Selama sebulan terakhir saya disibukkan dengan tugas akhir. Setelah menamatkan S1 (Strata 1) yakni 7 tahun silam, barulah di tahun 2021 lalu saya memberanikan diri untuk bisa berkuliah kembali. Niat untuk bisa berkuliah kembali menggugah di dalam jiwa.
Ini kesempatan yang tepat setelah jauh dari dunia kampus.
Momen pandemi jadi alasan kuat, selain karena perkuliahan berlangsung secara
daring selama 2 semester pertama perkuliahan. Jelas lebih mudah harus ke
kampus, dan rata-rata teman kelas adalah pekerja paruh waktu yang menyempatkan diri bisa kuliah lagi.
Waktu pun fleksibel yaitu hanya hari Jumat dan Sabtu.
Jelas sulit, saat akhir pekan tiba tentu enaknya jalan-jalan atau ke acara
kondangan. Namun ini harus berjibaku masuk kuliah dan mengerjakan tugas yang
tak ada habisnya.
Namun memasuki semester ketiga, kondisi jadi lebih
kondusif. Perkuliahan luring berlangsung, saat itulah baru bisa melihat
teman-teman yang dulunya hanya bisa berinteraksi secara daring. Satu mata kuliah
yang paling berat bobot muatannya diambil. Tak lain yaitu Tesis..
Syarat menyelesaikan perkuliahan dan goal akhir dari
studi. Ini jadi poin terakhir yang harus dipersiapkan selain begitu banyak
persyaratan lainnya. Akhirnya saya memilih lokasi yang mungkin semua kenal,
pulau di ujung negeri yaitu Pulau Weh. Objek yang diteliti adalah lobster.
Sebagai seorang yang mengambil magister pengelolaan
sumber daya pesisir laut. Jelas studi yang diangkat tak jauh-jauh dengan isu
kelautan dan perikanan. Subyek ini pastinya mengharuskan terjun ke lapangan.
Panas terik dan hujan badai jadi tantangan yang harus dilalui. Namun yang
pertama sekali dilakukan adalah survei awal lokasi.
Saya pun orang yang suka terjun ke lapang, melakukan
banyak riset. Judul yang diangkat pun adalah dengan lobster. Pulau yang saya
pilih pun adalah Pulau Weh, pulau terluar dari Aceh. Jelas makin menarik.
Jelas perkuliahan magister sangat berbeda dengan sarjana,
pertama kali yang saya rasakan adalah pembelajaran dan pemecahan masalah yang
lebih mandiri. Proses belajar ini mengharuskan mengeksplorasi kemampuannya dan
pengetahuannya selama di bangku perkuliahan.
Saya selama ini berdomisili di Banda Aceh dan sedang
menempuh studi di salah satu kampus negeri di sana. Untuk bisa ke Pulau Weh,
Sabang. Armada yang bisa dilalui ke sana satu-satunya adalah kapal laut.
Terpisah sejauh 23 mil dari ibu kota Aceh tersebut.
Pulau yang eksotik ini sudah terkenal hingga mancanegara.
Bagi yang menyukai berbagai spot air, Pulau Weh adalah destinasi terbaik.
Beragam wisata ini menjadikan daya tarik besar, ada banyak orang yang mungkin
mabuk laut namun memberanikan diri ke Pulau Weh karena daya tariknya tersebut.
Namun kali ini saya berbeda, saya ke sana dengan satu
tujuan yaitu penelitian. Ada banyak potensi besar yang harus digali di sana.
Salah satunya pengembangan hasil perikanan khususnya lobster. Potensi yang dihasilkan
ini mampu menjadikan Sabang tak hanya dari wisata air saja namun potensi
perikanan yang terus digenjot.
Saya pun jelas bersemangat, awalnya saya tak memilih
Sabang dan Pulau Weh. Alasannya karena terpisah jarak dan sedikit kolega yang
tinggal di sana. Namun saya pun mendapatkan kolega selama di Kampus, beliau
adalah Pak Ismail. Beliau punya banyak koneksi selama di sana, mengajak
jalan-jalan ke seluruh sudut kota, tempat wisata, dan tentu saja lokasi
penelitian yang sebelumnya sudah ditandai.
Yuk kenalan dengan Kota Sabang
Keindahan Sabang tergambar sejak kapal pertama kali mendarat di Pelabuhan Balohan, Kota Sabang. Pulau yang hanya kurang dari 120 km persegi itu punya banyak spot yang ini dilalui. Setiap pantainya menyimpan nilai eksotik dan hutannya menyimpan hasil alam yang indah. Pulau kecil tapi menyimpan sejuta kenangan yang menarik buat diabadikan.
Pertama sekali pantai yang menarik ada pantai paradiso
yang memesona, Anoe Itam yang eksotik dengan nyiur pepohonan kelapa dan
peninggalan Jepang. Spot Akuatik makin bertambah bila berjalan ke arah barat
Pulau Weh, ada Iboih yang terkenal dengan wisata air. Hingga paling ujung ada
Tugu Nol kilometer, titik terakhir negeri ini. Terlihat indah dari kejauhan,
bahwa negeri ibu pertiwi sangatlah luas.
Bagaimana dengan urusan wisata bahari dan hutannya? Bila urusan tersebut jangan ditanya pasti ada kejutan. Rasanya lebih baik
memotret atau membuat Vlog khusus selama di sana. Tapi tahan dulu, saya ke sana
adalah buat penelitian, selepas selesai barulah jalan-jalan dimulai.
Perjalanan Panjang Bernama Tugas Akhir
Di pertengahan 2021, saya merasakan sedikit kesulitan
dalam menentukan judul. Alasan pertama karena sudah lama tak melakukan riset
dan alasan kedua adalah mencari pembimbing yang cocok. Faktor lainnya adalah
pengalaman baru, nah akhirnya saya ambil faktor pengalaman baru karena dianggap
lebih menantang.
Belum lagi dengan banyaknya penelitian serupa hingga
akhirnya tercetus ide buat meneliti Lobster. Mantap jiwa nih. Mencari lobster
bukan hal mudah, pada penelitian yang saya lakukan, saya pun harus mengambil
sampel lobster. Jelas bukan hal mudah, lobster bukan hewan yang senang
keramaian layaknya lumba-lumba. Ia bersembunyi di dalam terumbu karang, butuh
waktu yang sangat lama menemukannya.
Jelas saya menggunakan jasa nelayan setempat yang lebih
tahu keberadaan habitatnya. Spesies yang dicari pun tak hanya 1 spesies saja
namun ada tiga spesies yang nantinya diuji pola makanan dan tentu saja
habitatnya.
Analogi sederhana, ada 3 orang berbeda latar belakang,
kegemaran hingga pekerjaan. Mereka akan dilihat makan apa saja yang dikonsumsi.
Lalu pihak survei berasumsi, inilah lokasi yang tempat mendirikan warteg.
Alasannya karena pola makannya sama dan 3 orang ini bisa jadi sampel bahwa
kebutuhan lokasi tempat makan dirasa layak dan strategis.
Buat teman-teman, saya coba mencerita sedikit tentang
penelitian saya. Analisis yang dilakukan tentunya berhubungan dengan lobster.
Mungkin bagi sebagian orang, lobster tergolong hewan langka dan mahal. Namun di
sejumlah lokasi, ia mudah didapatkan dan harganya relatif terjangkau.
Saya butuh lobster khususnya buat mengetahui habitat..
nah di sini yang paling diperhatikan adalah kondisi lingkungan dan kebiasaannya
makannya. Bila makanan dan lokasinya cocok, ini berpotensi untuk dibudidaya.
Bila selama ini banyak nelayan yang harus menangkap.
Merelakan separuh malamnya untuk istirahat, namun mereka rela menangkap lobster
di kegelapan malam dan dinginnya air laut. Itu belum lagi potensi gede semacam
gelombang gede atau bahkan sengatan ubur-ubur.
Jumlahnya yang hilang atau terganggu, bisa mengganggu kestabilan lingkungan dan kecaman dari pemerhati lingkungan. Melalui cari budidaya, ini bisa mengurangi aksi pemburuan lobster di pantai dan tentunya bisa jadi pemasokan tambahan.
Toh lingkungan sudah ada, kini orang ke Sabang tak hanya
berlibur menikmati keindahan pantai. Namun juga makan lobster. Asyik bukan?
Tahapan awal yang berat, menentukan titik
Buat teman-teman yang belum tahu, penelitian harus
menentukan titik yang tepat banget. Jelas jumlahnya tidak bisa hanya satu saja
namun bisa melebihi 3 lokasi. Makin banyak jelas makin banyak preferensi dan
data yang bisa digunakan nantinya.
Saya sebelumnya sudah memberikan sejumlah titik lokasi,
ini semua sudah dipertimbangkan secara matang. Sebagai acuan, juga harus
melihat peta RTRW (Rancangan Tata Ruang Wilayah). Sejumlah lokasi yang dipilih
harus jauh dari aktivitas Pelabuhan, konservasi, objek wisata hingga tentunya
kondisi perairan yang mendukung. Dengan jumlah Pulau Weh yang kecil, jelas
lokasinya sangat sempit dan terpencil.
Mau tak mau kami harus berjalan mengitari Pulau Weh
sehari penuh. Jelas saya seorang dan Pak Ismail tak akan optimal. Kami mengajak
sejumlah orang ahli hingga dosen yang kebetulan menyempatkan diri berlibur ke
Sabang.
Ibarat sekali
mendayung, puluhan pulau terlampaui
Kami pun mengunjungi sejumlah lokasi, mewawancarai kepala desa, nelayan hingga melihat langsung lokasi tersebut. Semuanya jelas takjub, bagaimana tidak. Lokasi yang digambarkan Sabang pasti yang lokasi sudah familiar. Mungkin belum pernah ke pelosok yang hanya bisa dilalui dengan kendaraan offroad. Kami pun bisa ke sana dan uniknya lokasi ini bisa jadi objek wisata baru di masa depan.
Nah… sampel yang sudah didapatkan kemudian dibawa
langsung ke laboratorium. Proses ini sangat sulit dan teliti sekali. Harus
belajar lagi dalam proses membedah sampel, membaca jenis makanan yang dimakan
hingga tentunya membuat analisis jenis di buku pedoman.
Tahapan selanjutnya adalah menulis hasil yang didapatkan
hingga akhirnya pembimbing setuju dan meng-ACC hasil buat naik hasil dan
sidang. Kedengarannya mudah, tapi prosesnya panjang. Tentunya dalam segala
aktivitas butuh perangkat yang optimal.
Proses pengolahan data bisa berlangsung sangat cepat
tentunya butuh perangkat pendukung. Ada 2 perangkat yang bisa digunakan secara
maksimal buat produktivitas. Laptop tentunya buat produktivitas sedangkan
selama di lapangan ponsel jadi andalan dalam mobilitas dan koordinasi.
Pemilihan ponsel di lapangan tak boleh kaleng-kaleng,
harus yang bisa diajak sat set selesai. Jangan malah dengan ponsel yang dibawa
menjadi beban buat bekerja. Mengapa saya bilang jadi beban? Pertama sekali
karena ukurannya, bentuknya yang bongsor akan menghambat daya gerak. Diajak
masuk dalam kantong celana kesulitan dan saku baju lebih lagi. Mau tak mau
harus membawa tas khusus agar ponsel aman.
Lalu pengaruh cuaca, yang berurusan dengan lapangan pasti
banyak gangguan. Saat penelitian saya dimulai, sudah memasuki musim barat. Ini
jadi tantangan yang sangat nyata. Bagaimana tidak, Pulau kecil seperti Pulau
Weh sangat berpengaruh pada dua kondisi arah angin.
Angin Timur di pertengahan tahun dan Angin Barat di akhir
tahun. Cuaca yang berubah dengan cepat. Awal mulanya panas terik, dalam
hitungan beberapa menit, gumpalan hitam bersiap ini menurunkan hujan di sana.
Saat terik, jangan ditanya panasnya di pantai, akan membakar kulit dan layar
ponsel yang murahan akan tak terlihat apa yang ditampilkan di layar.
Saya sering bepergian ke lapangan dan insiden sudah
beberapa kali terjadi. Total sudah ada 2 kali saya mengalami kejadian yang
membuat ponsel sebelumnya padam. Penyebab utamanya adalah air hujan, kadang
saya mencoba memperbaikinya. Salah satu caranya adalah dengan memasukkannya ke
dalam air beras.
Metode ini apakah berhasil?
Iya berhasil, khususnya membuat saya bersabar dan
besoknya tetap ke tempat service. Garansinya adalah ganti LCD, biaya yang
sangat besar dan bila ditotal. Hasil perbaikan ini sudah bisa membayar uang
kuliah magister yang mahal.
Impian bisa punya ponsel yang tahan air, namun selalu
mentok di kisaran bawahnya. Sudah pasti
berpotensi mengalami hal serupa di masa depan, tinggal bagaimana meminimalisir
kecerobohan serupa tak terulang.
Tak berhenti di situ saja, saya pun termasuk ceroboh
dalam meletakkan ponsel. Lagi-lagi kendalanya adalah LCD yang retak akibat
terjatuh di saku celana. Rasanya harus ada perlindungan khusus. Apakah itu
perlindungan dari cipratan air yang bersertifikasi IP68 dan tentunya dilapisi
perlindungan penuh dari Corning Gorilla Glass Victus.
Mencari Perangkat Ponsel Idaman
Perangkat idaman tentunya melewati segala persyaratan. Tak hanya kece diajak buat trendy di café atau resto. Namun bisa berpeluh keringat di lapangan, istilahnya berani kotor itu baik. Tentunya perangkat yang beginian sudah lolos sertifikasi IP68 dan Water Resistance.
Berbicara ukuran, tentunya harus ringkas dan compact.
Sebagai gambaran dalam beberapa tahun terakhir, ponsel flagship seakan mencoba
membuat paten bahwa ukuran standar ponsel ada di atas 6 inchi. Namun ini tidak
mutlak, ada banyak konsumen di dunia yang sudah nyaman dengan ponsel berukuran
kecil.
Jumlahnya sangat terbatas dan punya performa sama
andalnya dengan ukuran di atasnya. ASUS pun sadar akan kebutuhan konsumen
tersebut. Inilah yang diidam-idamkan bagi penikmat ponsel mungil. Dan saya
adalah salah satunya.
Memangnya ada ngga ponsel yang mungil dan powerfull?
Jelas ada… salah satunya hadir dari produk
terbaru ASUS yaitu Zenfone 9. Dimensi Zenfone
9 adalah 146.5 x 68.1 x 9.1 mm berbobot 169 gram. Bentuknya bersisi siku, lebih
datar dibandingkan bentuk yang membulat. Buat yang belum tahu, bentuk yang
mendatar, membuat banyak ruang bagi komponen internal dan memberikan bentuk
lebih kokoh serta enak digenggam.
Bicara mengenai bahan dasar
dari Zenfone 9, tentunya penuh dengan kreativitas. Datang dengan tampilan
tekstunya menyerupai kardus yang licin dan tak ada bekas sidik jari. Beda
dengan ponsel flagship lainnya yang mengkilap, bentuk ini jadi ciri khas yang
coba Zenfone 9 bangun.
ASUS Zenfone 9 punya 4 warna menarik yaitu Moonlight White yang keren, Sunset Red yang menarik, Starry Blue yang cantik dan Midnight Black. Saya pribadi lebih suka pada pilihan warna Moonlight White yang terkesan kalem. Ia menggambarkan warna pasir putih di Iboih, Sabang.
Tentunya sudah dilengkapi dengan Connex asesories nan unik dengan beragam fungsi. Connex asesories ini kita tempelkan pada bagian belakang Zenfone 9. Tentunya kelihatan cakep dah bila dipakai asesories, ASUS kalau buat asesoris khususnya casing memang tak main-main.
Layar Jernih dan Terbaik di Kelasnya
Menggunakan layar AMOLED 5,9 inch dan mendukung refresh rate hingga 120 Hz dan secara otomatis akan berganti dari 60,90, dan 120 Hz sesuai aplikasi yang dijalankan, dengan waktu respons 1ms.
Menawarkan akurasi warna dengan
Delta E < 1 serta ultra-smooth scrolling, bersama dengan Wide 115% sRGB dan
112% DCI-P3 color gamut cinema grade untuk menghadirkan warna ultravivid dalam
kondisi apa pun.
ASUS Zenfone 9 juga sudah
dikalibrasi untuk dapat menghasilkan gambar dengan kualitas terbaik. Tentunya
dengan tingkat brightness sampai 800 nits dan peak maksimum brightness 1100
nits.
Perpaduan antara layar yang
jernih, smooth, dan teknologi brightness ini, tentu akan memudahkan saya saat
mengoperasikan si ponsel dalam keadaan di lapangan. Ia akan menyesuaikan sesuai
dengan lokasi tanpa harus disesuaikan lagi.
Sistem keamanan pun lengkap,
ada dua pilihan yaitu bisa face unlock atau dengan finger print. Ini berguna
saat tangan keringatan atau basah. Face Unlock bisa berguna sekali seperti
orang lapangan seperti saya.
Secara pribadi saya menyukai
konsep dari Finger Print di samping dibandingkan finger print under display.
Ini membuat ponsel bisa dipakai perlindungan tambahan dari Tempered Glass.
Kemudian untuk mendukung kenyamanan
dan kemudahan penggunaan smartphone dalam satu genggaman, Zenfone 9 dilengkapi
dengan tombol multifungsi Zen Touch pada satu bagian sisi kanannya. Melalui
tombol ini, satu sentuhan untuk membuka sensor sidik jari, menggesekkan ibu jari
ke atas atau ke bawah, atau mengetuk dua kali untuk mengakses berbagai fungsi
seperti beralih dari suara ke teks, membuka notifikasi, menelusur halaman
internet, dan lainnya.
Ini konsep yang unik karena
beda dari ponsel lainnya yang hanya digunakan untuk mematikan dan menghidupkan
ponsel. Zen Touch bagi saya tergolong unik, dan saya akui di segmen ini ASUS
cerdik memanfaatkan celah buat berinovasi.
Performa Gahar Berkat
Chipset Terbaru
Pengalaman saya menggunakan ponsel ASUS sebelumnya. Produk
Zenfone memang terkenal andal sejak dalam memanajemen baterai dan kamera.
Tampilannya juga cantik yang memberikan kesan premium buat yang menggunakannya.
Hasil pengujian dengan Aplikasi AnTuTu, didapatkan
benchmarknya tembus di atas 1 jutaan, jelas ini sangat bertenaga. Saya
menyebutnya dengan istilah: kecil-kecil cabe rawit. Ada banyak ponsel besar
lainnya namun sulit mendapatkan skor sebesar yang dihasilkan Zenfone 9.
Memang
ASUS Zenfone 9 pakai prosesor apa sih?
Ia menggunakan prosesor terbaru dari Snapdragon 8+ Gen 1 mobile platform. Kemampuan chipset mampu berjalan hingga 3,2 Ghz. Kemudian CPU dan GPU 10% lebih cepat dan performa 20% lebih baik per watt berkat dukungan mesin AI di dalam prosesor dan teknologi rendering volumetrik.
Teknologi memungkinkan 8+ Gen 1
mampu menangkap rekaman HDR 8K, Bokeh Engine untuk video, sensor kamera hingga
200MP, modem X65 5G berkualitas tinggi dan keamanan perangkat bawaan dari
Qualcomm Secure.
Kalo performa gahar pasti cepat paham?
Tahan dulu ucapannya, sebab ASUS sudah belajar karena Zenfone sebelumnya sering dibilang sebagai ponsel setrika. Cara mengatasinya adalah dengan menggunakan teknologi vapor chamber sebagai pengganti heat pipes. Selain itu juga ada heat spreader canggih dengan tembaga, lembaran grafit dan pasta termal.
Meskipun Zenfone 9 adalah
ponsel segmen bisnis. Namun ASUS tetap menyertakan Game Genie sehingga layaknya
ROG versi Slim. Aplikasi Game Genie ini jadi pengaturan dalam bermain game
sesuai dengan settingan. Caranya cukup swipe bagian kiri atas dan Game Genie
aktif.
Jepretan Ciamik Zenfone 9 dari Keindahan Kota Sabang
Selama ini saya termasuk orang yang sering menjepret
khususnya panorama alam. Ada banyak foto panorama alam yang ada di galeri ponsel.
Keindahan alam rasanya bisa dinikmati oleh siapa saja. Serta ada kenangan di
setiap gambar tersebut.
Apa saja yang ingin dijepret di Sabang?
Ada keindahan lain yang tersembunyi, mulai dari keindahan pantai, air terjun, gunung berapi hingga objek peninggalan jepang yang telah menjadi icon di Pulau Weh. Zenfone 9 punya kamera yang sangat baik karena menampilkan sistem kamera ganda yang diupgrade optimal dengan Sony ® IMX 766 .
Kamera utama 50 MP yang
menampilkan 6-Axis Hybrid Gimbal Stabilizer baru, electronic image
stabilization (EIS) dan teknologi auto fokus ultra cepat untuk foto dan
video yang tajam dan bebas guncangan.
Umumnya ponsel hanya bagus saat mengambil video, namun di ASUS Zenfone 9. Kualitas gambar yang diambil saat bergerak juga minim noise dan sangat stabil. Terutama saat EIS-nya aktif digunakan.
Disematkan pula kamera
ultrawide 12 MP IMX 363, dan kamera depan 12 MP IMX 663 punch-hole untuk selfie
dan video chat yang jernih. Uniknya, karena kamera Ultra-Wide dan Macro
digabung dalam satu frame sehingga hanya ada dua kamera.
Daya Dukung
Baterai yang Optimal
Untuk baterai, jangan khawatir,
dengan baterai 4300 mAh yang diupgrade dan komponen hemat daya, Zenfone 9
bertahan lebih lama dari sebelumnya. Dia mengisi daya dengan cepat juga, berkat
adaptor HyperCharge 30 watt yang kuat dan teknologi pengisian cepat. Pada saat
pengisian daya yang dilakukan dari 30% untuk mencapai 100% butuh waktu 1 jam 30
menit.
Ada sistem yang menurut saya
keren di ASUS Zenfone 9, yaitu sistem Battery Care. Ini bisa mengatur kepenuhan
daya baterai misalnya hanya 80% saja agar lebih awet. Kontrol ini dianggap lebih fleksibel terutama buat yang biasa tinggal
tidur atau kelupaan hape saat mencharger.
Saya termasuk orang yang tidak
punya powerbank, yang saya lakukan adalah setelah bangun tidur adalah
menyempatkan diri mengisi daya ponsel dari sisa kemarin ke posisi full. Jadi
selama harian yang saya bawa adalah ponsel, sedangkan charger ditinggalkan di
rumah.
Apakah saya khawatir, jelas
tidak. Karena saya yakin dengan ponsel yang bisa memanajemen daya hingga
pulang. Cocok dengan daily driver diajak beraktivitas dari pagi hingga petang.
Say good bye powerbank dan colokan, kamu cukup duduk manis di rumah saja.
Lalu Tampilan Zen UI yang Minimalis yang mengedepankan minimalis dan tentunya clean jauh dari bloatware. Harus menyerupai Android Stock. Kini tinggal bagaimana pemilihnya memilih kombinasi yang ia inginkan. Update yang bisa 2 kali hingga ke Android 14. Bahkan bisa lebih dari itu. Ini membuat daya baterai yang digunakan jadi lebih efisien
Untuk mengurangi bottleneck,
smartphone ini juga dibekali LPDDR5 RAM hingga 16 GB dan penyimpanan hingga 256GB,
sehingga kecepatan menjalankan program dan menyimpan file pun lebih baik dan
lebih luas. Ada banyak foto yang harus saya ambil nantinya. Foto lapangan, foto
di laboratorium dan tentunya foto wisuda. Siapa sih yang tak senang hasil
gambar yang dihasilkan sangat optimal dan tentunya bejibun.
ASUS menyematkan One Hand UI pada Zenfone 9. Ada dua pilihan yang bisa digunakan yaitu yang pertama ada Edge Tool dan Back Doubel Tab. Buat Edge tool ini berguna sekali untuk shortcut aplikasi yang paling sering dibuka. Tinggal Swipe ke kanan saja, akan muncul shortcut yang diinginkan.
Lalu ada Back Double Tab, ini
berguna melakukan aksi seperti screenshort, membuka kamera, melakukan
flashlight hingga mengaktifkan Google Assistant. Caranya cukup dengan ketuk dua
kali pada bagian belakang back cover ponsel. Aplikasi yang diatur akan
melakukan tugasnya.
Kualitas Suara
nan Menggelegar dan Ketersediaan Audio Jack
ASUS Zenfone 9 punya dual stereo speaker yang dirancang dengan bantuan ahli audio dari Dirac untuk menghasilkan keluaran suara yang baik dan berkualitas. Buat saya yang suka dengerin musik Spotify dan Soudcloud jelas senang. Tak harus pakai earphone lagi karena suaranya kontras bahkan di outdoor.
Ada dukungan teknologi OZO
audio, kita bisa menikmati rekaman suara yang jernih dan berkualitas tinggi
dengan fitur 3D surround-sound dan wind-noise reduction. Saya
sangat membutuhkan ini dalam hal wawancara, lokasinya jelas di lapangan ada banyak
kegaduhan dan tentu saja angin. Itu semua bisa diredam dengan Audio Effect: Wind
Noice Reduction. Sehingga kualitas
video yang dihasilkan jadi sangat optimal.
Audio jack yang masih ada, ini sih legenda karena umumnya ponsel saat ini sudah tak menggunakan audio jack. Seakan Zenfone 9 menghadirkan ponsel klasik yang compact dan tentunya masih ada audio jack di era ponsel yang sudah berlayar besar dan tak ada audio jack.
Flagship yang punya audio jack
di saat yang lain sudah pada menghilangkannya dan ASUS malah menghadirkannya. Letak
posisinya pun bagus yaitu berada di bagian atas ponsel, jadi yang masih suka
pakai earphone kabel. Talinya ngga bakal gampang tertarik dan bikin rusak.
Kalian pasti pernah merasakan
pasti ngetik sering typo bukan?
Bagaimana bila itu ngetiknya
buat atasan atau bahkan dosen? Jelas
jadi masalah besar, Zenfone 9 punya haptic feedback yang akurat dan minim typo.
Syukurlah
ASUS Zenfone 9 mendukung fitur
5G yang lebih cepat dari 4G. Ini penting sekali untuk kondisi internet yang tak
stabil di Pulau Weh. Ada banyak Blind Spot jadi gangguan, bentuk Pulau Weh
yang banyak pegunungan menghambat jaringan dan sinyal.
ASUS yang hadir dengan konektivitas yang baik mampu
menghadirkan sinyal hingga lokasi terpencil sekalipun. Apalagi dengan dukungan WiFi 6E, kecepatan internet akan semakin cepat.
Dengan koneksi yang cepat, dalam bekerja secara remote.
Kesimpulan
Akhir
Berbagai pengalaman saya di
lapangan selama penelitian ada banyak suka dan duka. Tentu saja kehadiran dari
Zenfone 9 memberikan cerita baru. Berawal dari penelitian berakhir dengan kisah
dan momen tak terlupakan dari si Zenfone 9.
Ia seakan mampu memikul segala tanggung jawab, ini baginya adalah pekerjaan remeh temeh yang bisa mudah dilakukan. Perangkat lainnya sebaiknya di rumah saja, kini giliran Zenfone 9 yang menunjukkan tajinya.
0 komentar:
Post a Comment