Melihat kemajuan teknologi saat ini, seakan
mengingatkanku pada memori masa kecil.....
Sejak kecil saya sangat menyukai beda kotak berbentuk visual. Ibu saya selalu bercerita mengenai masa kecil saya dan berucap: abang saat kecil sangat sama televisi, bila benda ini dihidupkan sumringah dan menangis bila dimatikan.
Asal benda kecil dihidupkan di ruang tamu, saya yang
masih gelagat tidur mendadak bangun. Menyaksikan setiap apa yang muncul di
sana, apabila itu berupa jajanan: siap-siap minta dibelikan. Sudah pasti kedua
orang tua repot dibuatnya.
Beranjak di usia empat tahun, saya pun tinggal di rumah nenek karena orang tua mengharuskan bekerja di luar kota. Saat itu di kampung saat terbatas yang punya namanya kotak ajaib bernama TV. Kala itu, masih sangat akrab metode cangkok parabola hingga tentu saja anak-anak tetangga menumpang menonton di rumah.
Kala hari minggu pagi tiba, beragam tontonan hari minggu
yang bikin candu. Ada puluhan tayangan kartu yang diputar dari sejak pagi buta
hingga jelang siang hari. Anak-anak tetangga pada datang, fokus menyaksikan
setiap tayangan hingga jelang siang. Saling bercerita mengenai episode kartun
tersebut sembari mengingat-ingat memori di dalamnya.
Kotak ajaib bernama TV jadi penghibur kami para anak
90-an, berbeda saat ini begitu banyak perangkat dan media untuk bisa
menyaksikan konten. Rasa dalam menikmati tontonan terasa syahdu saat itu, hanya
dari kotak ajaib yang segede gaban dan berlayar kecil.
Memasuki masa sekolah lanjutan tingkat pertama...
Kala itu, Ayah saya membeli sebuah TV dengan ukuran jumbo saat itu yaitu 36 inchi. Itu bertepatan dengan momen pagelaran sepak bola Euro 2004. Jadi sangat syahdu sembari melihat aksi-aksi pemain sepak bola dari bilik kotak ajaib. Ukurannya jelas sangat besar, terutama sekali membutuhkan ruang dalam meletakkannya. Namun itu bukanlah sebuah risau karena keseruannya akan dimulai.
TV berwarna kala itu menurut saya sangat menawan, di saat
banyak TV masih punya perpaduan warna yang masih sedikit. Kami sekeluarga
diberikan rezeki bisa memiliki TV berukuran besar dan punya warna yang cerah.
Perlahan saat beranjak dewasa, peran TV mulai tergantikan...
Memasuki masa SMA, warna gemerlap TV mulai tergantikan.
Kala itu internet mulai masuk dan sejumlah warnet mulai hadir di sejumlah
lokasi terutama di dekat sekolah. Tayangan TV yang monoton dan harus rebutan remote
TV dengan saudara lainnya jelas membuat akses TV mulai tak leluasa.
Hingga akhirnya warnet jadi pelarian setelah habis pulang sekolah. Mengantre dan mengambil paket agar bisa berselancar di dunia maya. Tayang video yang sempat terlewatkan di TV bisa ditonton ulang di warnet dan tentu saja akses pribadi lebih leluasa selama durasi waktu penggunaan.
Di sinilah awal saya mengenal dunia menulis, membuat dairy
online pertama dan tentu saja memperluas dunia bahwa ada banyak jendela lainnya
yang bisa diakses. Sampai pada akhirnya masuk tahun 2010-an saya masuk ke
bangku perkuliahan.
Di sini ada dunia yang berbeda, media informasi berupa TV
dan PC dianggap terlalu publik terutama PC di warnet. Mengharuskan punya gadget
yang sifatnya lebih mobile untuk dibawa ke mana saja. Terutama sekali dengan
hadirnya serangan tugas kuliah.
Laptop Pertama, Awal Mula Mengeksplorasi Dunia
Akhirnya mengenyam bangku perkuliahan dan dibelikan laptop
yang menunjang aktivitas. Di laptop tersebut saya bisa melakukan tugas tanpa
takut paket kouta di warnet habis atau menonton tanpa harus rebutan seperti di
TV. Bagi saya laptop merupakan alat device paling berharga terutama membuat
tugas hingga menikmati konten.
Seakan ingat, Ibu saya kala itu merogoh kantong untuk membeli laptop. Saya masih ingat harga yang dibelikan kala itu seharga 6,6 jutaan di akhir tahun 2011-an. Saya berjanji dengan punya laptop akan lebih giat lagi, karena satu tahun pertama saya kuliah masih mengandalkan warnet dalam membuat tugas.
Makin banyaknya tugas mengharuskan punya laptop, akhirnya
bisa terbeli. Warna merah dan tentu saja sangat ngejreng kala itu. Setiap hari
dilap dengan baik agar selalu kinclong, saya pun menggunakannya untuk berbagai
cairan, kain kasa hingga penyemprot debu karena inilah portable workstation
pertama saya.
Sebagai gambaran, di zaman saat ini gadget ibarat busur
dan pedang di zaman nenek moyang kita. Bila saja baterainya habis, lemot,
ngeheng hingga rusak, rasanya kita tak berdaya seakan pedang kita tumpul.
Itulah pentingnya perangkat yang tahan dalam menghadapi pekerjaan hingga jadi
sarani hiburan serta refleksikan diri.
Meskipun kini sudah hadir ponsel dengan spesifikasi gahar sekalipun, perannya hanya sebatas komunikasi dan koordinasi sedang laptop perannya lebih dari itu semua. Laptop adalah segalanya...
Tahun 2012 awal mulanya saya bisa memiliki Blog. Bermula
dari hilangnya diary pribadi saya di Ruang Kuliah Umum. Ini menuntun saya untuk
bisa menuliskan semua yang ada di kertas dan memindahkannya ke online. Teman
saya Salman berkata: kenapa tidak ditulis di blog saja? Apalagi saat itu saya
sudah punya perangkat yang mumpuni.
Sejak itulah saya menulis di blog, total sudah lebih dari 12 tahun lamanya, setiap minggunya update dari awalnya pembahasan remaja hingga akhirnya memantapkan diri membahas tentang pengetahuan dan teknologi masa depan. Total ada lebih dari 1000 tulisan di website dan sejumlah situs terkemuka. Itu belum terhitung dengan sejumlah jurnal internasional serta publikasi tulisan lain. Semuanya berkat laptop.
Seakan saya merasakan refleksi teknologi yang mengiringi
hidup, ibarat menentukan yang paling nyaman dan sesuai dengan zaman. Bila masa
kecil identik dengan TV, beranjak remaja dengan PC warnet dan di masa kini
identik dengan portable workstation bernama laptop.
Merasakan Evolusi Laptop dalam Hidupku
Saya sudah menggunakan hampir 15 tahun dengan laptop,
jelas waktu yang tidak sebentar. Ada banyak pengalaman dan perubahan drastis
yang saya rasakan. Mulai dari laptop yang segede gaban beratnya, harus tidak
bisa jauh dari colokan hingga yang punya resolusi Full HD yang mendukung
penggunaan touchscreen.
Sejak awal mengenal laptop, saya memang kepincut dengan laptop seri bisnis. Hanya saja budget tidak mencukup dan mengharuskan menabung lama tapi yang terbeli hanya berupa laptop kentang (kemampuan tanggung).
Tapi tidak masalah, karena standar laptop saat itu saat
awal masa perkuliahan tentunya punya kualitas minimal intel core i3 dengan
sedikit gocekan maut dari NVIDIA. Bisalah buat diajak untuk menikmati konten
dan sesekali diajak main bareng Pro Evolution Soccer.
Sering dengan tamatnya kuliah, laptop saya mulai
bermasalah karena pengaruh usia. Mengharuskan ia untuk pensiun dini. Pada masa
ini saya menyadari bahwa laptop mengalami perubahan, bila dulu layar TN sudah
bisa dikatakan cukup. Perlahan layar beresolusi Full HD IPS jadi primadona,
bisa diajak menyaksikan konten bahkan dari sudut sempit.
Saya sadar, laptop mengalami evolusi. Ukuran baterai juga
bisa diajak digunakan selama seharian penuh. Apa itu colokan karena baterai
yang digunakan tidak bisa dibongkar pasang lagi. Lalu urusan bobot, sangat
wajar dulu laptop berada di kisaran bobot 2 kiloan. Namun makin ke sini,
beratnya berat di 1,2 kg dan bahkan bisa di bawah 1 kg.
Selama mata saya memandang dan menyaksikan perubahan besar itu, hadir dari Perusahaan Global asal Taiwan, ASUS. Tidak main-main memang, inovasinya dimulai saat ultrabook pertama mereka di tahun 2011 yakni ASUS ZenBook UX21 dan ASUS ZenBook UX31. Rasanya ini baru awal karena laptop tipis dan ringan namun punya kemampuan komputasi dewa akan berseliweran di masa depan.
Ini terbukti, dan saya adalah salah satu pengguna dari
seri Zenbook. Ia ibarat portable workstation namun menunjang segala pekerjaan.
Tinggal bagaimana segmen ini makin berkembang dengan sejumlah produk. Kini ada
banyak varian yang Zenbook hadirkan, makin terasa saat mereka berani melahirkan
inovasi dari proyek revolusioner bernama Project Precog.
Transformasi Teknologi Berawal dari Cerita Fiksi
Semua teknologi yang hadir saat ini ibarat imajinasi dari orang terdahulu. Sebaliknya yang diimajinasi saat ini pada masa depan bisa saja jadi terwujud serupa. Melihat akan perubahan zaman yang sangat cepat, seakan mengingatkan saya pada buku yang terbit 40 tahun silam yakni Futuredays: A Nineteenth Century Vision of the Year 2000.
Karya dari ketiga penulis terkemuka yaitu Isaac Asimov, Charles G. Waugh, dan Martin H.
Greenberg. Pada buku ini seakan menampilkan koleksi cerita pendek dari abad
ke-19 yang membayangkan masa depan, terutama tentang bagaimana orang-orang pada
waktu itu memperkirakan dunia pada tahun 2000. Yups.. masa kini yang kita
rasakan.
Penulis akan menumpah segala imajinasinya dari masa lalu, saat saat itu dan masa depan. Saat era Victoria yaitu di abad 19. Membayangkan bagaimana cara hidup dan teknologi yang diterapkan di manusia pada abad 21. Ada sejumlah teknologi canggih yang kita sering kita gunakan sekarang. Mulai dari pesawat terbang, telepon, TV, dan alat-alat yang belum ada pada zamannya.
Beberapa cerita mungkin terkesan kuno atau konyol bagi
pembaca modern, namun demikian, buku ini memberikan pandangan yang menarik
tentang bagaimana orang pada abad ke-19 memandang masa depan mereka.
Mungkin seperti itu juga saat anak cucu kita, saat kita sibuk dengan gadget yang kita pakai sekarang. Itu kesan bagi mereka sangat vintage dan ketinggalan zaman. Begitulah zaman dalam menilai perubahannya.
Ada salah satu gambar yang di sana menggambarkan orang
sejak zaman dulu suka menikmati konten. Memang ide lahirnya ponsel belum ada,
namun proyektor kala itu ibarat TV atau bahkan laptop portable berlayar besar.
Imajinasi yang lumayan luar biasa namun jadi inspirasi para desainer dan
enginer saat ini dalam merancang produk terbaik.
Laptop Pertama di Dunia, Tonggak Sejarah Portable
Workstation
Beberapa tahun sebelum cerita bergambar Futuredays: A
Nineteenth Century Vision of the Year 2000 yang terbit di pertengahan 1985.
Tonggak sejarah tercipta di tahun 1981, laptop yang kita kenal kini lahir dan
diberi nama dengan Osborne 1. Menghadirkan PC jinjing yang sebelumnya bersifat
dinamis dan mengandalkan daya baterai.
Sekilas secara bentuk menyerupai bagian dari CPU pada sebuah komputer. Ada bukaan di bagian depan yang merupakan letak dari layar keyboard tentunya. Ukuran layar dari Osborne 1 relatif kecil, hanya 5 inchi saja (masih besar layar ponsel saat ini yang rata-rata di 6 inchi). Kapasitas RAM sebesar 64 KB (apa tak salah dengar), dibekali prosesor Zilog Z80 dan menggunakan sistem operasi yang bernama CP/M buatan dari Osborne Computer Corporation.
Lalu urusan berat, tentu beratnya diangka belasan kilo
lebih tepatnya di 11 kg. Auto yang bawa ke mana-mana terasa bawa barbel 10 kg. Meskipun
ukurannya yang besar dan berat, Osborne 1 dianggap sebagai tonggak penting
dalam sejarah komputasi portabel dan menjadi contoh pertama dari apa yang kita
kenal sebagai "laptop" hari ini.
Setelahnya, laptop makin berkembang cepat. Meskipun di medio 80 hingga 90-an laptop masih kurang peminatnya. Rata-rata pengembang menganggap PC adalah masa depan dalam teknologi. Peran laptop masih dianggap belum setangguh PC.
Inovasi terus berkembang dari yang berbentuk CPU menjadi
bukaan seperti buku. Tepatnya sedekade tepatnya di tahun 1992. setelahnya saat
IBM hadir dengan inovasinya. Layar yang bisa dibuka dan ditutup memungkinkan
pengguna untuk dengan mudah membuka laptop dan mulai bekerja tanpa harus
memasang layar tambahan atau merakit komponen-komponen secara manual.
Ini jadi cikal-bakal laptop yang bertahan hampir 30 tahun
lamanya. Bahkan laptop saat ini merupakan gambaran konsep berupa bukaan laptop
seperti buku.
Inovasi Hadir dari Kreativitas atas Kemajuan Teknologi
Laptop
Zaman berkembang dengan pesat, berawal dari laptop yang hanya punya ukuran layar 5 inchi hingga kini punya layar maksimal hingga 17,3 inchi. Lalu dari ukuran yang segede gaban menjadi yang bobotnya di bawah 1 kg saja. Urusan performa jangan ditanya, terus meningkat dengan makin canggihnya komputasi laptop saat ini. Terakhir urusan layar, dari hanya layar hitam putih yang buram menjadi kualitas 4K.
Lompatan teknologi terus terjadi dan laptop dianggap
portable station paling menarik dalam menyelesaikan tugas. Namun bagi saya
pribadi yang menyukai estetika, saya rasa ada yang kurang selama ini. Laptop saat
ini dituntun harus makin multitasking dalam komputasi. Ini mengharuskan ia
punya layar tambahan dalam menunjang itu semua.
Bukan seberapa besar layar yang dimiliki, namun bagaimana
ada layar tambahan yang sifatnya terkoneksi secara langsung pada sebuah laptop.
Para desainer dan engineer berpikir keras, bagaimana mencoba mendisrupsikan
gaya baru dalam penggunaan laptop.
Saat pertama sekali laptop menggunakan konsep bukaan pada buku yang menjadi standar industri laptop saat ini. Kini bagaimana dengan konsep yang serupa namun dengan sentuhan imajinasi, konsep laptop baru bisa hadir.
Saya rasa, seakan ini membawakan kita kembali pada cerita
gambaran imajinasi dari cerita bergambar: Futuredays: A Nineteenth Century
Vision of the Year 2000. Penulis buku ini tidak semuanya datang dari ahli seni,
mereka hadir dari semua layar belakang ilmu.
Sebagai contoh pada buku Futuredays: A Nineteenth Century Vision of the Year 2000 karya Isaac Asimov. Ia adalah seorang penulis terkemuka dengan latar ilmu biokimia. Meskipun begitu lama bergelut di bidang biokimia, ia punya segudang karya di bidang karya tulis fiksi ilmiah.
Namun ia butuh eksper yang ahli di bidang lainnya. Hingga
akhirnya ia merekrut sahabat dekatnya yaitu: Charles G. Waugh serta Martin H.
Greenberg. Peran mereka sangat krusial karena sebuah karya apalagi sifatnya
fiksi ilmiah melibatkan banyak cabang ilmu dan implementasi visual.
Terakhir tentu saja adanya seorang ahli visual permodelan
Jean-Marc Côté. Berawal dari sejumlah gambar yang ia buat untuk pameran dunia
di Paris pada tahun 1900, yang menggambarkan bagaimana orang-orang pada masa
itu membayangkan masa depan pada tahun 2000. Gambar-gambar tersebut
mengilustrasikan berbagai konsep futuristik tentang teknologi, transportasi,
dan kehidupan sehari-hari pada waktu itu.
Meskipun karya-karya Jean-Marc Côté tidak secara langsung
terkait dengan buku "Futuredays", namun buku tersebut mungkin
menggunakan gambar-gambar karya Côté atau ilustrasi serupa untuk menambahkan
dimensi visual pada visi masa depan yang dijelaskan dalam cerita-cerita abad
ke-19 yang terkumpul di dalamnya.
Inspirasi cerita Sains Fiksi pada Teknologi
Cerita di atas secara tak langsung mengingatkan saya
mengenai dunia laptop. Ia berkembang pesat dimulai dari rasa kegundahan, saat
awal mulanya komputer dianggap tidak cukup efektif. Hadirnya laptop dianggap
lebih mudah dibawa ke mana saja.
Para desain berpikir bagaimana bentuk wujud komputer portable yang gampang dibawa. Para enginer berpikir bagaimana menciptakan motherboard, memasukkan layar hingga menyematkan prosesor pada sebuah bentuk kecil tersebut.
Lalu para marketing berpikir bagaimana cara mengubah anggapan
pasar saat produk ini diluncurkan. Mereka berpikir bagaimana pasar bisa
menyukainya dan tidak nyeleneh. Kolaborasi antara ketiganya seakan menghadirkan
imajinasi liar desainer, kegigihan para engineer, dan tentu saja cara
meyakinkan brilian dari sales marketing.
Sempurnakan bukan.. kolaborasi ini seakan memberikan
disrupsi pada arah sebuah teknologi. Bagaimana laptop layar pertama hadir di
awal 80-an. Lalu sedekade kemudian laptop dengan konsep menyerupai buku yang
menjadi standar laptop saat ini.
Hingga akhirnya di tahun 2019, era baru dari konsep laptop baru lahir. Raksasa teknologi dari Taiwan, ASUS memberikan gebrakan baru. Menjadikan lokasi yang sebelumnya sebagai letak keyboard menjadi sebuah layar kecil. ASUS ZenBook Pro Duo (UX581) adalah percobaan pertama dan layar kecil tambahan tersebut disebut dengan ScreenPad Plus.
Sebuah inovasi yang tentu saja adanya layar ScreenPad
Plus memberikan lebih banyak ruang kerja untuk multitasking dan kreativitas
tambahan, memungkinkan pengguna untuk menampilkan alat-alat atau aplikasi
tambahan, atau bahkan untuk menampilkan konten yang berbeda secara bersamaan.
Versi pertama dari ASUS Zenbook Duo yang hadir jelas
menarik perhatian dengan konsep laptop yang segar setelah hampir 30 tahun
lamanya. Seakan mengubah cara pengguna dalam penggunaan laptop jadi lebih
fleksibel.
Project Precog, Ide yang Melahirkan Konsep Baru Laptop
"Project Precog" yang dimiliki oleh ASUS adalah
sebuah proyek yang sangat menarik. Ini adalah proyek konsep yang diperkenalkan
oleh ASUS pada tahun 2018. Proyek ini merupakan demonstrasi dari konsep laptop
ganda yang inovatif, yang memiliki dua layar yang dapat digunakan secara
fleksibel.
Saya sangat ingat project ini pertama kali diperkenalkan pada pagelaran Computex di tahun 2018. Menghadirkan laptop dengan konsep desain Dual-Screen berwarna ungu kinclong milik ASUS. Seakan membuat pengguna bertanya-tanya, bagaimana ini laptop bisa digunakan optimal.
Tentunya pada perkenalan awalnya, menghadirkan layar
responsif dengan cara penggunaan sedikit berbeda. Seakan pengguna diajarkan
untuk beradaptasi pada cara baru menggunakan laptop Dual-Screen. Bahkan pada
layarnya sudah pasti touchscreen dengan dukungan stylus sebagai media berkreasi
dalam bekerja.
Pengembangan yang intensif ASUS lakukan tentunya pada
segmen AI. Pada Project Precog seakan memanfaatkan kecerdasan buatan untuk
mempelajari pola penggunaan dan memprediksi kebutuhan pengguna, seperti
menyesuaikan mode daya atau memberikan rekomendasi berdasarkan konteks. Ini
sesuai dengan saat ini, saat gempuran aplikasi AI yang mendukung beragam
pekerjaan.
Sayangnya, hingga saat ini, "Project Precog"
dari ASUS masih dalam tahap konsep dan belum tersedia secara komersial. Ia kan
lahir pada waktu yang tepat dan siap mengejutkan pengguna laptop. Ternyata
laptop bisa punya 2 layar toh.
Lalu muncul alasan, mengapa sih ASUS berani dan PD
mengembangkan Project Precog?
Bagi saya pribadi, ini mirip dengan riset saat awal
laptop pertama sekali berkembang. Kini riset sebuah laptop jauh dari kata siapa
yang paling tipis, paling bertenaga, punya layar paling cerah ber-Refresh Rate
tinggi.
Ini murni dalam menghasilkan inovasi dalam pengembangan layar dan juga kebutuhan layar ekstra. Ada banyak pekerjaan multitasking dan mengharuskan para pekerja, konten kreator, gamer hingga casual user mencoba pengalaman baru. Sekaligus menantang konvensi dan memberikan pengalaman baru kepada pengguna.
Urusan produktivitas jelas sangat meningkat, layar kedua
akan digunakan pada pekerjaan lainnya tanpa harus mengecilkan atau memindahkan
pada tab lainnya. Membuatnya cocok untuk para profesional yang membutuhkan
ruang kerja yang fleksibel.
Memang ada kendala seperti pengguna daya yang boros,
layar bisa gampang pecah hingga bagaimana memanajemen panas. Itulah yang telah
berhasil ASUS pecahkan selama 5 tahun terakhir. Bahkan akan menjadi pasar baru
di ranah laptop yang belum dirambah produsen lainnya. ASUS melihat peluang
besar..
Segudang Potensi atas Lahirnya Laptop Dual Screen
Bagi enthusiasm use seperti saya, ini ibarat berkah. Saya yang bergelut di dunia konten sangat diuntungkan. Hadirnya laptop Dual-Screen seakan jadi layar tambahan tanpa harus terus-menerus beralih antara jendela. Bahkan pengguna akan dengan mudah memakainya tanpa mengurangi ukuran tugas atau aplikasi yang ditampilkan.
Para pekerja kreatif juga senang, apalagi yang berkutat
sama desainer grafis atau editor video. laptop dual screen dapat membantu
mereka memiliki ruang tambahan berkarya. Sejumlah tools yang bisanya
tersembunyi dan harus ditekan untuk muncul, kini semuanya tersedia pada layar
kedua.
Meloncat buat para pebisnis, ia akan mudah dalam
melakukan proses presentasi yang melibatkan layar kedua. Ia dengan mudah bisa menggunakan
satu layar untuk menunjukkan presentasi kepada klien sementara menggunakan
layar lainnya untuk merujuk ke catatan atau data tambahan.
Terakhir untuk penggemar konten, saya rasa ini seperti
surga. Pengguna akan merasakan pengalaman lebih imersif terutama dalam
menikmati konten. Misalnya pada layar utama digunakan untuk menonton sedangkan
layar kedua bisa digunakan untuk browsing, membalas email hingga bermain game.
Sangat menarik bila diwujudkan dan tentunya punya bobot
yang enteng. ASUS jelas berpikir keras pada bagian ini, karena produk awal
mereka sangat berat dan boros daya. Seiring dengan kemunculan ASUS Zenbook DUO
(UX8406), bukti ASUS sudah menemukan ramuan khusus dalam merakit laptop
Dual-Screen.
Bagi saya pribadi, saat ini saya sudah mencapai batas
bahwa membutuh multi monitor tambahan. Mulai dari pekerjaan kantor yang mengharuskan
berpindah tab. Kadang saya harus membagi menjadi dua layar yang tentu saja
makin kelihatan kecil. Bisa dibayangkan bila Zenbook
DUO (UX8406) yang punya 2 layar dimaksimalkan. Dalam sekali penggunaan, saya
bisa membuat 4 tab sekaligus. Hemat waktu dan tak kelupaan baru pindah dari tab
yang mana.
Saya membagi hari pada 3 fase waktu, 8 jam disisihkan buat bekerja lalu 8 jam yang dibawa dua menjadi masing-masing 4 jam sebagai waktu berkreasi dan menikmati konten. Sebagai gambaran, saat bekerja mode yang saya gunakan tak jauh-jauh dari skenario: buka aplikasi Microsoft Office, buka WhatsApp buat pantau dan koordinasi. Ada halaman lainnya yang bisa dibuka semisal ChatGPT hingga aplikasi musik Spotify. Pada Zenbook DUO (UX8406) semuanya bisa terangkum dalam satu layar saja tanpa berpindah-pindah.
Lanjut pada 4 jam yang jadi waktu saya berkreasi. Bisanya saat pulang kantor jelang malam hari. Saya menghabiskan buat menulis blog atau edit musik di Aplikasi FL Studio. Jelas pada aplikasi FL Studio, makin bagus saat punya 2 layar. Segala bentuk preset akan ada di layar kedua sehingga layar utama bisa fokus buat menuangkan ide. Menulis blog juga serupa, layar utama fokus dalam menuangkan ide sedangkan pada layar lainnya bisa jadi koordinasi dalam mencari bahan, menganalisis bahkan buat komunikasi.
Terakhir tentu saja 4 jam terakhir buat
menikmati konten. Jelas ini membuatnya lebih maksimal, karena punya dua layar
membuat kita bisa fokus menikmati konten di layar yang sangat besar. Makin menarik
lagi tentunya, bisa nonton Youtube bisa sambil baca komentar, bisanya di laptop
konvensional. Saat scrol ke bawah, tontonan kita bisa ketinggalan di atas.
Zenbook DUO (UX8406) sangat revolusioner, ibarat memahami keinginan pengguna yang butuh multitasking dan haus konten. Segmentasi baru yang bisa jadi role model baru.
ASUS Zenbook DUO (UX8406), Racikan Sempurna Dual-Screen
Laptop
Menciptakan sebuah laptop jelas membuatkan formulasi dan
riset panjang. Apa yang kita gunakan saat ini, merupakan hasil pengembangan 5
hingga 10 tahun lalu. Berhasil dikembangkan, diuji, dan sampai pada tahap
produksi.
Layar, portabilitas, tangguh, dan nilai seni alasan pelanggan bisa memiliki sebuah produk. Sampai akhirnya ASUS Zenbook DUO (UX8406) hadir. Ada banyak aspek yang ditingkatkan dari pertama kali muncul dan diperkenalkan pada pengguna.
Pertama kali diperkenalkan, ASUS Zenbook DUO menggunakan ScreenPad
Plus, ia seakan merenggut separuh dari bagian keyboard menjadi layar berukuran
separuh dari laptop. Mengorbankan arm rest yang selama ini jadi area dalam
membuat tangan tidak pegal dalam mengetik.
Pada varian selanjutnya, ASUS mencoba inovasi baru dengan
memberikan Hinge yang mengangkat layar pada ScreenPad Plus. Pada versi
sebelumnya, masalah panas jadi kendala yang saat digunakan sangat lama membuat
suhu pada ScreenPad Plus membuat proses komputasinya melambat.
Sampai akhirnya versi final lahir, bagi saya seri ASUS Zenbook DUO paling sempurna adalah Zenbook DUO (UX8406) dan merupakan pengalaman ASUS dalam menciptakan layar sepenuhnya. Tak ada lagi screenPad Plus, malahan sekarang punya layar sama hebatnya dengan layar pertama dengan menggunakan panel ASUS Lumina OLED 3K (2880 x 1800) 120Hz. Punya tingkat kecerahan hingga 500 nits, aspek rasio 16:1, serta bezel juga ultra-tipis dengan screen-to-body rasio hingga 91%.
Pada layarnya telah tersertifikasi Dolby
Vision®, Pantone® Validated, dan memiliki color gamut 100% DCI-P3 untuk
memastikan reproduksi warna terbaik dan akurat. Layar tersebut juga telah
mengantongi sertifikasi VESA DisplayHDR™ True Black 500 dan mendukung teknologi
touchscreen sehingga dapat digunakan bersama dengan stylus ASUS Pen 2.0 yang
dapat memberikan input secara presisi.
Apakah dengan dua layar dan ditambah dengan keyboard
detachable membuatnya tidak leluasa dibawa?
Jawabannya tidak, bila ketinggalan keyboard detachable berat dari Zenbook DUO (UX8406) berada di kisaran 1,39 kg dan bila digabungkan total beratnya saat dibawa yaitu hanya 1,7 kg. Cukup enteng untuk membawa sebuah laptop rasa monitor.
Keyboard Zenbook DUO (UX8406)
juga dirancang untuk digunakan seharian berkat sistem cerdas yang memungkinkan
laptop untuk menggunakan koneksi langsung ke laptop saat digunakan di Laptop
Mode, Pada bagian engsel ada Pogo Pin yang membuat keyboard detachable
akan melekat dengan erat bila digunakan pada mode laptop. Seakan ia
bertransformasi seperti laptop umumnya saat layar keduanya tertutup. Sangat
menarik buat saya.
Berbicara mengenai ketebalannya, Zenbook DUO (UX8406)
cukup tipis yang berada di angka 14,6 mm. Namun punya segudang konektivitas
pendukung seperti dengan 2x Thunderbolt 4 USB-C, 1x USB-A 3.2 Gen 1, 3.5mm
audio jack, dan bahkan masih tersedia port HDMI 2.1. Lengkap banget ini.
Belajar Menggunakan Mode Laptop Masa Depan
Memiliki Zenbook DUO (UX8406) jelas menggambarkan skema pengguna laptop masa depan. Biar tidak kelihatan canggung, kita harus tahu dan belajar terlebih dahulu dari segala skema pengguna. Apalagi ada fitur yang disematkan bernama ScreenXpert yang memberikan pengalaman yang lebih intuitif ketika pengguna Zenbook DUO (UX8406). Penasaran bukan mode apa saja yang dibisa digunakan, cekidot:
Dual-Screen
Mode: Inilah mode penggunaan yang
paling membedakan Zenbook DUO (UX8406) dengan laptop lainnya. Mode ini
memanfaatkan keberadaan layar kedua di Zenbook DUO (UX8406) secara penuh, yaitu
dengan memosisikan laptop secara lebih tinggi menggunakan penyangga
terintegrasi sehingga kedua layarnya dapat dilihat secara lebih nyaman.
Penggunanya kemudian mengontrol Zenbook DUO (UX8406) menggunakan keyboard
fisiknya secara nirkabel melalui koneksi Bluetooth.
Desktop
Mode: Didesain untuk pengguna yang suka
dengan layar vertikal, Desktop Mode di Zenbook DUO (UX8406) menawarkan dua
layar vertikal yang diposisikan secara berdampingan. Mode ini sangat cocok
untuk skenario penggunaan seperti menulis artikel, browsing, dan coding.
Laptop
Mode: Cara ini membuat Zenbook DUO
(UX8406) tampil layaknya laptop clamshell pada umumnya dengan satu layar aktif
dan keyboard yang ditempatkan di atas layar keduanya. Mode penggunaan ini
sangat cocok ketika Zenbook DUO (UX8406) digunakan di ruang terbatas seperti di
dalam pesawat.
Laptop
Mode with Virtual Keyboard: ASUS menghadirkan solusi bagi
pengguna Zenbook DUO (UX8406) yang tidak ingin menggunakan keyboard fisiknya. Fitur
pada ScreenXpert, dapat menghadirkan keyboard virtual dalam layout penggunaan
yang berbeda-beda lengkap dengan touchpad virtual.
Sharing Mode: Mode paling unik di Zenbook DUO (UX8406) ini memungkinkan pengguna untuk berbagi layar dengan orang lain secara lebih mudah. Cukup buka layar laptop ini hingga 180° dan aktifkan mode ini. Kedua layarnya kini saling bertolak belakang sehingga memudahkan dua orang untuk berinteraksi secara langsung ketika menggunakan Zenbook DUO (UX8406).
Pada sejumlah skenario, Zenbook DUO (UX8406)
memerlukan penyangga. Nah ASUS sudah memikirkan urusan ini dengan adanya
Kickstand berbahan metal kokoh. Pada skenario penggunaan seperti Dual-Screen
Mode dan Desktop Mode, Kickstand sangat berguna sebagai penopang. Saat dilipat
pun, seakan menyatu dengan laptop. Para designer ASUS sangat memperhatikan
estetika dan fungsi pada produknya.
Terus mode manakah yang paling saya suka bila
punya Zenbook DUO (UX8406) ?
Hmmm.. semuanya menarik. Bagi saya ada 3 skenario pengguna yang sesuai aktivitas saya sebagai konten kreator dan budak korporat. Pada waktu diajak kerja fokus, Laptop Mode opsi paling baik. Namun saat ada pekerjaan yang mengharus menggabungkan dua data dan informasi sekalian, Desktop Mode paling enak, apalagi di atas meja yang agak leluasa buat bekerja.
Lalu pada saat bertemu klien dan diajak
presentasi, tentunya Sharing Mode sangat membantu tanpa mengharuskan klien
beriringan dengan saya. Sedangkan buat diajak santai, Dual-Screen Mode dan
Laptop Mode with Virtual Keyboard paling ideal. Apalagi saat pekerjaan selesai,
beuh. Syahdu banget buat menikmati konten dengan skenario ini.
Spesifikasi Kelas Wahid Zenbook
DUO (UX8406)
Zenbook DUO (UX8406) sudah dilengkapi dengan spesifikasi
yang mumpuni untuk mendukung pekerjaan berat sekalipun. Ia jadi laptop AI dengan dua layar bersertifikasi Intel®
Evo™ Edition yang dibekali prosesor bertenaga AI,
Intel® Core™ Ultra 7 155H terbaru.
Prosesor Intel® Core™ Ultra dilengkapi NPU yang hadir secara spesifik untuk memproses aplikasi yang menggunakan AI. Mampu membuat laptop ini tampil lebih gesit, lebih hemat daya, dan lebih pintar dalam memproses aplikasi berbasis AI.
Sebagai gambaranProsesor Intel® Core™ Ultra dioptimalkan
untuk laptop premium canggih seperti pada Zenbook DUO
(UX8406). Menampilkan arsitektur hibrida performa 3D, kemampuan AI
canggih, dan tersedia dengan GPU Intel® Arc™ bawaan. Sekaligus menghadirkan
keseimbangan optimal antara performa dan efisiensi daya untuk gaming, pembuatan
konten, dan produktivitas di mana saja.
"Hadir dengan sistem operasi Windows 11, ASUS Zenbook DUO (UX8406) juga merupakan laptop berfitur Copilot untuk dukungan AI. Copilot di Windows 11 melengkapi keahlian dan kreativitas Anda dengan bantuan kecerdasan serta jawaban relevan”
Cukup dengan cara mengaktifkan ragam fitur berbasis AI di
aplikasi MyAsus, dapat berjalan dengan baik berkat adanya NPU tanpa menguras
daya secara berlebihan. Tentunya dengan dukungan kapasitas
RAM 16GB LPDDR5X dan penyimpanan menggunakan SSD NVMe sebesar 1TB.
Sementara itu, baterainya berkapasitas 75Wh yang membuat
ia sangat awet digunakan dalam waktu lama tanpa dicharger. Sebagai gambaran, bila
digunakan pada kondisi normal yang mengaktifkan kedua layar pada laptop ini. Ia
bisa bertahan up to 8 jam, cukup banget buat diajak kerja produktivitas serta
konten. Ibarat menggerakkan dua laptop namun punya daya yang irit.
Selain itu, prosesor Intel® Core™ Ultra 7 155H juga dibekali chip grafis Intel® Arc™ yang mampu menghadirkan performa hingga dua kali lipat dibandingkan dengan chip grafis terintegrasi di prosesor Intel® generasi sebelumnya.
Chip grafis Intel® Arc™ juga sudah didukung
berbagai teknologi grafis modern seperti real-time ray tracing, Xᵉ Super
Sampling, hingga DX 12 Ultimate dan Advanced Media Engine. Di Zenbook DUO
(UX8406), Intel® Arc™ tidak hanya dapat mengakselerasi pemrosesan grafis,
tetapi juga video encoding yang tentunya sangat penting untuk para konten
kreator.
Selain itu, sudah dilengkapi Office Pre-Installed, agar Anda bisa nikmati semua manfaat dengan PC yang lengkap – PC sudah termasuk Office Home & Student 2021. Aplikasi Office versi lengkap (Word, Excel dan PowerPoint) memberikan semua fungsi yang dibutuhkan dan diharapkan oleh penggunanya."
Kesimpulan Akhir
Setelah kita ngomong panjang lebar, akhirnya sampai pada tujuan akhir yaitu kesimpulan. Buat saya pribadi, ASUS ZenBook Duo (UX8406) menyasar begitu banyak para pekerja dan eksekutif dengan mobilitas tinggi. Tentunya tetap trendi dan tentu saja menjadikan mereka ibarat lampu sorot saat laptopnya dibuka dan memulai kerja dan hiburan.
Zenbook DUO (UX8406) hadir dengan inovasi baru dengan dua layar yang mendukung multitasking dan produktivitas tinggi dengan kualitas layar OLED 3K yang bikin mata segar. Makin digdaya dengan prosesor Intel® Core™ Ultra 7 155H juga dibekali chip grafis Intel® Arc™ yang mampu diajak menjalankan aplikasi berat dan skema kerja kreatif.
Punya bobot yang enteng untuk dibawa ke masa
saja dalam bekerja. Serta ada 5 mode pengguna yang bisa disesuaikan dengan
beragam skenario bekerja. Rasanya Zenbook DUO (UX8406) menjadi role model
Dual-Screen Laptop yang menjawab para pekerja kreatif, penikmat konten, dan
bahkan eksekutif untuk bisa memiliknya.
Semoga tulisan saya ini menginspirasi kita semua. Akhir kata Have a Nice Days. Artikel ini diikutsertakan pada Blog Writing competition bersama www.didno76.com
berikut ini spesifikasi lengkap dari ASUS Zenbook DUO (UX8406).
Produk |
Zenbook DUO (UX8406MA) |
---|---|
CPU |
Intel® Core™ Ultra 7 Processor 155H 1.4 GHz (24MB Cache, up to 4.8 GHz, 16 cores, 22 Threads) with Intel® AI Boost NPU |
Sistem Operasi |
Windows 11 Home |
Memori |
16GB LPDDR5X |
Penyimpanan |
1TB M.2 NVMe™ PCIe® 4.0 Performance SSD |
Layar |
Dual 14-inch ASUS Lumina OLED, 3K (2880 x 1800) 16:10, 120Hz, 0.2ms, 100% DCI-P3, PANTONE Validated, 600nits, VESA CERTIFIED Display HDR True Black 500, Low Blue Light, Anti-Flicker, Touchscreen with Stylus Support |
Grafis |
Intel® Arc™ Graphics |
Input/Output |
1x USB 3.2 Gen 1 Type-A, 2x Thunderbolt™ 4 supports display / power delivery, 1x HDMI 2.1 TMDS, 1x 3.5mm Combo Audio Jack |
Konektivitas |
Wi-Fi 6E(802.11ax) (Dual band) 2*2 + Bluetooth® 5.3 |
Kamera |
FHD camera with IR and Ambient Light Sensor function, support Windows Hello, support Windows Studio Effect |
Audio |
Smart Amp Technology, Built-in speaker, Built-in array microphone, harman/kardon certified |
Baterai |
75WHrs, 4S1P, 4-cell Li-ion |
Dimensi |
31.35 x 21.79 x 1.46 ~ 1.99 cm |
Bobot |
1.39 Kg (laptop) 0.3 Kg (keyboard) |
Harga |
Rp33.999.000 |
Garansi |
2 Tahun Garansi Global dan 1 Tahun ASUS VIP Perfect Warranty |
Warranty |
2 Tahun Garansi Global dan 1 Tahun ASUS VIP Perfect Warranty |
bisa-bisanya ya ASUS ngerilis laptop sekeren ini, desainnya unik spesifikasinya pun juga masih sangat menarik, pantes nih kalau banyak yang melirik :D
ReplyDelete