Tanggal 26 Desember selalu jadi hari yang krusial di
Aceh. Peristiwa dahsyat 18 tahun silam rasanya berjalan begitu cepat. Kenangan
itu menjadi salah satu pil pahit yang menimpa Aceh kala itu, pesisir Aceh porak-poranda
yang hanya menyisakan harapan setelah.
Hari itu pun saya pun mencoba datang ke sejumlah tempat yang punya nilai historis Gempa Bumi dan Tsunami. Satu tempat yang saya pilih itulah adalah kuburan massal Ulee Lheu, lokasi ini jadi saksi biru kedahsyatan tsunami. Ada begitu banyak korban yang disemayamkan di sana, dan hari itu juga ada banyak keluarga peziarah yang berdatangan.
Dua hari sebelumnya saya sudah membuat janji penting.
Beliau menyanggupi sehari setelah peringatan Tsunami. Pertemuan ini spesial
karena dedikasi besarnya pada Aceh, seorang wanita tangguh berdarah Bugis.
Mencoba peruntungannya ke Aceh dalam mewujudkan mimpi anak-anak pelosok dan
terdampak bencana.
Desa beliau yang diami pun tak jauh dari bibir pantai
Banda Aceh dan lokasi yang saya datangi untuk berziarah kuburan massal Ulee
Lheu. Bahkan bisa dikatakan, lokasi tersebut jadi daerah yang paling tinggi hempasan
gelombang tsunami. Nama kampung itu bernama Lam Lumpu, Kecamatan Peukan Bada.
Pasca 18 tahun setelah bencana dahsyat tersebut, Desa Lam
Lumpu berbenah, kini telah didiami lebih dari 1100 kepala keluarga. Denyut nadi
ekonomi mulai tumbuh, seakan bencana dahsyat tersebut telah hilang, hanya
menyisakan ingatan mereka yang selamat.
Lokasi itu yang saya datang, sesuai dengan janji ke
sebuah tempat belajar dan sekretariat bernama Rumah Relawan Remaja (3R). Nama
yang tak asing di dunia relawan dalam mendedikasi sumber daya pada bidang
pendidikan. Meskipun begitu, ini jadi pertama kalinya saya menjejakkan kaki di
sana.
Memasuki sebuah gang sempit dan terlihat jelas sebuah
bangunan 3 lantai yang terbuat dari kayu furnitur. Setiap bagiannya diberikan
hiasan warna-warna, sekretariat 3R tertera tulisan: Rumah Baca. Pada lantai
pertama berupa dapur besar dan ruang makan, ini menjadi tempat diskusi santai.
Selanjutnya di lantai dua, merupakan ruangan khusus yang
diperuntukkan untuk proses belajar, berkarya hingga berdiskusi. Sedangkan
lantai 3 diperuntukkan ruang tidur para anak-anak muda yang mengikuti camp.
Sekretariat 3R sangat hidup dengan sejumlah buku berbagai segmen usia. Pengunjung juga dimanjakan dengan Majalah Dinding karya anak-anak kampung impian. Saya yang datang ke sana, pertama sekali terperanjat dengan sejumlah karya yang terpampang di sana.
Setiap dinding dipenuhi dengan berbagai ornamen seni,
bahan baku yang digunakan umumnya dari bahan daur ulang yang tak terpakai.
Konsep daur seakan memberikan kesan hidup dan berkonsep open house.
Cuaca siang itu cukup terik, namun di bangunan 3R saya
tak merasakan hawa panas. Bahkan yang terlihat wajah serius relawan dalam
mempersiapkan proyek. Tergambar wajah serius dan tidak lelah hingga akhirnya
saya melihat seorang wanita yang menyapa saya. Beliaulah Kak Rahmiana Rahman.
Pertemuan dengan Penggagas Pustaka Impian
Pada sekretariat Rumah Relawan Remaja, akhirnya saya
bertemu dengan Kak Rahmi untuk pertama kalinya. Memang bukan pertemuan pertama,
karena kami dulunya sempat berada dalam salah satu wadah menulis.
Saat pertemuan tersebut, Kak Rahmi sedang bersama
sejumlah anak menciptakan produk berbahan sampah dengan teknik Ecobrick. Di
ruangan tersebut terdapat sejumlah anak-anak muda yang sedang sibuk akan proyek
besar. 3R sedang merencanakan pelaksanaan Festival Pustaka Kampung yang berlangsung
awal Bulan Januari 2023.
Kak Rahmi bercerita bahwa kegiatan Festival Pustaka
Kampung apresiasi hasil karya anak-anak Pustaka Kampung Impian. Desa tersebut
telah berdiri Pustaka Kampung Impian dari Gerakan 3R lakukan. Sejumlah Desa
tersebut adalah Bah dan Serempah (Kab. Aceh Tengah), Lapeng (Pulo Aceh, Aceh
Besar), Baling Karang (Kab. Aceh Tamiang) dan Alue Keujreun Dusun Sarah Baru (Kab.
Aceh Selatan).
Susunan acara di Festival Pustaka Kampung Impian
menampilkan pameran karya, ragam perlombaan dan pertunjukan. Ada banyak karya dipamerkan
berupa seni kriya, tulisan, gambar, dan karya lainnya yang dibuat oleh
anak-anak di beberapa desa lokasi Pustaka Kampung Impian. Tak hanya melibatkan
anak-anak desa Pustaka Kampung Impian, tapi dibuka kesempatan bagi anak-anak
secara umum untuk bisa berpartisipasi.
Ragam lomba yang akan dilangsungkan di antaranya story
telling, review buku, menulis cerita, dan mewarnai. Beberapa komunitas
lainnya juga ambil bagian dalam memeriahkan kegiatan yang akan berlangsung
selama dua hari tersebut.
Awal Mula Berkecimpung di Dunia Relawan
Sadar akan tugas relawan berat, Kak Rahmi sudah punya
segala permasalahan di daerah pelosok. Salah satunya mereka kurang terekspos
secara jelas. Sosial media jadi media yang membantu memperkenalkan anak-anak di
daerah terluar belajar, bermain, dan berinteraksi dengan alam.
Mereka masih asing dengan gawai dan kedatangan orang
asing menjadi pemantik semangat mereka. Di setiap mata mereka secercah harapan
yaitu haus akan ilmu pengetahuan, inilah melahirkan sejumlah program yang
dikembangkan Kak Mia.
Program pertama yaitu Sahabat Indonesia Berbagi (SIGi)
yang memfokuskan berbagi kebaikan pada sekitar. Melahirkan berbagai SIGi di
sejumlah daerah di Indonesia. Kak Rahmi tak berhenti di situ saja, ada banyak
yang dieksplorasi lagi.
Di Aceh punya kesamaan dengan di Makassar, sama-sama
punya laut yang indah dan gugus pulau. Di sejumlah pulau terluar khususnya di
Aceh ada banyak desa (Gampong) yang belum terjamah dengan pendidikan. Bahkan di
daerah Kotamadya Banda Aceh tepatnya di Peukan Bada, masih banyak anak-anak
yang tidak mendapatkan pendidikan layak.
Hingga akhirnya beliau mendirikan The Floating School
(TFS) yang mana di Aceh menjadi cabang program kedua. Beliau sendiri mengatakan
bahwa TFS Aceh dibentuk sebagai akses memberikan pendidikan ke seluruh
anak-anak di daerah terluar.
Wilayah ini dipilih karena ada banyak anak-anak yang
putus sekolah, keterbatasan ini membuat TFS memilih desa tersebut dalam
pengembangan pengetahuan anak di sana. Harapan itu semakin berkembang
dengan eksisnya program Pustaka Kampung Impian. Tak hanya mengajar namun
memberikan buku dan menempatkan relawan pustakawan untuk mengabdi di sana.
Total
telah ada sebanyak lima Pustaka Kampung Impian yang berdiri. Mulai dari yang
terdekat di Klieng Cot Aron, Aceh Besar hingga yang terjauh di pedalaman Baling
Karang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang.
Jatuh Hati dan Berdedikasi Penuh di Dunia Relawan
Perkenalan pada dunia relawan Kak Rahmi dimulai sejak remaja, aktif dibanyak kegiatan di luar kampus. Kecintaan pada organisasi pecinta alam seakan punya korelasi besar pada hal tersebut. Dunia inilah yang mempertemukan Kak Rahmi dengan Bang Romi, sedari membangun cita-cita mereka mencerdaskan anak-anak di pelosok.
Pertemuan di tahun 2017 tersebut, membuat Kak Rahmi
menetap di Aceh. Membangun keluarga kecil yang jadi cikal-bakal pusat aktivitas
komunitas Rumah Relawan Remaja (3R).
Nama 3R dipilih sebagai harapan komunitas itu menjadi rumah bersama para
pemuda. Hingga kini sekitar 300 pemuda dan mahasiswa telah menjadi relawan
dalam banyak program 3R.
Di rumah beliau yang berlokasi di Desa Lam Lumpu, Peukan
Bada, Kabupaten Aceh Besar. Lokasi tersebut disulap sedemikian rupa menjadi
perpustakaan dan tempat belajar anak-anak sekitar. Segudang visi besar dalam
membagikan pengetahuannya terhadap dunia edukasi. Selaras dengan pendidikan
Magister pendidikan yang diselesai di Universitas Negeri Makassar.
Menjadi relawan di Aceh masih terdengar asing, semangat
mengabdi di kalangan milenial seakan tergerus oleh zaman. Segala perjuangan
pasti akan membuahkan hasil, kisah Cut Nyak Dhien dulu melawan penjajah bersama
Teuku Umar seakan menjadi bentuk perjuangan tanpa pamrih menjaga negeri.
Kini semangat perjuangan bergeser dari arah melawan
penjajah ke dalam bentuk melawan ketidaktahuan dan pemerataan pendidikan.
Pemerintah sering sekali kurang memperhatikan hidup masyarakat pelosok dan
terluar dari NKRI. Bang Romi dan Kak Rahmi punya inisiasi besar dalam hal
menginisiasikan semangat dalam mendidik anak-anak di daerah tersebut.
Saya pun mencoba bertanya, mengapa Kak Rahmi mau tinggal
dan berkeluarga. Apalagi Aceh kala itu baru sembuh dari dua kejadian besar.
Pertama konflik berkepanjangan yang membuat orang Aceh sedikit menutup diri
dengan pendatang. Serta Gempa Bumi dan Tsunami di 2004, secara sarana dan prasarana
hancur lebih. Berbeda jauh dengan tempat beliau lahir di Makassar.
Perlahan-lahan beliau menjawab, masalah lokasi dan letak
bukan kendala. Di Sulawesi Selatan pun, beliau sudah memberdayakan lokasi yang
jauh dan kecintaan pada alam serta relawan. Seakan dimensi letak bukan jadi
kendala.
Hingga akhirnya di Aceh beliau bertemu dengan jodoh yaitu
Romi Saputra yang punya minat kuat di dunia relawan. Kolaborasi dengan beliau
ibarat saling mengisi satu sama lain, Kak Rahmi cekatan dalam deal dan negoisiasi
di organisasi sedangkan Bang Romi punya kecekatan dalam bekerja dan menghimpun
relawan untuk bergerak bersama.
Rumah Relawan Remaja, Wadah Lahirnya Ide Pustaka Kampung
Impian
Rumah Relawan Remaja (3R) adalah komunitas perdamaian yang bekerja untuk kemanusiaan. Komunitas ini didirikan pada tahun 2013, awal mulanya Perdana Romi Saputra yaitu Suami Kak Rami. 3R bukan hanya sekadar komunitas dengan berbagai program sosial, tapi menanamkan hidup sederhana dalam komunitas yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Menciptakan relawan dunia yang bisa belajar ke arah kehidupan yang adil dan damai.
Pada 3R para relawan diajarkan yang bekerja dengan cinta, kerja
bersama bukan bekerja secara individu, konflik, menjadi mitra dan
kemampuan mengorbankan diri sendiri (self-denial). Pada lima poin penting
inilah membuat siapa saja yang ada di 3R tampil solid karena seakan terpupuknya
nilai kekeluargaan. Bang Romi pun menjelaskan satu persatu poin penting 3R
tersebut dengan gamblang.
Pertama, di 3R memupuk cinta dalam menentukan passion,
segala sesuatu yang lahir dari cinta dan passion akan mudah dijalani. Begitu
pun ketika menjadi relawan atas dasar cinta, maka berbagai hal dilakukan dengan
ringan hati.
Kedua, bekerja secara kelompok, karena tujuan yang
diemban oleh relawan sama. Bekerja secara kelompok akan indah saat hasil yang
didapatkan optimal. Sedangkan saat tak sesuai harapan, akan timbul rasa saling
menyalahkan. Layaknya sapu lidi yang dikumpulkan dari ikatan lidi-lidi, bisa
menyapu halaman yang penuh dengan dedaunan.
Ketiga, melakukan manajemen konflik, selama proses camp
dan turun ke lokasi. Setiap peserta akan menghadirkan konflik dan perseteruan.
Ini wajar terjadi karena relawan berangkat dari beragam latar belakang. Oleh
karena itu, relawan perlu belajar menganalisis manajemen konflik sehingga
menjadikan konflik bukan sebagai masalah tapi i media belajar untuk
rekonsiliasi konflik. Proses pendewasaan diri pun akan muncul seiring dengan
kemampuan manajemen konflik yang baik.
Keempat, melakukan kolaborasi karena setiap orang punya
keahlian masing-masing. Kolaborasi dan kemitraan membuat kita bisa memecahkan
masalah yang kompleks. Itu semua yang terlibat punya kartu AS yang siap dikeluarkan
kapan saja.
Terakhir, relawan harus memiliki kemampuan untuk
mengorbankan diri sendiri (self-denial). Kemampuan ini perlu karena
memang relawan bekerja untuk kemanusiaan, bekerja untuk orang lain bukan untuk
diri sendiri. Pengorbanan diri akan menanamkan kemauan lebih dalam dan lebih
ikhlas dalam berbuat. Nantinya, semesta yang membalas atas jerih payah yang
telah dilakukan.
Memberdaya Budaya Membaca dan Kesederhanaan Sejak Dini
Sebagai seorang ibu, jelas Kak Rahmi dituntun untuk multi
tasking dalam banyak hal. Mengurusi segala kebutuhan teknis dan non teknis
berkaitan dengan Pustaka Kampung Impian. Tanpa melupakan dua buah hatinya.
Beliau pun mengajarkan sejak dini buah hatinya dengan
bersahabat dengan alam, membaca, dan tentunya berkarya. Saat Kak Rahmi sedang
sibuk mengurusi proses Ecobrick serta menidurkan si Kecil. Saya pun ditemani
Salam, anak tertua dari Kak Rahmi.
Ia punya perbendaharaan kata yang sangat banyak meskipun
belum genap 5 tahun. Ia mengajak saya mengeksplorasi setiap sudut sekretariat
3R. Memperlihatkan karya-karya anak kampun impian hingga akhirnya meminta
permintaan sulit yaitu Menggambar.
Bang… Gambar Kereta Api Listrik Jepang..!!
Bang… Gambar Mobil Balap…!!!
Satu jam bersama Salam akhirnya saya banyak belajar,
tumbuh kembang dan karakter anak bisa dibentuk sejak dini. Kebiasaan membaca
dan berkarya jadi cerminan anak-anak dalam mengeksplorasi daya pikir dan
imajinasinya. Ini jadi modal berharga di usia dewasanya kelak.
Kak Rahmi juga sering bercerita pada anak-anaknya sebelum tidur. Cerita yang ia dapatkan dari beragam buku yang dibeli di toko buku. Tak berhenti di situ saja, di kanal Youtube miliknya, beliau berbagai review buku pada sejumlah pegunjung. Buku-buku tersebut bisa jadi referensi para ibu lainnya dalam membeli buku.
Sama halnya dengan anak-anak yang hidup di pelosok dan
terpencil negeri. Mereka punya segudang kemampuan, hanya saja media belajar
yang terbatas seakan tak bisa mengeluarkan potensi terbaiknya.
Kak Rahmi juga mengajarkan nilai kesederhanaan dan rasa
syukur. Untuk bisa masuk ke masyarakat dibutuhkan nilai kesederhanaan yang
tulus. Mereka seakan yakin atas niat tulus kita dalam membangun negeri. Visi
inilah yang membuat Pustaka Kampung Impian bisa menjangkau hingga ke pelosok
Aceh.
Berbagai Kebaikan Melalui Sosial Media
Selain sebagai pegiat literasi, Kak Rahmi juga tergolong
pegiat sosial media. Setiap kegiatannya berkaitan dengan 3R selalu beliau
bagikan di sosial media. Ini seakan mendorong anak muda lainnya tertarik mengetahui
kegiatan yang beliau lakukan.
Tak hanya yang berkaitan dengan Pustaka Kampung Impian saja. Ada pengalaman mengolah botol dan plastik menjadi barang berharga, mengelola kebun organik, hingga hunting buku terbaru di toko buku. Beliau sadar bahwa generasi milenial dan di bawahnya akan termotivasi atas nilai positif yang kita bagikan.
Pertama mereka penasaran, lalu tertarik, dan kemudian
jadi bagian dalam kegiatan yang beliau laksanakan. Saya termasuk salah satunya
yang tertarik dalam program yang dulunya bernama The Floating School.
Pengalaman bisa ke salah satu pulau terpencil di Aceh.
Pulo Aceh menawarkan tantangan dan pariwisata, beliau mengemasnya dalam program
mengajar buat anak muda yang ingin menyalurkan ilmunya. Relawan senang dan
anak-anak mendapatkan ilmu pengetahuan yang sebelumnya belum mereka tahu.
Sosial media juga beliau gunakan dalam membagikan
perkembangan sang buah hati. Beliau bercerita banyak kepada saya tentang
parenting kedua buah hatinya. Sejak dini mereka ditanamkan nilai kejujuran, kesederhanaan,
keingintahuan, dan eksplorasi diri. Ini jadi modal sang anak saat besar, saat
banyak orang tua kini yang mengedepankan nilai individualis dan kapitalis.
Mimpi Berdirinya Pustaka Kampung Impian
Berdirinya Pustaka Kampung Impian di lima lokasi tersebut
tentunya tidak bisa dilaksanakan Kak Rahmi dan Bang Romi semata. Butuh banyak
tangan-tangan yang peduli yang bisa mendonasikan, menyalurkan, dan mengajarkan.
Wadah 3R jadi kesempatan para relawan turut serta dalam
Rekrutmen Relawan Pustaka Kampung Impian. Menjadi guru impian dalam kelas
edukatif dan interaktif. Persyaratannya tidaklah sulit, pustakawan yang
terpilih cukup berkomitmen, menyukai dunia pendidikan, peduli pada anak-anak
dan belum berkeluarga.
Nantinya selama setahun, pustakawan pilihan akan
ditempatkan di lokasi pustakawan yang ada di Aceh. Makin sulit medan
penempatannya, jelas membuat pustakawan bisa menularkan pengalaman setahunnya
saat kembali ke masyarakat.
Penulis juga sempat mewawancarai pustakawan yang telah
bertugas, mereka bercerita banyak bahwa setahun itu terasa spesial. Mulai dari
perjalanan menuju desa tempat Pustaka Impian berdiri, berbaur dengan masyarakat
sekitar, hingga bertemu anak-anak kampung di sana.
Mereka mengajarkan banyak hal dan semangat apa anak-anak
di sana. Mulai dari mengajarkan membaca, menggambar, hingga pidato. Pustakawan
juga mengajarkan pada anak-anak bahwasanya:
Proses belajar mengajar tak harus di dalam
kelas saja tapi juga di alam terbuka
Para pustakawan nantinya akan membentuk sejumlah kelas,
mulai dari kelas Membaca Dasar, Membaca Lanjut, Menulis, Kesenian Tradisional,
Prakarya, dan Kelas Fotografi. Selain kelas untuk anak-anak, para pemuda-pemudi
diperuntukkan pada kelas fotografi dan menjahit serta kelas bersama ibu-ibu.
Jendala Dunia Bernama Pustaka
Di zaman serba digital nyatanya kita tak bisa membendung
arus globalisasi informasi. Segudang informasi yang didapatkan di perangkat
digital bersifat semu dan menjebak. Ada banyak bias informasi yang menyesatkan
dan yang paling rentan adalah orang tua dan anak-anak.
Pustaka menjadi filter dalam menahan ketidakbenaran
informasi, meskipun banyak yang beranggapan pustaka ketinggalan. Namun anggapan
itu salah besar, di pustaka jadi jendela meluruskan informasi dan menyatukan
pengetahuan. Dunia digital yang dinilai terlalu komersial membuat proses
belajar tidak sefokus pustaka.
Inilah yang menginisiasikan lahirnya pustaka. Di daerah
pedalaman, anak-anak mulai tergoda dengan game online atau berbagai hiburan
yang belum layak ia konsumsi. Kehadiran pustaka juga menghapus kegundahan para
ibu atas anak mereka.Serta sangat berguna selama pandemi, anak-anak bisa
mengisi waktu kosong selama masa sekolah daring berlangsung lama.
Pada 3R tak ingin kegiatannya disusupi oleh tujuan politisasi
atau embel-embel kegiatan mereka. Murni yang dilakukan untuk membantu anak-anak
yang hidup di pelosok. Mereka yang polos dan tak tahu apa-apa jadi media
politik orang tak bertanggung jawab. Inilah yang selalu dijaga oleh 3R.
Kehadiran Pustaka Kampung Impian
Membaca buku jadi gudang sumber ilmu pengetahuan, hanya saja tak semua orang bisa mengakses buku yang baik meskipun kini telah berkembang pesat akses informasi. Bagi masyarakat pedalaman, semua itu dan tersentuh.
Ada sejumlah wilayah terluar dan terpencil di Aceh yang
masih merasakan itu semua. Anak-anak sangat kesulitan untuk bisa mendapatkan
pengetahuan. Angka lanjut sekolah serupa, letak sekolah jauh, akses
transportasi sulit hingga tentu saja buku. Bermain dengan alam atau membantu
orang tua bekerja adalah opsi, sedangkan mengejar pendidikan harus merantau ke
kota besar.
Pustaka Kampung Impian merupakan salah satu program
belajar alternatif Rumah Relawan Remaja (3R). Program ini dilaksanakan sejak
tahun 2016 di berbagai desa terpencil dan terdampak bencana, total kini telah
ada sebanyak 5 desa yang menjadi penerima buku dari 3R dalam mewujudkan kampung
impian.
Pada kelima desa tersebut, jelas akses ke sana sangatlah
sulit. Pertama ada Desa Bah dan Serempah Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah.
Desa ini hampir sedekade silam pernah diguncang gempa hebat. Dampaknya adalah
kedua kampung itu sampai harus direlokasi oleh Pemda setempat.
Efek paling terasa adalah banyak sekolah yang rusak,
kehadiran Pustaka Kampung Impian pada dua desa tersebut ibarat Oase di padang
pasir. Memberikan secercah harapan baru dan juga menghilangkan traumatik korban
pasca gempa. Buku-buku sumbang jadi modal berharga anak-anak belajar menggapai
impian tersebut.
Lokasi kedua kemudian bergeser ke Baling Karang, Kecamatan
Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang. Berdiri sebuah bangunan rumah panggung dengan
ornamen dan corak warna-warni. Lokasi inilah yang menjadi lokasi Pustaka
Kampung Impian anak-anak setempat. Makin terlihat indah saat menghadap ke arah Pantai
Baling Karang yang mengalir deras Sungai Tamiang.
Pantai Barat Aceh pun tak ketinggalan berdiri Pustaka
Kampung Impian, Berlokasi di Dusun Sarah, Desa Alue Keujruen, Kemukiman
Manggamat, Aceh Selatan. Meskipun berada di tengah rimba, akses yang bisa
menembus dusun tersebut hanya menggunakan perahu yang hilir mudik di aliran
Sungai Kluet.
Perjalanan pustakawan ke sana sangat sulit, meskipun
jarak lurusnya hanya 11 mil dari Kota Tapak Tuan, tak ada akses lainnya selain
menggunakan perahu motor. Perjalanan bisa memakan waktu 2 sampai dengan 3 jam,
melawan arus Sungai Kluet untuk mengantarkan buku-buku ke pustaka di sana.
Dan dua terakhir berada di Aceh Besar, pertama adalah
Pustaka Kampung Impian di Klieng Cot Aron, Kabupaten Aceh Besar. Menjadi lokasi
Pustaka Kampung Impian yang paling mudah dijangkau dan terletak tak jauh dari
sekretariat 3R. Saat proses peresmian, penulis termasuk salah satu orang yang
hadir dan melihat sebuah Pustaka Kampung buat anak-anak sekitar.
Terakhir tentunya, Pustaka Kampung Impian di Desa Lapeng,
Pulo Aceh, Kab. Aceh Besar. Sebagai salah satu pulau terluar sebelah barat
Indonesia, Pulo Aceh jelas sangat tertinggal dalam berbagai hal. Aspek
pendidikan jadi fokus utama, ada banyak anak-anak Desa Lapeng yang putus
sekolah dan bisa mendapatkan akses pengetahuan.
Tahun 2018, sebuah bangunan panggung sederhana akhirnya berdiri di tengah Desa Lapeng. Bangunan ini jadi sebuah wujud pustaka, sesuatu yang didambakan oleh anak-anak setempat. Desa Lapeng pun sebelumnya telah rutin dikunjungi terutama dalam mengajar anak setempat.
Melalui program yang digagas oleh Kak Rahmi terlebih dulu
yaitu Program The Floating School (TFS) Aceh merekrut para anak muda
dari berbagai lini keahlian untuk ikut serta mengajar dan berbagi inspirasi
secara suka rela kepada adik-adik Pulo Aceh dalam dua kelas besar yaitu kelas
komputer dan prakarya.
Tak berhenti di situ saja, Kak Rahmi bersama 3R membeli tanah di sana dan mendirikan Kebun Impian Lapeng. Sejumlah tumbuhan dan bunga ditanam pada kebun tersebut yang dikelola oleh Pustakawan yang menetap di Pulo Aceh.
Sesekali saat melihat Pustaka Kampung Impian di Desa
Lapeng, tentunya tak lupa melihat kebun yang penuh hasil alam hampir mendekati
waktu panen. Para Pustakawan yang ditempati di sana bisa menghilangkan jenuh di
Pulo Aceh dengan berkebun.
Jadi Bagian dari Pustaka Kampung Impian
Kak Rahmi bercerita bahwa siapa saja bisa ambil bagian
dalam Pustaka Kampung Impian. Memang untuk persyaratan menjadi pustakawan harus
belum berkeluarga. Tapi beliau berkata, itu tidak masalah, ada jalur lainnya
yang ditempuh.
Bisa dengan jalur donatur, ada begitu banyak orang yang
dermawan yang mendonasikan uang atau bukunya untuk diberikan ke anak-anak di
pelosok. Nantinya pihak 3R akan membelikan buku yang dianggap sesuai dengan
kriteria anak setempat.
Bisa juga dengan mendonasikan buku yang sudah dipunya,
tentunya ada Sebagian besar orang punya buku bekas. Kak Rahmi dan 3R akan
menyeleksi buku atau majalah tersebut untuk nantinya disalurkan. Ada sebagian
buku yang ditempatkan di sekretariat 3R. Mulai dari buku anak, majalah
pengetahuan populer hingga buku mewarnai.
Bila tak mampu jadi bagian dari pustakawan dan donator,
jangan berkecil hati. Ada jalur yang lebih gampang. Menjadi bagian dari yang
menyalurkan buku-buku ke lokasi Pustaka Kampung Impian. Mulai dari yang
terdekat di Klieng Cot Aron, Aceh Besar hingga yang terjauh di pedalaman Baling
Karang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang. Makin jauh dan menantang,
makin banyak cerita yang bisa kalian bagikan, ujar Kak Mia.
Memberdayakan Sampah Menjadi Ecobrick dan Barang Unik
Lokasi 3R berada di Desa Peukan Bada, letaknya yang tak
jauh dari pesisir otomatis ada begitu banyak kegiatan yang ada di sana. Salah
satu daerah wisata yang ada di sana adalah yang berasal dari Ulee Lheu. Ada
banyak aktivitas ekonomi dan pariwisata, produksi sampah jelas sangat berlimpah.
Sampah plastik, botol, dan lidi jadi penyumbang terbanyak. Sampah yang banyak inilah yang umumnya dikumpulkan anak-anak sekitar yang kemudian diolah sedemikian rupa menjadi Ecobrick. Kak Rahmi adalah salah satu mentor Ecobrick yang tersertifikasi yang berdomisili di Aceh.
Pengalaman yang beliau miliki tersebut menjadi modal
berharga dalam mengajarkan anak setempat bahwa. Sampah Ecobrick bisa
menciptakan produk yang bisa digunakan sehari-hari, salah satunya produk yang
beliau ciptakan adalah kursi dan meja.
Saat penulis tiba di 3R, Kak Rahmi bersama sejumlah anak
setempat sedang memasukkan pasti ke dalam botol air mineral berukuran 1,5
Liter. Sampah yang ingin dimasukkan ke dalam botol mineral terlebih dulu dicacah
menjadi ukuran kecil agar mudah dipadatkan sampai tak ada lagi ruang kosong di
dalamnya. Jumlahnya ditimbang sedemikian rupa hingga bobotnya menyentuh 500
gram.
Setelah jadi nantinya, akan menjadi mahakarya yang
menarik dengan berbagai corak warna-warni dari plastik bekas. Berbagai sampah
lainnya coba diolah selain plastik, Kak Rahmi bercerita saat pengalamannya ke
Bali.
Ada banyak popok (diaper) yang dihasilkan anak tertua
beliau Salam selama di sana. Kak Rahmi tidak membuangnya tapi mengumpulkan dan membawa
pulang ke Makassar. Setiba di sana, beliau mengolahnya menjadi benda unik: jadi
pot tanaman unik.
Prosesnya adalah dengan memisahkan kain pelapis dan gel
dari popok yang sudah dibersihkan sebelumnya. Kain pelapis popok itu
dikeringkan lalu dicelupkan dalam adonan semen yang tersedia. Popok kemudian dicetak
dengan media timba yang diinginkan. Setelah kering dan terbentuk, pot tanaman menggunakan
media popok tersebut dihiasi dengan berbagai warna
Di sekretariat 3R tak hanya Ecobrick, ada banyak barang bekas yang diolah sedemikian rupa menjadikan menarik. Pot tanaman dan hiasan di dinding sekretariat 3R adalah bukti bahwa barang tak terpakai bisa Kak Rahmi dan anak-anak Camp berdayakan jadi barang berharga.
Kisah inspirasi Kak Rahmi seakan memberikan pengalaman
baru, Cut Nyak Dhien era milenial punya tantangan tak kalah besar. Kerja keras
beliau selama 5 tahun terakhir di Aceh secara tak langsung terbayar, berbagai
program relawan berhasil berjalan dengan optimal. Belum lagi dengan dedikasi
beliau bersama suami dalam membantu anak-anak Aceh putus sekolah. Menjadi
mereka sebagai penerus bangsa.
Mimpi Sederhana Kak Rahmi dan Bang Romi
Saat saya bertanya, apa harapan besar buat anak-anak yang
ada di pelosok dan daerah terluar. Saya pun bertanya kembali, apakah ada dari
mereka yang sekolah tinggi hingga bisa menggapai perkuliahan ke luar negeri.
Kak Rahmi menjawab, mimpi kami sangat sederhana. Dari Gerakan
Pustaka Kampung Impian yang 3R bina. Lahir anak-anak yang cinta akan sekolah
dan bisa bermanfaat dalam membangun desanya kelak. Tak harus sekolah tinggi
hingga ke luar energi. Untuk bisa bersekolah sudah menjadi apresiasi bagi kami.
Semuanya pun harus ditanamkan nilai-nilai kejujuran, kesederhanaan,
rasa ingin tahu, dan berdedikasi tinggi. Nilai-nilai dasar yang kini banyak
diabaikan, memang mimpi itu sederhana tapi bagi saya terasa spesial.
Cerminan ini tak hanya hadir di desa terpencil namun
ditanamkan pada anak-anak kini. Penulis pun tertegun dengan kata-kata tersebut
arti sukses yang keduanya impikan.
Rahmiana Rahman, Kepingan Penting di Satu Indonesia Award
Penghargaan SIA yang dilaksanakan Astra adalah apresiasi para pejuang negeri dalam berkontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sebagai seorang yang banyak berkontribusi pada negeri, Kak Rahmi telah dua kali masuk dalam nominasi Satu Indonesia Award tingkat Provinsi yaitu di tahun 2020 dan 2021.
Melihat dedikasi yang telah beliau lakukan di Aceh selama
7 tahun dan lebih sedekade bila terhitung sejak masih di Makassar. Saya merasa
beliau layak naik level ke tahapan Satu Indonesia Award tingkat Nasional. Program
beliau lakukan bersifat berkelanjutan, di saat ada banyak penerima SIA yang
hanya ingin mendapatkan apresiasi dan reward. Kak Rahmi telah menanamkan dalam
pekerjaannya niat berbuat ikhlas.
Dalam hal ini Kak Rahmi sudah berkontribusi besar tak
hanya satu bidang saja yaitu bidang pendidikan dan lingkungan. Gerakan Pustaka
Kampung impian wujud pemerataan pendidikan di lima lokasi terpelosok dan
terdampak bencana di Aceh.
Sedangkan program lingkungan adalah proses pengelolaan
sampah sekitar secara terpadu. Sampah plastik dan botol diubah menjadi produk
unggulan Ecobrick yang punya nilai seni tinggi. Tak berhenti di situ saja,
beliau yang memiliki bayi juga mengubah popok bekas Salam dan Luqna jadi pot.
Ada banyak pot di lokasi 3R adalah wujud pengolahan bahan buangan jadi barang
berkualitas.
Kini segala cita-cita yang selama ini Rahmiana Rahman
seakan mulai terwujud, berawal dari kegundahan berbuah jadi inovasi untuk
masyarakat sekitar. Astra pun tak salah memilih putra-putri terbaik negeri
dalam menyebarkan semangat Astra dalam menginspirasi negeri.
Mewujudkan enam pilar utama membangun negeri, Rahmiana
Rahman jadi garda paling barat Indonesia membangun Pustaka Impian bagi anak
pedesaan. Senyum kini merekah dari wajah anak-anak pustaka kampung impian.
Akhir Perjumpaan….
Tak terasa 3 jam pembicaraan kami mengenai pustaka
kampung impian membawa pada petang hari. Namun saya belum dipersilakan pulang,
Bang Romi di dapur sedang sibuk-sibuknya. Beliau membuat gorengan bala-bala dan
teh manis.
Relawan camp yang ada di sekretariat 3R pun turun dan
merapat ke ruang makan. Menikmati gorengan hangat. Saling bercengkerama,
membuktikan bahwa semuanya bisa bersatu mewujudkan memberdayakan anak-anak di
desa impian.
Bang Romi dan para relawan juga bercerita banyak,
pendirian 3R dan sejumlah program termasuk di dalamnya adalah bukti kepedulian
pada anak-anak di pedalaman dan juga di sekitar sekretariat 3R. Menerima dan
terbuka kepada siapa saja yang datang,
Beliau sering mendengarkan suara sumbang akan 3R. Namun
saat datang ke lokasi dan melihat program telah dilakukan, Banyak yang
bersimpatik dan mendukung program yang telah dilakukan sebelumnya.
Tak berapa lama kemudian, suara lantunan ayat suci dan beberapa
saat setelah berganti dengan suara azan magrib. Saya pun pamit dari sekretariat
3R. 3 jam di sana seakan membuka hati dan wawasan kita, membantu sesama
dibutuhkan tekad, tinggal nantinya masyarakat melihat atas apa yang kita
perbuat.
Nantinya semesta akan membalas semua lelah kita menjadi
secercah harapan besar. Akhir kata, semoga tulisan ini menginspirasi. Have a
nice days.
0 komentar:
Post a Comment