Eksistensi masyarakat adat mulai tergerus oleh zaman, jumlahnya terus mengerucut akibat besarnya globalisasi. Perlahan eksistensinya memudar, wilayah hilang sejengkal demi sejengkal. Menyisakan kenangan yang dulunya lahan milik masyarakat adat.
Kasus masyarakat adat jadi perhatian khusus, karena jumlah
yang cukup besar di tanah air. Permasalahan yang paling sering dihadapi tentunya
ada banyak gangguan yang membuat jumlah masyarakat terus menyusut dari tahun ke
tahun.
Masyarakat adat yang biasanya hidup di pedalaman dan jauh
dari akses teknologi informasi. Kini mulai tergerus sedikit demi sedikit. Sebagai
catatan, ada sekitar 70 juta Masyarakat Adat yang terbagi menjadi 2.371
komunitas adat tersebar di 31 provinsi Tanah Air.
Adapun sebaran Komunitas Adat terbanyak berada di
Kalimantan dengan jumlah mencapai 772 Komunitas Adat dan Sulawesi sebanyak 664
Komunitas Adat. Adapun di Sumatera mencapai 392 Komunitas Adat, Bali dan Nusa
Tenggara 253 Komunitas Adat, Maluku 176 Komunitas Adat, Papua 59 Komunitas Adat
dan Jawa 55 Komunitas Adat.
Jumlah masyarakat adat yang besar dan tersebar di
sejumlah wilayah ini harus dilestarikan, karena ada banyak ragam budaya, bahasa,
kerajinan tangan hingga hasil alam yang mereka hasilkan. Melalui sepak terjang
kita dan kepedulian pada mereka.
Mengenal Masyarakat Adat Lebih Jauh
Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun, yang memiliki kedaulatan atas tanah, kekayaan alam serta kehidupan sosial budaya yang diatur oleh Hukum Adat dan Lembaga Adat.
Masyarakat adat seperti yang kita tahu merupakan kesatuan
masyarakat serta para anggota masyarakat tersebut telah secara turun temurun
hidup pada suatu wilayah tertentu dan telah terikat dengan nilai-nilai budaya,
perilaku dan adat istiadat wilayahnya.
Sistem kehidupan masyarakat adat pun terbilang
tradisional mayoritas masyarakat masih mengandalkan sumber daya alam sebagai
sumber mata pencaharian utama seperti bertani, berternak, berkebun atau
berladang. Sistem ini membuat mereka bisa bertahan dalam kerasnya zaman
dan globalisasi sekali pun.
Tahun 2020 jadi bukti nyata, masa pandemi yang
berlangsung hampir 2 tahun lamanya. Membuat masyarakat global yang terbiasa
dengan interaksi kesusahan. Khususnya akses logistik dan ketahanan pangan.
Pendapatan yang bergantung dari aktivitas di luar rumah
terganggu, sedangkan masyarakat adat yang hidup dengan mengandalkan alam bisa
bertahan di masa krisis. Contoh nyata adalah Suku Baduy Dalam menunjang
ketahanan pangan masyarakat Baduy menyimpan padi gabah kering hasil berladang
di lumbung padi yang disebut sebagai leuit.
Padi yang telah disimpan tidak diperjual belikan
melainkan untuk cadangan sekaligus pemenuhan kebutuhan pakan masyarakatnya. Leuit
sendiri ditempatkan di sekeliling pemukiman di kawasan hutan dan
tidak berada di sekitar pemukiman warga. Padi yang disimpan di sana dapat
bertahan hingga mencapai 5 tahun minimal dengan kondisi baik dan layak untuk
dikonsumsi oleh masyarakat Baduy.
Ketahanan pangan masyarakat Baduy juga didukung oleh
berbagai jenis tanaman buah yang di budidayakan masyarakat Baduy sendiri yaitu
rambutan, durian, duku, pisang dan koskosan. Selain itu masyarakat adat Baduy memanfaatkan
sumber daya alam yang berasal dari perkebunan dan kehutanan dengan tetap
mempertimbangkan aturan adat yang berlaku, seperti pemanfaatan bambu, madu,
kayu. Ketahanan pangan masyarakat Baduy juga bersumber dari peternakan yang
meliputi ayam, bebek, dan kambing.
Pengetahuan lokal yang diterapkan oleh masyarakat Baduy
untuk menjaga ketahanan pangan dan kestabilan kondisi ekonomi, pandemi Covid-19
tidak menjadi ancaman yang berarti. Strategi yang mereka terapkan adalah dengan
pengelolaan kebutuhan pokok berupa beras yang berasal dari ladang yang tidak
diperjualbelikan melainkan digunakan sebagai lumbung pangan.
Warisan Penting dari Masyarakat Adat
Masyarakat adat punya segudang warisan yang sudah jadi
leluhur yang terus dijaga. Unsur-unsur tersebut, antara lain identitas budaya
yang sama, mencakup bahasa, spiritualitas, nilai-nilai, serta sikap dan
perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain; sistem
nilai dan pengetahuan, mencakup pengetahuan tradisional yang dapat berupa
pengobatan tradisional, perladangan tradisional.
Ada juga permainan tradisional, sekolah adat, dan
pengetahuan tradisional maupun inovasi lainnya; wilayah adat (ruang hidup),
meliputi tanah, hutan, laut, dan sumber daya alam (SDA) lainnya yang bukan
semata-mata dilihat sebagai barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut
sistem religi dan sosial-budaya; serta hukum adat dan kelembagaan adat
aturan-aturan dan tata kepengurusan hidup bersama untuk mengatur dan mengurus
diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Warisan tersebut jadi cerminan dari masyarakat adat dalam
menjaga peninggalan mereka pada generasi selanjutnya. Bukti itu jugalah jadi
keunikan setiap warisan dari beragam masyarakat adat yang mendiami tanah air.
Masyarakat Adat yang Terancam Deforestasi
Kebakaran hutan dan alih fungsi lahan jadi ancaman bagi
keberlangsungan ekosistem di dalam hutan. Termasuk masyarakat adat yang telah
mendiami wilayah tersebut dalam waktu lama. Ancaman ini menghasilkan perubahan kontur alam
dan banyak ekosistem yang hilang di dalamnya. Selain itu juga, efek lainnya
adalah aksi deforestasi kembali.
Adapun kerugian lain dari adanya deforestasi bagi
masyarakat adat, di antaranya: Hilangnya Kebudayaan dan Identitas Masyarakat.
Pemindahan pemukiman akibat deforestasi dapat mengganggu sistem budaya dan
menghilangkan situs sakral yang dimiliki
masyarakat adat. Pada akhirnya, tradisi yang telah diwariskan secara turun -
temurun akan lenyap dan masyarakat adat akan kehilangan identitas aslinya.
Hilangnya mata pencaharian bagi kelompok yang
memanfaatkan sumber daya alam sebagai mata pencaharian utama, deforestasi
sangat berdampak negatif bagi kelangsungan hidup masyarakat adat. Beberapa
wilayah transmigrasi yang dijadikan sebagai pemukiman baru nyatanya tidak
memiliki sumber daya yang memadai. Banyak kasus masyarakat kesulitan bertani
dan bercocok tanam, akibat lahan baru yang tidak subur. Hal ini tentu berakibat
pada ketahanan pangan yang menurun.
Meningkatnya risiko terjadi konflik, kasus seperti perebutan
lahan dan sengketa tanah antara masyarakat adat dan pihak investor menjadi hal
yang tidak terelakkan. Penggusuran paksa yang sering terjadi juga rentan
menimbulkan tindakan anarkisme di wilayah adat. Tentunya, hal semacam ini akan
melahirkan konflik - konflik baru yang tidak dapat dihindari ke depannya.
Kerusakan lingkungan disebabkan oleh hilangnya hutan yang
menjadi penghasil oksigen dan menampung air di wilayah tersebut. Akibatnya,
saat musim kemarau atau hujan akan rentan terjadi kekeringan dan banjir.
Bencana ini tentu tidak hanya berdampak bagi pihak industri, namun juga kepada
masyarakat sekitar.
Berbagai Pelanggaran yang Didapatkan Masyarakat Adat di
Indonesia
Berdasarkan data YLBHI yang menunjukkan terjadi
pelanggaran hak masyarakat adat di Indonesia tahun 2020. Terdapat 13%
masyarakat adat menjadi korban pelanggaran hak
hidup, perampasan tanah dengan persentase nilai 20% hingga 13 kasus
kriminalisasi masyarakat adat dengan jumlah korban 55 orang.
Selain itu, ditemukan 19 kasus dalam konflik agraria
dengan kategori perampasan tanah,
perusakan kebun, pengusiran
paksa, dibangun kebun atau pabrik secara sepihak, menentukan kawasan sepihak,
dan permintaan meninggalkan lahan.
Tingginya pelanggaran tersebut, mengharuskan mereka punya
payung hukum dalam menghadapi sengketa, konflik hingga perampasan tanah yang
menjadi lokasi tempat mereka berdiam sebelumnya. Salah satunya yang paling
getol adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Turut menjaga nilai-nilai kemanusiaan itu tidaklah milik
masyarakat modern semata, sebaliknya masyarakat urban yang modern kerap
mengalami kebingungan tentang nilai-nilai itu, yaitu nilai yang baik yang mampu
memelihara eksistensi bersama manusia.
Mengenal AMAN Selaku Perisai Masyarakat Adat
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) adalah organisasi kemasyarakatan independen dengan visi untuk mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera bagi semua Masyarakat Adat di Indonesia. Lembaga AMAN bekerja di tingkat lokal, nasional, dan internasional untuk mewakili dan melakukan advokasi untuk isu-isu Masyarakat Adat. Beranggota 2.373 komunitas adat di seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 17 juta anggota individu. Kami menempati wilayah adat kami secara turun-temurun.
Masyarakat Adat memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan
sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mempertahankan
keberlanjutan kehidupan mereka sebagai komunitas adat.
AMAN dideklarasikan berdasarkan bangunan sejarah
pergerakan Masyarakat Adat yang panjang di Indonesia. Tugas utama dari program
yang AMAN emban cukup berat terkait dengan masyarakat adat yang jumlah cukup
besar.
Pertama, Advokasi, Hak Asasi Manusia dan Politik dalam
melindungi hak-hak Masyarakat Adat dan layanan hukum pada mereka yang sedang
berkonflik.
Kedua, Penguatan Organisasi dan Kelembagaan,
Memperkuat kapasitas manajemen dan operasional organisasi serta kapasitas
anggota dan kader-kader AMAN.
Ketiga, Pelayanan dan Dukungan Komunitas, melakukan
pemetaan Wilayah Adat; penguatan ekonomi komunitas; mengembangkan energi
terbarukan, tanggap darurat bencana dan membangun koperasi
produsen Masyarakat Adat.
Keempat, Sosial dan Budaya, melakukan identifikasi dan
pendokumentasian data tentang pengetahuan, kesenian tradisional serta kekayaan intelektual
Masyarakat Adat.
AMAN Membagikan Cerita Bersama EcoBlogger
Jelang di hari kemerdekaan RI yang ke 77 tahun, Ecoblogger diberikan kejutan akan adanya materi terkait dengan masyarakat adat di tanah air. Pertemuan zoom meeting kali ini membahas tentang masyarakat adat dengan narasumber Kak Mina Setra dari AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara).
Awal mula slide beliau menjelaskan beragam kerajinan dan
aneka tumbuhan yang dihasilkan oleh masyarakat adat. Ada banyak tumbuhan yang
mungkin penulis tidak kenal dan pernah dengar namanya. Namun di sini, Mbak Mira
menjelaskan secara gamblang fungsinya dalam ketahanan pangan seperti masa pandemi
lalu.
Misalnya saja program unggulan yaitu Pulang Kampung dalam
menjaga kelestarian masyarakat adat. Saat ini, kota besar ibarat kumpulan gula
yang menarik semut-semut untuk berkumpul di sana. Ada banyak dari masyarakat
adat yang merantau ke kota ketimbang hanya mengandalkan hutan. Sehingga
kearifan lokal masyarakat hutan pun berkurang, ritual-ritual pun berkurang.
Salah satunya adalah dengan gerakan anak muda pulang
kampung dengan memanggil anak muda dari masyarakat adat untuk kembali menjaga
wilayah adatnya. Kak Mina mengatakan jika pandemi membuktikan bahwa kampung
adalah tempat paling aman dan paling sejahtera karena banyaknya sumber pangan.
Hasil akhir, program tersebut berhasil karena banyak anak
muda berhasil pulang. Alasan mereka merantau karena mereka mungkin ingin
seperti orang-orang, namun di tempat asal mereka sulit akan pekerjaan. awalnya
tetua mereka ragu apakah mereka serius melakukannya. Dan ternyata setelah
mereka berhasil, para tetua mereka percaya dan anak-anak mudahnya pun betah tinggal
di kampung mereka untuk menjaga wilayah adatnya.
Di program ini, mereka membangun konservasi berbasis
organik melalui pertanian. Misal seperti menanam berbagai sayur mayur,
buah-buahan, atau tanaman herbal. Untuk tanaman herbal, bahkan mereka membuat
pertanian berbasiskan wisata. Jadi orang datang belajar bertanaman herbal
sekalian berwisata. Aliasnya mereka dapat dua keuntungan dari wisata dan
tanaman herbal itu sendiri.
Cara ini sangat baik terutama dalam menjaga ketahanan
pangan dan tentunya menjadi ladang pemasukan buat anak muda berkat kemampuan
dari pengembangan hasil pertanian untuk dijual ke kota. Pendapatan yang layak
meskipun berasal dari kampung.
Refleksi dan Pembelajaran dari Masyarakat Adat
Jika kita merasa masyarakat adat itu kuno dan terisolir,
maka sebenarnya kita perlu belajar banyak hal dengan mereka. Masyarakat punya
prinsip berladang yang luar biasa. Mereka bisa menghasilkan panen yang melimpah
tanpa bergantung dengan pupuk dan obat-obatan kimia. Masyarakat adat juga
memiliki perhitungan waktu khusus untuk menanam dan menyesuaikan dengan musim.
Kemudian, ada salah satu kelompok masyarakat adat di
sungai Utik, mereka tinggal di rumah panjang, mereka menghasilkan berbagai
kerajinan tangan yang luar biasa. Mulai dari kain tenun, tas rajut dan
lain-lain.
Selain keterikatannya dengan alam yang kuat, masyarakat
adat sebenarnya adalah seniman sejati. Misalnya dalam membuat kain tenun,
mereka memiliki motif yang sangat unik dan khas. Padahal mereka tidak
menggambar desain terlebih dahulu dan semuanya dilakukan secara manual serta
menggunakan warna-warna alam. Masyarakat bisa membuat karya-karya itu di
sela-sela aktivitas berladang dan bertani.
Masyarakat adat memiliki komitmen yang kuat untuk menjaga
alam karena mereka sangat bergantung pada alam. Alam sudah menjadi bagian hidup
mereka. Karena sebagian besar kebutuhan hidup mereka dipenuhi oleh hutan dan
alam.
Masyarakat adat juga yang sebenarnya menjadi penjaga
bumi. Karena mereka tidak mengeksploitasi hutan, mereka mengambil secukupnya
untuk dikonsumsi. Mereka juga memikirkan kelangsungan hidup anak cucunya kelak.
Ini merupakan sebuah prinsip yang luar biasa sebenarnya, bahkan terkadang sulit
dipraktikkan oleh kita yang katanya berpendidikan dan modern ini.
Masyarakat adat sering mengatakan bahwa hutan merupakan
supermarket mereka. Karena mereka mendapatkan banyak hal dari hutan seperti
halnya orang-orang kota mendapatnya semuanya di supermarket. Mulai dari daging,
ikan, sayuran, buah-buahan, sampai madu semuanya tersedia di hutan. Masyarakat
adat hidup tenteram dengan pangan lokal.
Bagi masyarakat adat, hutan merupakan rumah bagi
leluhurnya. Makanya mereka menjaga betul rumah yang dianggap sakral. Dalam
kosmologi masyarakat adat, bumi yang terdiri dari hutan, laut, tanah, air,
udara, dan kebudayaan bukan sekadar warisan generasi sebelumnya yang perlu
dijaga, bagi mereka semua itu dipinjam dari generasi yang akan datang. Maka
menjaga bumi berarti menjaga kehidupan masyarakat adat.
Hasil dari pembelajaran masyarakat adat sangat membekas
bagi saya, selama ini kita lebih peduli pada alam. Nyatanya masyarakat adat hidup di
alam dan pendalaman. Menjaga alam dan melestarikan budaya leluhur mereka dari
ancaman pihak asing dan kepunahan.
Wujud pembelajaran ini, kita bisa tahu bahwa masyarakat adat
sangat berdiri pada negeri. Termasuk menjaga keberagaman sebagai
bingkai NKRI. Semoga tulisan ini menginspirasi kita semua, akhir kata: Have a
Nice Days.
0 komentar:
Post a Comment