Angin kencang pembawa gelombang panas dan tahun ini
gelombang panas bertahan cukup lama di Nusantara. Membuat suhu naik drastis,
semuanya merasakan kepanasan. Keluar rumah jadi malas, malam pun harus ditemani
oleh kipas angin atau pun AC.
Fenomena gelombang panas sebenarnya belum selesai, itu baru dampak awal. Ada beragam bencana lanjutan yang terjadi. Gelombang panas tersebut terjadi El-Nino yang cukup besar terjadi di tahun ini.
Fenomena El
Niño dapat memiliki dampak signifikan terhadap cuaca dan iklim di berbagai
belahan dunia, termasuk Indonesia, dan dapat berkontribusi terhadap peningkatan
risiko kebakaran hutan.
Awal mula
yang paling dirasakan tentu saja kemarau ekstrem. Dampaknya selama periode El
Niño dapat membuat vegetasi lebih rentan terhadap kebakaran, karena tanaman dan
lahan menjadi lebih kering. Sedikit saja ada gesekan yang menimbulkan api. Ada
ratusan hingga ribuan hektar lahan yang terbakar hebat hanya dalam hitungan
jam.
Itu
berlanjut dengan peningkatan suhu, lahan akan mudah terbakar dan manusia dan
habitat akan merasakan peningkatan suhu yang ekstrem dalam waktu lama. Itu
diperparah dengan pola curah hujan yang tak menentu.
El Niño
dapat mengganggu pola curah hujan yang normal, menyebabkan variasi dan
ketidakpastian dalam distribusi hujan. Beberapa wilayah dapat mengalami curah
hujan yang lebih rendah dari biasanya, meningkatkan risiko kekeringan dan
kebakaran.
Tentu saja,
kondisi lahan gambut rentan. Sifatnya yang sensitif terhadap perubahan suhu dan
curah hujan. El Niño dapat menyebabkan penurunan air permukaan di lahan gambut,
membuatnya lebih rentan terhadap kebakaran yang sulit dikendalikan.
Alhasil ada
banyak penyebaran asap. Ia mampu menghasilkan asap dan partikel halus yang
dapat mencemari udara. Ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pernapasan pada
manusia serta mengganggu transportasi udara dan aktivitas ekonomi.
Hadirnya El
Niño dapat memperburuk kondisi dan risiko kebakaran hutan di Indonesia. Upaya
pencegahan, mitigasi, dan penanggulangan kebakaran harus ditingkatkan selama
periode El Niño untuk melindungi lingkungan, kesehatan manusia, dan
keberlanjutan ekosistem.
Indonesia dan Keragaman Hayati yang dimiliki
Sejak dulu Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman
hayati. Namun dalam beberapa dekade terakhir populasi spesies endemi terancam
punah. Menurut data yang dimiliki Badan Pusat Statistika tahun 2017, jenis
satwa yang terancam punah yaitu harimau Sumatera, gajah Sumatera, badak,
banteng, owa, orang utan, bekantan, komodo, jalak bali, maleo, babi rusa, anoa,
elang, tersitus, dan monyet hitam Sulawesi.
Sebagai catatan bahwa, Indonesia jadi negara No. 1 untuk jumlah mamalia (515 spesies) dan palma (400 spesies), No. 3 untuk reptil (600+ spesies), No. 4 untuk burung (1519 spesies) dan No. 5 untuk amfibi (270 spesies). Itu bisa saja bertambah karena masih ada sejumlah spesies yang terdata secara keseluruhan.
Rata-rata jumlah dari masing-masing spesies tersebut di bawah 2000 ribu
ekor. Hanya komodo yang tercatat masih ada 5.954 ekor pada tahun 2017. Apabila
tidak di lindungi, maka satwa tersebut bisa terancam punah sepenuhnya pada
tahun yang akan datang.
Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Keunikannya adalah di samping
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia mempunyai areal tipe
Indomalaya yang luas, juga tipe Oriental, Australia, dan peralihannya. Selain
itu di Indonesia terdapat banyak hewan
dan tumbuhan langka, serta hewan dan tumbuhan endemik.
Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai
macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem
hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem
air tawar, ekosistem air laut, ekosistem sabana, dan lain-lain. Masing-masing
ekosistem ini memiliki keanekaragaman hayati tersendiri.
Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropis atau hutan basah, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat), seperti rotan. Tumbuhan khas Indonesia seperti durian, Mangga, dan Sukun di Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi.
Di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan endemik Rafflesia.
Tumbuhan ini tumbuh di akar atau batang tumbuhan pemanjat sejenis anggur liar,
yaitu Tetrastigma. Bagaimana dengan wilayah Indonesia bagian timur?
Apakah jenis tumbuhannya sama? Indonesia bagian timur, tipe hutannya agak
berbeda. Mulai dari Sulawesi sampai Irian Jaya (Papua) terdapat hutan non-Dipterocarpaceae.
Hutan ini memiliki pohon-pohon sedang, di antaranya beringin, dan matoa. Pohon matoa merupakan
tumbuhan endemik di Irian. Selanjutnya fauna di Indonesia. Hewan-hewan di
Indonesia memiliki tipe Oriental (Kawasan Barat Indonesia) dan Australia
(Kawasan Timur Indonesia) serta peralihan.
Hewan-hewan di bagian Barat Indonesia (Oriental) yang meliputi Sumatera,
Jawa, dan Kalimantan, memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama ada spesies
mamalia yang berukuran besar, misalnya gajah, banteng, harimau, badak. Mamalia
berkantung jumlahnya sedikit, bahkan hampir tidak ada.
Lalu ada berbagai macam kera, misalnya: bekantan, tarsius, orang utan. Terakhir
ada hewan endemik, seperti: badak
bercula satu, binturong, monyet, tarsius, dan kukang. Lalu pada jenis burung
serupa juga misalnya saja jalak bali, elang Jawa, murai mengkilat, elang putih.
Di Papua memiliki hewan mamalia berkantung, misalnya: kanguru, kuskus, dan burung
Cenderawasih. Di Nusa Tenggara, terutama di pulau Komodo, terdapat reptil terbesar
yaitu Komodo.
Bentang alam Indonesia mengikuti Garis Wallacea, Garis Weber dan Garis
Lydekker. Adanya perbedaan ini membuat keanekaragaman hayati menjadi sangat
tinggi. Inilah yang membuat Indonesia Bersama Brazil dan Zaire punya
keanekaragaman hayati yang sangat besar.
Karhutla, Bukan
Hanya Perubahan Iklim Tapi Ulah Kita
Sejak awal peradaban manusia dimulai, saat itulah bumi
mulai dieksploitasi secara terus-menerus. Bila dulunya manusia mengeksploitasi
bumi hanya sebatas keperluan bertahan hidup. Namun di era modern bumi
dieksploitasi untuk kebutuhan bisnis dalam sekala besar dan masif.
Efeknya terlihat dengan banyaknya kerusakan lingkungan
dan perubahan iklim. Bila dulunya kayu yang digunakan manusia hanya itu
kebutuhan dapur saja. Kini hutan kayu dibabat habis untuk kebutuhan industri
skala besar dan bahkan menghilangkan begitu banyak lahan buat satwa liar di
dalamnya.
Tahun 2019 bisa dibilang tahun yang kelam, dalam satu
dekade terakhir kebakaran hutan di tahun 2019 jadi yang terparah. Malahan
mengalahkan tahun 2019 yang disinyalir jadi terparah sepanjang sejarah Republik
ini berdiri. Ada sebanyak 1,6 juta hutan dan lahan yang terbakar, menghasilkan
begitu banyak karbon ke atmosfer, membunuh satwa hingga masalah pernapasan
parah pada manusia.
Sering kali kita berpikir bahwa kejadian ini dianggap
puncak musim kemarau yang terjadi di tengah tahun. Faktor seperti El-Nino
dianggap sebagai salah satu pemicu kebakaran hebat di nusantara. Namun nyata
itu hanya faktor semu dan kecil. Semua itu terjadi nyatanya ada pengaruh besar
manusia di belakangnya. Mengubah lahan dengan cepat dan murah dari dan dengan
cara membakar.
Bila ditotal dalam 5 tahun terakhir saja, ada 5,7 juta
lahan yang terbakar dengan kerugian ditaksir hingga 73 triliun. Melepaskan
miliaran zat karbon ke Atmosfer dan tentu saja menaikkan iklim global bila tak
ditanggulangi secara tepat. Luas hutan yang terbakar itu bahkan mengalahkan
kebakaran hutan yang ada di Amazon dan Australia di tahun 2020.
Memangnya di Indonesia, pulau apakah yang paling banyak
mengalami karhutla?
Sumatera dan Kalimantan jadi yang terdepan menyumbang
daerah yang terbakar. Sedangkan di Papua, Sulawesi, dan Jawa relatif sedikit
karena berbagai hal. Papua dan Sulawesi masih minim aktivitas yang mengarah
pada kebakaran hutan.
Di sana lebih identik dengan penambangan dan eksploitasi
hasil alam. Sedangkan di Jawa dipengaruh dengan minimnya lahan yang bisa diubah
oleh para perusahaan atau instansi yang terkait dalam eksploitasi lahan dan
hutan.
Proses pemadamannya pun sangat sulit, apalagi ditambah
medan yang jauh dan sulit menemukan sumber air membuat proses kebakaran lahan
bisa berminggu-minggu untuk dipadamkan. Dapur asap gambut sangat sulit dipadamkan
hanya mengandalkan air. Terkadang butuh rekayasa hujan buatan atau menunggu
musim penghujan tiba.
Pernapasanku
Sesak Akibat Karhutla
Kini di
musim tertentu, langit dan udara berubah jadi putih. Bila di pagi hari terlihat
seperti kabut sedangkan di malam hari terlihat bagaikan embun. Dampaknya terlihat jelas dari terjadinya pencemaran
udara yang menghasilkan asap, partikel halus, dan gas beracun seperti karbon
monoksida (CO).
Efek
lanjutan berupa gangguan Kesehatan, pemaparan jangka panjang terhadap asap dan
partikel dari karhutla dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan, seperti
asma, bronkitis, dan infeksi saluran pernapasan atas. Bayi, anak-anak, dan
orang tua lebih rentan terhadap dampak kesehatan ini.
Itu belum
lagi dampak dari kerugian ekonomi, Karhutla dapat merusak tanaman pertanian,
perkebunan, dan hutan yang digunakan untuk sumber daya kayu atau non-kayu. Ini
dapat mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani, pekerja hutan, dan sektor
pertanian.
Tak berhenti
di situ saja, ada lingkungan yang rusak akibatnya. Mengganggu keanekaragaman
hayati. Biodiversitas dapat hilang akibat kebakaran, mengancam spesies tumbuhan
dan hewan yang khas dari wilayah tersebut.
Salah
satunya adalah kerusakan lahan gambut, Lahan gambut adalah ekosistem penting
yang menyimpan karbon dalam jumlah besar. Kebakaran di lahan gambut dapat
melepaskan karbon dioksida ke atmosfer, berkontribusi pada pemanasan global dan
perubahan iklim.
Ada banyak
dari keanekaragaman hayati yang terancam. bahkan sampai pada tingkat kepunahan.
Karhutla harus ditindak dengan tegas. Bila nantinya kita makin sulit bernapas
dan harus duduk lama di rumah akibat asap yang merajalela.
Awal Mula Wabah berawal dari Rusaknya Hutan
Masalah wabah dan pandemi sering sekali dikaitkan dengan
urusan medis saja. Nyatanya ada pemicu yang membuat banyak wabah zoonesis
yang kemudian menular antar manusia. Apakah itu dari hewan dan tumbuhan, sifat
manusia awal yang suka berburu berbagai binatang liar tak jarang membuat
berbagai bakteri dan virus terkontaminasi ke manusia.
Penyakit itu kadang menyebar dari satu manusia yang
memakan satwa liar ke manusia lainnya. Berdampak dengan banyaknya manusia yang
harus jatuh sakit dan bahkan meninggal. Kala itulah wabah mulai muncul,
nyatanya virus kadang dari hewan peliharaan yang dekat manusia.
Di era modern, satwa liar hidup secara soliter dan jauh
dari manusia. Ada banyak aktivitas deforestasi yang berdampak pada satwa liar. Berdampak
pada muncul virus baru yang menyerang manusia, kebanyakan adalah spesies langka
atau hampir punah. Tepatnya, hewan dengan populasi yang terus menurun akibat
eksploitasi manusia.
Di Asia tenggara sendiri, hal tersebut sempat terjadi di
medio 90-an saat virus Nipah yang berasal dari kelelawar pemakan buah.
Kelelawar yang masih disantap oleh sejumlah masyarakat pedalaman berdampak pada
penyebaran virus Nipah. Efek kematian cukup tinggi hingga 75% kasus, namun
berhasil diredam sebelum menjadi pandemi global.
Selanjutnya, menurut laporan Program Lingkungan PBB yaitu
UNEP, menegaskan bahwa 60 persen penyakit menular yang diderita manusia berasal
dari satwa. Angka itu bertambah hingga 75 persen jika memasukkan penyakit
varian baru. Sudah pasti jauh berbahaya dan mematikan, semuanya terjadi dalam
beberapa dekade terakhir.
Jenis satwa yang berbagi virus dengan manusia kebanyakan
adalah spesies langka atau hampir punah. Tepatnya, hewan dengan populasi yang
terus menurun dan kehilangan habitat akibat eksploitasi manusia. Belum lagi
kebiasaan sejumlah masyarakat yang menyukai makanan ekstrem tersebut sebagai
menu wajib kuliner mereka. Berdampak proses perpindahan virus bisa berlangsung
sangat cepat.
Virus seperti Ebola berasal dari kelelawar pemakan buah,
HIV berasal dari hewan simpanse di Afrika, flu burung berasal dari unggas, Zika berasal dari nyamuk
di daerah tropis di hutan hujan Brazil. Lalu MERS berasal dari unta di
semenanjung Arab dan tentu saja SARS yang menjadi turunan Covid-19 yang berasal
dari kelelawar.
Ada sejumlah kemunculan penyakit zoonesis tersebut
nyata banyak sebabnya dari perubahan lingkungan atau gangguan ekologi dampak
aktivitas manusia. Misalnya saja pengubahan hutan menjadi lahan pertanian,
pembakaran hutan, menghilangkan sumber makanan satwa, dan lain sebagainya.
Skala yang terjadi bukan hanya satu wilayah saja, tapi
meluas dan terjadi di seluruh dunia. Akibatnya terjadi benturan antar spesies
yang menjadi korban. Misalnya satwa liar jumlahnya menipis dan cenderung punah.
Sedangkan manusia bisa merasakan dampak tak kasat mata, salah satunya
kontaminasi penyakit jenis baru.
Salah satu pangkal masalahnya adalah deforestasi. Hutan
ditebas demi membuka lahan pertanian atau peternakan intensif. Habitat
tergusur, memaksa satwa liar masuk jalan hidup manusia. Saat itulah tabrakan
terjadi antara manusia dan satwa liar. Lalu juga hewan peliharaan kerap jadi
penghubung perpindahan patogen dari satwa liar ke manusia.
Nantinya hewan tersebut bisa saja tertangkap, dipelihara
atau bahkan disantap. Selamat datang virus baru, dalam sekejap menyebar dari
sekedar wabah lalu membesar hingga sampai ke tahap ini. Inilah yang terjadi di
akhir tahun 2019 saat pasar buah dan hewan di Kota Wuhan membawa virus yang
membuat kita merasakan lebih dari 2 tahun menjaga jarak antar sesame manusia.
Cegah Karhutla Melalui Beragam Cara Tegas
Kebakaran
sering kali digunakan untuk membersihkan lahan hutan atau lahan gambut untuk
pertanian, perkebunan, atau pembangunan infrastruktur. Pembukaan lahan dengan
metode pembakaran yang tidak terkontrol dapat dengan mudah memicu kebakaran
yang merembet.
Ragam kegiatan ini berdampak besar pada karhutla secara lingkup kecil hingga cakupan besar yang bisa mencemari wilayah NKRI dan bahkan negara orang lain. Kegiatan yang dilakukan mulai dari praktik pembukaan lahan, aktivitas pertanian dan perkebunan, faktor alam seperti kekeringan serta perubahan iklim hingga tidak mematuhi larangan.
Kombinasi
dari beberapa faktor di atas dapat menyebabkan karhutla. Jelas sangat dampak
serius terhadap lingkungan, termasuk kerusakan hutan yang penting untuk
keseimbangan ekosistem dan perubahan iklim global. Oleh karena itu, pencegahan
dan penanggulangan karhutla merupakan hal yang sangat penting.
Harus ada sejumlah cara dalam mencegah dan memutusnya.
Memang tidak bisa 100% bebas karhutla tapi ada sejumlah cara yang pemerintah,
korporasi, dan Masyarakat lakukan. Mulai dari Penegakan hukum yang ketat. Adanya
langkah-langkah tegas dalam penegakan hukum terhadap praktik pembakaran hutan
dan lahan ilegal. Sanksinya tegas dan berat bagi yang melanggar.
Harus adanya pendidikan dan kesadaran masyarakat, cara
ini berupa kampanye penyuluhan dan edukasi di sekolah-sekolah, media massa, dan
komunitas dapat membantu mengubah perilaku dan mendorong partisipasi aktif
dalam mencegah kebakaran. Serta adanya kolaborasi ini dapat memperkuat upaya
pencegahan dan penanggulangan.
Pengembangan Teknologi dan Sistem Pemantauan: Penggunaan
teknologi seperti satelit dan sistem pemantauan dapat membantu mendeteksi dini
kebakaran hutan dan lahan. Informasi ini dapat digunakan untuk merespons secara
cepat dan mengambil tindakan pencegahan lebih lanjut.
Praktik pertanian dan pengelolaan lahan yang
berkelanjutan dapat membantu mengurangi risiko kebakaran. Pemberdayaan petani
dan masyarakat lokal dalam penggunaan lahan yang bijaksana dapat mengurangi
risiko kebakaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
Tak hanya itu saja disusul dengan program restorasi hutan
dan lahan dapat membantu memulihkan area yang terdampak oleh kebakaran.
Pemulihan ekosistem yang rusak dapat mengurangi risiko kebakaran di masa depan.
Konsep ini juga berbarengan dalam peningkatan kapasitas
pemadam kebakaran. Andai saja di sejumlah titik tersebut terjadi kebakaran
lahan. Petugas di sana bisa bersiap memadamkannya secara cepat.
Teknologi dalam Menyelamatkan Lahan Gambut
Pemantauan lahan gambut merupakan hal penting untuk
menjaga keberlanjutan ekosistem gambut, mencegah terjadinya kebakaran, dan
mengurangi dampak perubahan iklim. Teknologi modern telah membantu dalam
mengembangkan cara-cara yang lebih efektif dan canggih dalam pemantauan lahan
gambut.
Ini butuh perhatian lebih terutama gencarnya pembakaran
hutan yang berdampak pada lahan gambut yang terus menipis. Pemantauan oleh
manusia sering lolos dan baru disadari saat ribuan hektar lahan telat terbakar.
Memangnya bagaimana caranya?
Kolaborasi antara teknologi dan manusia adalah kekuatan besar
dalam menjaga lingkungan. Cara ini cukup berguna saat ini terutama dalam
memantau hutan yang sangat luas.
Misalnya paling baru adalah dengan cara Citizen
Science dan Crowdsourcing. Dalam hal ini tentu saja melibatkan
masyarakat atau relawan untuk mengumpulkan data melalui aplikasi dan platform
online. Akan ada banyak cara memantau lahan gambut hingga pelosok secara efisien.
Ada banyak sensor yang bisa digunakan seperti saja sensor
Jaringan Tanah. Tujuannya untuk mengukur suhu, kelembaban, dan kadar air dalam
lahan gambut. Data dari sensor ini membantu pemantauan kondisi tanah secara
langsung.
Apalagi sudah berkembang pesatnya teknologi IoT (Internet
of Things). Setiap parameter jaringan sensor dan perangkat terhubung untuk
memantau parameter penting seperti suhu, kelembaban, dan kualitas udara di
lahan gambut.
Memangnya ada pemantauan secara jauh?
Jelas ada dan paling familiar adalah dengan penginderaan
jarak jauh. Apakah itu menggunakan citra satelit atau drone. Metodenya dengan memantau
luas lahan gambut, perubahan vegetasi, suhu permukaan, dan kelembaban. Serta
juga bisa mengukur citra termal pada titik-titik panas yang akan menunjukkan
kebakaran. Data yang didapatkan tentunya real-time tentang kondisi lahan
gambut.
Semuanya teknologi tersebut terkoneksi dengan perangkat
mobile yang memudahkan Masyarakat dan relawan bisa melakukan proses pencegahan
dan pemadaman cepat. Data yang dikumpulkan dapat memberikan wawasan lebih
lanjut tentang perubahan di lapangan.
Kombinasi dari berbagai teknologi ini dapat membantu
pemantauan lahan gambut dengan lebih efektif, akurat, dan berkelanjutan.
Pemantauan yang baik sangat penting untuk melindungi ekosistem lahan gambut
yang rentan dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang serius.
Merdeka Penuh dari Karhutla, Cita-Cita Semua Masyarakat
Tak lama lagi Indonesia akan merayakan hari jadinya ke
78. Tantangan di era sangat ini makin banyak dan kompleks. Kemerdekaan kita
miliki saat ini bukan lagi berjuang merampas kemerdekaan dari penjajah, namun
kemerdekaan dalam hal lebih kompleks.
Salah satu yang paling mendasar tentu saja merdeka dalam
mendapatkan udara bersih. Sesuatu yang kini sering jadi hambatan terutama saat
musim kemarau tiba. Ada begitu banyak hutan dan lahan gambut yang terbakar.
Lahan yang terbakar menghasilkan polusi asap, membuat
daya gerak masyarakat terhambat. Kita jadi tidak merdeka dan harus berdiam diri
di rumah dalam waktu lama. Kemerdekaan kita bisa bepergian ke mana saja harus
terhambat dengan di rumah saja atau bahkan memakai masker tebal saat keluar.
Tentunya akan ada banyak hal serupa yang akan dilakukan
ke depan, pastinya banyak kejutan lainnya bersama Eco Blogger Squad. Apalagi
membahas isu lingkungan tidak pernah ada habisnya, isu yang dulunya terlihat berat
dan kaku, menjadi isu yang seksi dan menarik.
Penting bagi kita untuk terus berbagi konten tentang lingkungan dan memperkuat
kesadaran lingkungan di masyarakat. Memulai hal kecil pada lingkungan berdampak
besar dan Team up for Impact sudah melakukannya. Ayo jadi bagiannya.
Berbagai langkah telah diambil untuk mengatasi masalah
ini dan mencapai "kemerdekaan" dari kebakaran hutan dan lahan di
Indonesia. Upaya bersama dari semua pihak, termasuk
pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, diperlukan untuk mencapai tujuan
"Indonesia Merdeka dari Kebakaran Hutan dan Lahan".
Ayo bersama #BersamaBergerakBerdaya dalam hal #UntukmuBumiku dan
tentunya Yuk #BersamaBergerakBerdaya menjaga hutan!"
0 komentar:
Post a Comment