Pagi itu aku mendapatkan email berisikan
ajakan. Memang awalnya hanya kubaca sekilas saja. Tapi makin terasa berdebar
saat tahu ada ajakan untuk menjadi salah satu blogger yang bisa berangkat ke
Jakarta.
Jujur, sebenarnya pengalaman bisa ke Jakarta setelah pandemi akhirnya bisa terwujud. Berangkat melalui hobiku yaitu menulis. Akhirnya salah seorang crew EBS yaitu mbak Amelia menghubungiku. Di sana tertera bahwa aku termasuk dalam jajaran EBS gathering di Jakarta.
Tentu saja ini jadi sangat sumringah terutama sekali bisa bertemu dengan teman-teman. Aku pribadi pun hanya mengenal teman yang berasal dari Aceh. Sedangkan yang lainnya hanya tahu sekilas wajahnya saat zoom meeting.
Kesempatan ini tidak akan aku sia-siakan,
apalagi sudah diberitahukan jauh-jauh sejak pertengahan Agustus. Memang pada
kenyataannya di November ada banyak drama, mulai dari tes PPPK, Seminar hasil
S2 sampai paling krusial tentu saja kegiatan kantor yang tak ada habisnya. Namun
saat agenda di tanggal 23 s.d 26 ternyata tak ada kegiatan sedikit pun. Rasanya
memang diberi jalan untuk gabung dalam EBS Gathering.
Hingga akhirnya, waktu itu tiba, karena kami
berdua (Aku dan Yelli) berasal dari Aceh. Otomatis kami berangkat paling cepat
dibandingkan yang lain. Memang ada Bang Alfie yang berangkat lebih dulu terutama
sekali dari Kepulauan Natuna. Wah.. lokasi beliau tinggal beneran jauh lho.
Cuaca pada hari itu tidaklah bersahabat seperti biasa. November jadi bulan yang berat karena sudah memasuki angin timur. Cuaca gampang berubah dengan ditandai dengan gelombang laut yang tinggi. Cuacanya jangan ditanya, bisa saja seharian atau semalam hujan.
Ternyata benar, saat awal aku berangkat cuaca
sangat buruk. Penerbangan sempat ditunda hingga 30 menit. Terasa bagi aku cukup
was-was, apalagi perubahan cuaca yang tadinya cerah menjadi sangat pekat. Namun
tetap fokus karena pihak ATC, maskapai sudah punya perhitungan sendiri. Kami
pun bertolak dari Aceh ke Sumatera Utara pada pukul 15:00 WIB.
Akhirnya kami berangkat dari Bandara Sultan
Iskandar Muda di Aceh. Sempat transit di Kuala Namu Internasional Airport.
Hingga kembali melanjutkan perjalanan 40 menit setelahnya. Bertolak ke Soekarno Hatta
Internasional Airport. I'm Coming Jakarta, sudah lama tak ke sana setelah terakhir sebelum pandemi datang.
Selama perjalanan cukup terganggu dengan begitu banyak turbulensi di langit. Musim penghujan yang sudah memasuki zona Indonesia bagian barat begitu terasa. Hingga akhirnya setelah 2 jam kami pun landing. Dari jendela kabit pesawat terlihat begitu indah suasana perkotaan Jakarta. Kilauan lampu-lampu perkotaan terlihat dengan sangat jelas. Kami beruntung bisa sampai di malam hari karena di siang hari akan tertutup polusi udara.
Pihak EBS setelah kami landing sangat peduli
terutama Mbak Putri yang sangat getol mengabari. Salah satunya dengan cara
menghubungi lokasi check out berapa di terminal mana. Selain itu juga, kami
juga dipesankan Grab car Point yang akan datang sesuai dengan lokasi.
Perjalanan Jakarta malam itu mulai lenggang,
kami hanya butuh waktu 37 menit hingga bisa sampai ke Hotel. Melihat
pemandangan luar biasa dari Jakarta, bila di tempat aku yang banyak adalah
pegunungan dan perbukitan. Di sini aku melihat begitu banyak beton-beton
bertingkat.
Sampai akhirnya bisa tiba di hotel, tentunya ada begitu banyak pihak EBS crew yang menyambut. Ada Mas Satrio dengan wajah paniknya karena ada begitu banyak peserta yang belum tiba. Beliau berkata kepada saya. Kak iqbal, peserta yang baru tiba baru tiga orang. Kalian berdua dari Aceh dan salah satu teman dari Natuna. Namanya Mas Alfie.
Aku sih merasa seperti sudah kenal lama dengan
Mas Alfie. Mungkin kami berasal dari Sumatera. Kisah beliau bisa berkelana
selama 2 tahun lamanya di Pulau Terluar di Indonesia. Natuna. Beliau bercerita
bagaimana banyaknya kapal asing yang mengancam kedaulatan laut kita. Selain
itu, beliau bercerita bagaimana ada banyak kongkalikong di perbatasan laut
kita.
Pengalaman di sana tak hanya ia ceritakan,
beliau juga membawakan makanan khas dari Natuna. Kepedulian besarnya tersebut
terbukti dengan satu kantong plastik besar yang diberikan pada anggota EBS.
Bagi aku pribadi, ini bukti beliau dalam memperkenalkan makanan khas Natuna
terutama makanan ringan khas dari berbagai jenis ikan laut di sana.
Pagi Hari dan Lembaran
Pengalaman Baru
Pagi itu aku dibangunkan oleh cahaya yang muncul dari jendela kamar hotel. Aku mengira hari itu penuh dengan kabut dan sinar cahaya pagi itu cukup mengganggu. Akhirnya aku melihat jauh keluar, tersadar bahwa langit di luar dipenuhi oleh kabut asap.
Itu pemandangan pertama saat tiba di Jakarta,
isu kabut di sana cukup mengkhawatirkan. Karena tiba saat malam hari, barulah
di paginya kabut polusi terlihat jelas. Ini juga menandakan bagaimana begitu
tidak nyamannya cuaca perkotaan Jakarta. Seakan langit biru sangat sulit
terlihat dan berada di dalam ruangan adalah hal terbaik.
Sembari menunggu kegiatan yang baru akan
dilaksanakan pukul 11:00 WIB. Ada banyak peserta dari daerah yang belum tiba.
Aku sama Alfie punya ide dan kegiatan sebelum acara EBS di Almond Zucchini
dimulai. Aku punya ide pengen pergi ke Bursa Efek sedangkan Alfie punya niat ke
kantor MNC yang berada di Kebon Jeruk. Namun niat itu urung karena waktunya
begitu mepet. Tapi sih akhirnya bisa terwujud di hari setelahnya.
Pukul 11:00 WIB, pemberitahuan pun datang. Kami pun bersama bergerak ke arah Almond Zucchini. Namun di lobi akhirnya kami bisa bertemu dari teman-teman yang berasal dari semua daerah. Ini seru karena sebelum hanya bertemu dari layar zoom semata. Apalagi semuanya pada asyik-asyik. Termasuk foto-foto dengan pakaian khas earth tone.
Pengalaman pakai baju khas earth tone jelas
sangat menarik. Apalagi ada beragam warna khas hutan yang mencerminkan setiap
peserta EBS. Sampai akhirnya kami bisa tiba di Almond Zucchini. Memang
sebelumnya Aku pribadi sudah searching banyak tentang Almond Zucchini yang menjadi
Cooking Studio. Aku secara tak langsung sudah membayangkan apa challenge yang
harus dilakukan nantinya.
EBS Day Out Day
1, Belajar banyak Hal dari Ruangan
Setelah jumatan, acara akhirnya dimulai. Akhirnya
bisa bertemu teman blogger, para anggota Hiip hingga tentu saja bertemu dengan
Kak Ocha secara langsung. Selama ini harus terpisah oleh layar laptop.
Menjalani kelas zoom demi zoom hingga tentu saja jadi bagian penting EBS
generasi pertama.
Setiap di Almond Zucchini kami disambut dengan sangat ramah dari para EBS Crew. Kami diberikan berupa hamper yang didalamnya berikan item menarik. Mulai dari tas hamper putih bertuliskan Eco Blogger Squad plus logonya. EBS Day Out 2023 serta hastage #TemanEBS
Ada juga tumber stainless berwarna metalik
cerah yang serupa, dihiasi dengan logo EBS tentunya. Tak hanya itu saja, ada
sejumlah alat tulis yang mendukung proses belajar. Lalu ada mantel hujan
transparan yang bisa digunakan saat menanam mangrove. Dan terakhir yang paling
spesial, akan dipakai buat EBS Day Out hari kedua saat menanam Mangrove. Yaitu
T-Shirt Eco Blogger Squad dengan warna putih. Makin ganteng kalo dipakai nih.
Di salah satu ruangan di Almond Zucchini. Kegiatan EBS Day Out Pertama dimulai. Ada sejumlah kegiatan yang dilakukan selama di sana. Diawali perkenalan para Crew EBS, Kak Ocha, dll. Selain itu hadir juga Kak Chef Brian Andrianto dan Mbak Maria Cristina S. Guerrero selaku Wakil Komisaris Parara Indonesian Ethical storeSerta teknis memasak khas dari Chef Brian dan Mbak Maria Cristina dalam proses memasak makanan dan Dessert dengan memperkenalkan beragam hasil makanan khas hutan.
Makin lengkap tentu saja dengan bertemu dengan
teman-teman dari Hutanitu.id yang memperkenalkan berbagai hal tentang hutan. Pemateri yang hadir yaitu Eulis Utami, selaku Campaign Manager dan Mas Abdul Bagas Alkatiri, selaku Marketing Communications dari Hutan Itu Indonesia. Meskipun hari sudah mulai petang, tapi semangatnya tetap membara terutama memperkenalkan tentang hutan.
Selama proses ice breaking, Kak Ocha
juga bertanya sejumlah hal terutama sekali dampak yang dirasakan selama menjadi
anggota EBS. Apa saja perubahan kecil kita sehingga bisa peduli pada bumi.
Rata-rata blogger punya hal kecil dalam peduli pada bumi, mulai dari pembatasan
penggunaan plastik, penggunaan barang minim karbon, hingga aksi menanam
tumbuhan di sekitarnya.
Aksi ini coba diwujudkan bersama dalam 2 hari
kebersamaan para EBS. Aksi besar ini tentunya butuh banyak dukungan terutama
sekali para EBS dari berbagai daerah. Aksi selama 2 hari jadi wujudnya peduli
lingkungan bahkan sebagai aksi menyambut hari bumi.
Kegiatan pertama dimulai dari demo memasak
yang diperagakan oleh Chef Brian Ardianto. Beliau memasak kepada semua peserta
yang ternyata bahan-bahan yang digunakan berasal dari hutan. Mulai dari
Jemawut, Tepung Kocaf hingga beragam jenis rempah khas hutan.
Cita rasanya tak kalah karena hasil dari hutan
bisa alternatif terutama saat impor bahan baku sedang mahal. Bahan pangan dari
hutan bisa menggantikan sejumlah keperluan yang kita inginkan sebagai bahan
baku di dapur.
Kami diberikan proses memasak dari Chef Brian
dari proses memasak mie yang menggunakan bahan baku tepung mocaf. Tepungnya tak
kalah dibandingkan dengan tepung terigu dalam mengembangkan mie. Rasanya juga
lebih gurih terbukti hasil hidangan menu Mie Ayam Richa-Richa pada habis
dilahap semuanya. Meskipun ayam richa-richa pedas, rasanya karena bahan
bakunya. Mungkin ditambah dengan cuaca yang hujan seharian, menambah lahapnya
santapan.
Tak berhenti di situ saja, kami dicoba mencoba
kreasi sesuai dengan kelompok masing-masing. Total ada sebanyak 5 kelompok,
sudah dipersiapkan untuk menghasilkan berbagai kreasi dari gelas yang
dipersiapkan.
Aku memperhatikan sejumlah menu yang telah
tersedia di atas meja. Mulai dari biskuit, buah strawberry, potongan apel, buah
mint, creamer hingga coklat lumer. Semua bahan-bahan tersebut coba dipadukan
menjadi dessert menarik dan unik.
Tentunya challenge ini mendebarkan karena
melibatkan pada 5 anggota para EBS. Awal mulanya tidak kenal kemudian bersatu
padu dalam satu ide membuat kreasi hasil dessert terbaik. Waktu pembuatannya
hanya 10 menit. Tentunya mendebarkan karena ini pengalaman pertama saya.
Para EBS wanita langsung tahu cara membuat
dessert yang menarik. Ada yang memecahkan biskuit, ada yang mencampurkan hiasannya
creamer dengan coklat. Hingga ada yang melihat kelompok lain buat diajak
melihat ide mereka.
Sedangkan aku fokus buat memotong strawberry.
Memotongnya menjadi beberapa bagian yang unik terutama sekali sebagai hiasan
nantinya. Waktu pun menyisakan beberapa menit, saat itulah ide berhasil lahir.
Akhirnya ketiga gelas sampel yang dijadikan hiasan berhasil diselesaikan tepat
waktu.
Kreasi kami menarik dan ada unsur hutan di
dalamnya. Mulai dari warna coklat berupa tanah humus, creamer ibarat fondasi
yang mendukung pertumbuhan tanaman yang nantinya strawberry yang dihasilkan bersama
daun mint.
Itulah analogi yang dibuat saat menceritakan
hasil kreasi kami. Dessertnya jadi tepat waktu di saat waktu menyisakan
beberapa detik. Tentunya bangga karena kami bisa jadi bagian dari lomba ini.
Ibarat sebuah challenge yang harus disiapkan, urusan menang itu belakang.
Jelasnya hari pertama jadi pengalaman yang
cukup seru, terutama sekali dalam kreasi memasak. Andai ada pengalaman serupa,
pastinya akan lebih seru. Tapi sih sesuatu yang spontan tak kalah menarik. Sesi
memasak bersama dengan Chef Brian di akhir dengan foto bersama. Kami juga bisa
mencicipi bagaimana hidangan yang dihasilkan dari dessert yang berhasil dibuat.
Mengenal Hutan
lebih dekat bersama Hutanitu.id
Sesi memasak pun telah selesai, tapi ada kegiatan lainnya yang akan kami laksanakan bersama. Yaitu kegiatan dalam mendengarkan cerita tentang hutan dari pihak Hutan.id. Mereka berhasil datang jauh-jauh hari untuk bisa memperkenalkan hutan secara detail.
Hutan tak hanya sebatas kumpulan pepohonan
yang begitu gelap. Ada beragam habitat yang hidup di sana. Kami pun mengenal
beragam fungsi hutan dari sisi lain, selama ini hutan hanya identik sebagai
zona penyerap karbon dan pengatur iklim. Nyatanya hutan punya beragam hal yang
menjadi identitas dari dirinya.
Indonesia sendiri terkenal dengan hutan hujan
tropisnya. Ciri khas negara yang berada di garis katulistiwa. Keunikan lainnya
adalah setiap hutan di pulau-pulau di Indonesia punya beragam satwa khas
endemik. Kami pun dicoba mengenal beragam jenis spesies khas hutan oleh pihak
Hutanitu.id.
Tak hanya itu saja, ada sejumlah pengalaman lainnya yang coba mereka hadirkan. Setiap regu diberikan pengalaman dalam mengenal bahan-bahan alam yang khas. Sudah ada pihak Hutan.id yang memperkenalkan beragam jenis bahan. Mulai dari tekstur dalam merangsang indra peraba dari berbagai jenis pepohonan.
Lalu juga, berbagai wewangian yang ada dari
tumbuhan hutan. Wewangian ini juga bisa menjadi obat herbal dalam proses
meditasi. Hutan dianggap zona yang paling baik dalam healing terutama yang
punya kondisi hati sedang tidak baik.
Lalu di akhir sesi ada kesempatan dalam
mencoba VR khusus dalam menjelajahi hutan. Aku pun mencoba VR yang saat itu
adalah mencoba mendaki perbukitan. Perasaan seperti terbawa untuk bisa mendaki
hutan, jiwa dan raga saya seperti masuk ke dalam VR tersebut. Bagi saya menarik
dan seru meskipun sedikit pusing saat menggunakan VR.
Di akhir sesi juga ada aksi ketangkasan terutama sekali pengetahuan mengenai hutan. Gamenya berbentuk pertanyaan tentang hutan, hingga paling seru dalam lomba ketangkasan di Kahoot. Siapa yang paling cepat dan benar tentunya menang. Ada hadir berupa voucher hingga boneka bagi yang berada di peringkat teratas.
Hingga akhirnya tiba akhir acara. Suasana di
luar sudah gelap dan disusul hujan deras. Kami pun berfoto bersama sebagai
wujud kegiatan di hari itu selesai bersama para crew EBS, Mbak Ocha, dan pihak
hutanitu.id. Hari yang seru dari EBS Day out 1 selesai dan siap kembali ke
hotel dan menyambut hari kedua yang tak kalah seru.
Aksi Menanam
Mangrove di Pinggiran Jakarta
Pagi hari pun tiba, di hari sabtu itu ada agenda
besar yang EBS lakukan di pinggiran Jakarta Utara. Kami diberikan kesempatan
langka dan unik untuk menanam mangrove di Kawasan Mangrove PIK. Jakarta Utara.
Sejak pagi harinya, kami sudah Bersiap-siap semua. Mengisi perut kosong dengan
sarapan terlebih dahulu. Sudah pasti sangat capek dan melelahkan, apalagi
perjalanan ke sana membutuhkan waktu 1 jam lebih.
Kesempatan yang langka ini kami harus tampil
beda. Bila hari pertama kami diharuskan mengenakan pakai khas earth tone dari
berbagai warna. Kini di hari kedua kami tampil lebih beda dengan warna yang
seragam. Mengenakan T-Shirt Eco Blogger Squad beserta sejumlah perlengkapan
lainnya.
Itu dimulai dari menggenakan topi EBS,
peralatan makan dan minum selama berada di Hutan Mangrove PIK. Tentu saja
lotion anti nyamuk yang berguna saat di sana. Buat yang belum pernah
jalan-jalan ke hutan mangrove, nyamuk di mangrove ukurannya sangat kecil dan
saat digigit begitu sakit.
Akhirnya kami pun bergerak, sebelum ke sana
tentunya kami berfoto terakhir kali. Karena setiba di sana anggota EBS tidak
lengkap lagi. Apakah ada yang pulang duluan hingga yang sudah berpencar.
Bus pun sudah menunggu di bawah lobi. Siap
mengangkut ke Mangrove PIK. Perjalanan riang gembira tentunya, mengingatkan
masa kecil saat pergi ke museum. Kami dipastikan berbagai akomodasi hingga
absensi agar tidak ada yang ketinggalan. Perjalanan ke sana akhirnya dimulai.
Selama di perjalanan, sopir busnya cukup
cekatan karena melewati sejumlah jalan protokoler penting di Jakarta. Kami bisa
melihat beragam jenis bangunan tinggi yang menjadi ikon Jakarta. Perjalanan
yang memakan waktu hingga satu jam tersebut sangat menghibur.
Aku melihat bangunan tinggi di sana, tapi jarak pandang yang cukup terbatas. Jakarta sudah sejak setahun terakhir diselimuti polusi parah. Langit biru di sana sangat sulit untuk bisa dilihat. Kita tidak tahu kondisi di sana kapan terik panas dan kapan hujan. Semuanya harus siaga dengan payung dan jas hujan bila keluar rumah.
Aksi kami dalam menanam mangrove di sana punya
artinya. Dalam hati kecilku sering berpikir. Kenapa harus menanam mangrove
jauh-jauh dari rumah, sedangkan di belakang rumah ada hamparan mangrove yang
sangat luas. Tapi bila direfleksikan diri, aksi kecil di ujung pesisir Jakarta bisa
berdampak besar bila dilakukan bersama-sama.
Akhirnya kami pun sudah berada di dekat
Mangrove PIK Jakarta. Sudah ada panitia yang bersiaga menunggu kehadiran kami. Mereka
siap memandu kami berjalan-jalan ke dalam rimbunnya hutan konservasi mangrove
di sana.
Pengalaman
Pertama Menanam Mangrove di Jakarta
Setelah turun dari bis, suara dari TOA pun
terdengar. Kami pun diarahkan oleh anak-anak muda energik yang peduli mangrove.
Setelah banyak bercengkerama dengan mereka, aku baru tahu bahwa mereka semua
adalah finalis dari Duta Mangrove.
Kami pun diarahkan di gapura dari Mangrove
PIK. Berfoto bersama dengan para. Duta Mangrove sebelum nantinya diajak
berjalan-jalan ke dalam hutan mangrove. Pengalaman masuk ke dalam hutan
mangrove tentunya menarik, apalagi di sini hutan mangrove dijadikan lokasi
ekowisata. Hutan yang tidak begitu luas ini nyatanya menjadi ujung tombak dalam
menyerap karbon di Jabodetabek.
Perjalanan ke dalam hutan serasa dibawa
mengenal berbagai jenis mangrove. Menurut pengelolanya, hutan ini berhasil
tumbuh subur setelah berhasil dikonservasi secara terus-menerus. Setelah
berjalan selama 5 menit, kami akhirnya disambut dengan banner Mangrove Jakarta.
Dalam kegiatan ini, mereka akan mempresentasi peran fungsi mangrove bagi hutan. Cukup menarik karena ada banyak alat peraga yang diperlihatkan. Apalagi mereka masih muda-muda dan bahkan bidang ilmunya jauh dari pesisir. Apreciated for them..
Kami pun dipadu selama memasuki hutan mangrove. Diajak melihat-lihat di sekeliling hutan, salah satu kontigen dari Jawa Barat tak berhenti aku banjiri pertanyaan. Tapi dengan tenangnya dia bisa menjawabnya dengan lugas terutama urusan mangrove.
Sampailah pada sebuah lokasi yang sudah ada banner Mangrove Jakarta di sana. Kita sudah dilayani dari para kontigen duta mangrove dari seluruh nusantara. Mereka semuanya menyambut kami semua dengan sopannya. Tahu bahwa kami datang dari jauh dan sia memberikan arahan tentang mangrove hingga tentu saja prosesi penanaman mangrove.
Tentunya di akhir kegiatan dari perkenalan
diri dari para duta mangrove. Saya malah mengetahui salah satu peserta adalah
adek kelas waktu duduk di bangku perkuliahan. Semoga dia sukses dan menang
dalam kompetisi tersebut. Dan akhirnya yang ditunggu adalah menanam mangrove….!
Hujan dan
Rintangan Menanam Mangrove
Langit Jakarta mendadak menjadi hitam pekat. Kepulan polusi memang menyembunyikan awan tapi tanda langit ingin menurunkan hujan tidaklah pernah bohong. Dalam sekejap rintik hujan turun dan disusul dengan hujan deras. Membuat kami semua yang ada di sana harus segera berteduh. Mencari perlindungan diri dan barang-barang dari guyuran hujan.
Di kondisi ini, niat untuk menanam mangrove
rasanya menjadi berat. Menurut tour guide yang akan membawa kami pun bercerita.
Lokasinya cukup jauh ditempuh sekitar 500 meter dari lokasi kami berteduh. Itu
belum lagi kilatan dan petir dari langit tak pernah berhenti turun. Semua
sepertinya pasrah menunggu hujan bisa berhenti sesegera mungkin.
Ada hampir 30 menit lamanya kami berteduh,
sembari melihat langit dan dedaunan yang diterpa hujan. Memang begitulah
blogger, mereka di saat itulah tak berhenti hanya diam menunggu hujan reda.
Sebagai dari kami asyik membuat caption, mengupload stories dan bahkan mengedit
video hingga hujan reda. Aku termasuk salah satunya, setelah lelah bercerita
banyak para teman-teman tentang mangrove.
Perlahan-lahan hujan mulai reda, kilatan perlahan hilang dari langit dan kondisi sekitar hutan mangrove mulai menyerap hujan. Panitia yang terlibat dalam Tour Guide pun kini memberikan lampu hijau, mengatakan bahwa kondisi untuk ke lokasi penanaman mangrove sudah bisa dilakukan. Bagi peserta yang ikutan silakan dan dirasa cukup jauh dan melelahkan bisa tidak ikutan.
Aku termasuk dalam kelompok yang turut serta.
Langsung dalam sekejap menanggalkan tas di tempat berteduh. Membuka jaket hujan
yang akan tersedia dan turun dalam grup menanam mangrove. Perjalanan ke sana
cukup seru karena kita semua bisa bercerita banyak tentang hutan mangrove.
Sedikit cerita dari aku pribadi, aku sendiri termasuk pegiat rutin dalam menanam mangrove. Sejak awal duduk di bangku perkuliahan. Kami sering melakukan agenda rutin dalam membersihkan pantai dan tentu saja menanam mangrove. Kegiatan rutin yang aku lakukan terdahulu jadi modal berharga dalam menjelaskan pada teman-teman yang kurang paham mengenai mangrove.
Aku juga bercerita beragam jenis mangrove yang
hidup di Mangrove PIK. Dari pengamatan yang aku lakukan selama jalan hingga ke
lokasi penanaman. Ada beberapa jenis familiar yang aku lihat. Mulai dari jenis.
Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Bruguiera, dan Ceriops.
Tapi kenapa
paling dominan adalah Genus Rhizophora?
Alasan pertama karena jenis akar tergelantung
(Stilt Roots). Akar ini tumbuh dari batang utama dan membentuk jaringan yang
kuat, menciptakan sistem akar yang kokoh. Selain itu, ia punya kemampuan dalam
toleransi terhadap garam. Mangrove Rhizophora memiliki kemampuan untuk bertahan
dalam kondisi air asin dan toleran terhadap kadar garam yang tinggi. Ini
memungkinkan mereka tumbuh dengan baik di wilayah pesisir yang terkena
pasang-surut dan air laut.
Akhirnya kami pun tiba ke lokasi penanaman,
meskipun sangat licin dan rentan terpeleset. Lokasi penanaman berada di ujung
dari Kawasan Mangrove PIK. Malahan lokasinya berbatasan dengan tol keluar dari
Bandara. Walaupun begitu, aksi ini menarik dan jadi hiburan buat kami dan sopir
truk kontainer yang melintas.
Saat tiba di sanalah, Tour Guide kami sudah
menyediakan berupa berbagai jenis mangrove yang siap untuk ditanam. Setiap para
anggota EBS dipersilahkan untuk turun ke lokasi penanaman. Memang lokasinya
sangat berlumpur tetapi rasanya bila dilakukan bersama jadi menyenangkan.
Aku termasuk grup yang pertama turun, menanam
mangrove dengan hati-hati. Karena nantinya mangrove yang aku tanam aku tumbuh
sumber. Memenuhi daerah hilir dari rawa Jakarta. Di lokasi penanaman sudah ada
tiang bambu yang menjadi penopang bibit mangrove Rhizhopora nantinya tumbuh
besar.
Buat yang belum tahu, mekanisme menanam adalah
diawali dengan membuat bungkusan plastik dari mangrove agar akal tunggalnya
tidak terhalang pertumbuhannya. Setelahnya adalah menggali sedikit ke dalam
tanah agar memudahkan proses tumbuh akarnya. Kini tinggal ditanam sesuai tempat
yang telah disediakan.
Tak lupa adalah mengikatnya dengan tali rafia,
ini agar bakal pohon mangrove tidak terlepas. Selain itu juga, cara mengikatnya
juga harus kuat tetapi bisa mudah dilepas bila dirasa pohon mangrovenya sudah
cukup besar dan tumbuh subur.
Di akhir sesi dari menanam, kami pun berfoto
bareng. Ada banyak dari member EBS yang baru pertama kali merasakan pengalaman
menanam mangrove. Meskipun harus berjalan cukup jauh ke sana dalam kondisi
hujan, masuk dalam kubangan lumpur dan bau lumpur selama perjalanan. Tapi semua
itu ditutup dengan hati gembira.
Semua pulang menceritakan pengalaman tak
terlupakan saat pergi ke sana. Apalagi ada beragam kisah yang siap diangkat di
sosial media. Kini kami pun pulang ke lokasi check poin awal sembari berharap
langkah kecil ini akan berdampak besar di masa depan.
Tak berapa lama kemudian kami pun makan siang
bersama. Ini jadi makin siang terakhir sebelum berpisah ke masing-masing member
EBS. Makan di salah satu warung yang berada pinggiran hutan mangrove PIK.
Ada yang sebagian pulang harus pulang siang itu. Ada yang diantar ke bandara, salah satu mbak yang paling asyik selama kegiatan. Aku diberondong banyak pertanyaan berat yang dijawab, butuh kuasa hukum baru bisa ngejawab. Beliau banyak bercerita tentang kisahnya terkait pengalaman mangrove dan hal seru lainnya. Dan beliau pertama yang harus pertama kami antar ke bandara.
Sampai akhirnya perjalanan menuju hotel, macet
parah di malam minggu tentunya jadi hal tak mengenakkan. Perjalanan pulang ke
hotel dipenuhi dengan hujan deras dan macet, butuh waktu lebih dari dua kali
lipat hingga akhirnya bisa sampai kembali ke hotel.
Aku termasuk member EBS yang paling telat
pulang. Sembari bisa menikmati malam minggu di Jakarta. Meskipun begitu, ada
banyak pengalaman selama di sana. Terutama teman bercerita banyak hal. Misalnya
saja, cerita ingin ke Natuna tempat Alfie tinggal di sana atau sebaliknya. Alfie
yang ingin ke Sabang, karena bisa pergi ke Aceh untuk pertama kalinya.
Esok paginya kami harus pulang, Alfie berangkat lebih cepat di pagi buta mengejar pesawat pukul 6 pagi. Sedangkan Aku pesawat pukul 10 pagi dan kami berjanji bisa berjumpa kembali di masa depan. Bahkan teman lainnya yang berjanji bisa berjumpa kembali di EBS selanjutnya.
Kisah 2 hari yang berharga tersebut rasanya jadi
memori indah. Tak terasa aku kini sedang merenung dari balik pinggir jendela
pesawat. Hanya hitungan menit pesawat akan lepas landas, siap terbang membawa
kembali ke Aceh. Itulah kisahku bersama EBS, kini kisah kalian dan pengalaman kalian.
Semoga tulisan
ini menginspirasi kita semua, akhir kata Have a Nice Days.
Ahh.. aku terharu, ada foto aku disitu dan dibilang orang yg asyik, langsung buru2 ngaca. Makasih loh uda nulis cerita kegiatan kita secara asyik banget. Suka gaya bahasanya. Sampai ketemu lagi, aku pun janji mau snorkeling di pulau weh, sabang. Wajib jd tour guide ya.. jangan lupa jaga bumi selalu..
ReplyDelete