidak mengembangkan dulu, melihat saat kondisi sudah
layak. Buktinya banyak produsen teknologi yang sudah mempersiapkan cloud
gaming andalannya.
So... tinggal memilih mana yang terbaik menurutmu, karena belum
jadi tren baru. Cloud gaming punya peluang menarik di masa depan. Tak
masalah coba-coba dulu sekarang.
Internet 5G Menjawab Cloud Gaming
Kebutuhan internet makin hari makin besar, manusia malah makin
rakus akan bandwidth. Itu wajar mengingat hampir semua sendi kehidupan
sudah terkoneksi dengan internet.
Dampak
yang ditimbulkan dari 5G begitu luas dan akan merevolusi beragam perangkat mobile. Bukan hanya menghubungkan 6
hingga 7 miliar orang saja. Namun menghubungkan dengan puluhan miliar benda di
sekitar manusia.
Bila dulunya orang awam skeptis dan menganggap bahwa: Untuk
apa internet cepat, paling hanya digunakan untuk browsing dan streaming
semata. Sekarang seakan terjawab semua termasuk akan kebutuhan gaming.
Lalu
konsep internet bukan hanya sebatas browsing
dan menonton film via streaming semata.
Ada banyak akses yang diharapkan dari lahirnya teknologi 5G.
Di
dalam teknologi 5G seakan mampu menyambung dunia tanpa batas. Mulai dari akses informasi,
komunikasi, dan hiburan dari dimensi baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Sebut
saja proses komputasi berbasis cloud, mapping, smart home
berbasis IoT, hingga Autonom Car yang mengetahui data trafik hingga
keadaan sekitarnya dan penerapan Virtual
Reality.
Paling
menarik tentu saja cloud gaming, tanpa 5G rasanya masih sulit dan jauh
membayangkan kita bermain game mengandalkan server. Kecepatan hingga 10Gbps
seakan buat segala game bisa berjalan optimal.
Sejumlah
negara sudah membangun infrastruktur tersebut, hanya saja di Indonesia masih
jauh panggang dari api. Luasnya jangkauan dan belum stabil jaringan membuat hal
itu tidak terjadi dalam waktu dekat.
Kabar
baiknya adalah sudah siapnya jaringan Palapa Ring yang menjangkau nusantara sepanjang 12.148
km Terbagi dalam tiga regional yaitu barat, tengah, dan timur yang terbentang
di daratan dan dasar laut.
Bila itu sudah ada, harapan 5G masuk ke tanah air segara
terealisasi. Otomatis ini berpengaruh pada kualitas internet yang baik. Tak
heran berbagai penyedia cloud gaming akan kebanjiran pengguna dari tanah
air.
Benarkan Cloud Gaming adalah Masa Depan Game?
Bila dipikirkan dalam waktu dekat sepertinya tidak, tapi buat
jangka panjang bisa saya katakan ia. Untung membuat gamer hijrah butuh waktu
panjang, mulai dari penyedia layanan, perangkat, dukungan internet hingga tentu
saja tren.
Saat ini yang paling mendukung baru layanan saja, sedang yang
lainnya masih belum cukup siap melakukan switch. Memang terdengar
menjanjikan, tapi masih banyak yang skeptis terhadap cloud gaming.
Bahkan produsen seakan menghambat perkembangan ini, ini berdampak
pada tidak lakunya produk mereka. Alhasil pengembangannya terus dilakukan,
misalnya strategi membatasi regional wilayah (negara).
Contoh
sederhananya adalah pembatasan cloud gaming di sejumlah negara dengan
alasan koneksi internet tak stabil. PlaystationNow hanya menjangkau 19 negara,
kemudian GeForce Now hanya bisa diakses di Amerika, Kanada, dan sejumlah negara
Eropa.
Lalu
Sony yang membeli hak cipta OnLive saja masih menutup rapat teknologi tersebut,
untuk disempurnakan dan diluncurkan saat sudah cukup layak.
Sony
punya nama besar di bisnis game, memudahkan membangun layanan cloud
khusus buat para gamer konsol. Adopsi teknologi yang lengkap dari OnLive jadi
alasan dan tentu saja sudah banyak platform gaming on demand yang mau
bekerja sama dengan Sony.
Kemudian
yang paling ambisius menurut saya adalah Google dan Microsoft, selaku pemegang
kuasa di mobile dan PC saat ini. Keduanya menggarap masing-masing proyek dengan
sangat.
Google
dengan Google Stadia-nya bisa dimainkan di browser milik mereka, Google Chrome.
Sedangkan Microsoft dengan andalannya Project X-Cloud.
Terakhir
tentu saja pembuat GPU ternama, NVIDIA punya proyek yang diberi nama dengan
Project Shield. Membuat ia bisa memainkan game berbasis android pada berbagai
perangkat secara fleksibel.
Secercah
harapan yang dianggap menjanjikan tentu saja teknologi cloud sudah dimanfaatkan
oleh sejumlah platform distribusi seperti Steam, Uplay, dan EA Origin sebagai cloud
save.
Hanya
saja harganya tergolong mahal, beda dengan layanan cloud seperti musik
dan video yang sering kita konsumsi. Memang punya kepraktisan yang tidak
dimiliki oleh perangkat gaming saat ini.
Sebagai
contoh adalah Google Stadia yang menawarkan bermain game seperti membuka Youtube.
Memudahkan memang, tapi gamer hardcore seperti kurang menilik hal
tersebut.
Peran
utamanya yang menurut saya terasa berharga adalah memastikan gamer menyimpan
game dengan aman. Kejadian tidak diinginkan seperti perangkat rusak atau hilang
dicuri bisa diantisipasi secara cloud.
Ini
tidak menghilangkan jalan level game yang susah payah dimainkan, apalagi game
sudah dianggap aset berharga bagi para gamer. Siapa sih yang mau ulang dari
pertama lagi dan cloud gaming jadi jawabannya.
Melihat
sepak terjangnya kini, cloud gaming punya kesempatan besar di masa
depan. Untuk saat ini saya rasa butuh banyak pengembangan dan mempersiapkan
infrastruktur yang menjangkau semua gamer dunia.
Memang
saat ini ada banyak yang skeptis, saat segalanya sudah optimal. Semua gamer
bisa menerimanya. Sama saat konsol, PC dan mobile gaming pertama kali
hadir. Awalnya skeptis tapi kini semuanya ketagihan.
Semoga
tulisan ini memberikan inspirasi dan pengetahuan. Akhir kata Have a Nice Days.
0 komentar:
Post a Comment