Olahraga, sesuatu yang dirasa tidak pernah
lepas dari sebuah bangsa. Pencapaian besar dari olahraga sangatlah besar. Bahkan
bisa dikatakan olahraga jadi hal besar yang tak hanya sebuah bangsa harum,
atletnya bisa sejahtera hanya dari hobi yang ia tekuni. Memang terdengar jumawa
namun itulah kenyataannya.
Saat ini, ada banyak atlet yang sangat terkenal berkat kemampuan luar biasa yang ia tunjukkan. Ia tidak lahir dengan sendirinya, namun proses panjang hingga bisa berada di atas podium tertinggi. Semuanya berperan, dari pencarian bakat, gizi, latihan intens hingga mental. Semuanya terbentuk saat itu.
Sejarah
Indonesia dalam Menciptakan Olahraga
Terinspirasi dari Olimpiade yang berhasil
menelurkan atlet-atlet dunia, nyatanya Indonesia punya peluang. Akhirnya
gagasan besar melahirkan PON. Tanggal -12
September 1948 di Surakarta, Jawa Tengah
jadi saksi bersejarah akan peristiwa itu.
Ajang ini diprakarsai oleh Presiden Soekarno dan KOI sebagai cara untuk mempersatukan bangsa melalui olahraga serta menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang merdeka dan berdaulat, dengan potensi olahraga yang kuat.
PON I diikuti oleh 13 kontingen dari berbagai
daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, Surakarta, Yogyakarta, dan lainnya. Ada
sekitar 600 atlet yang berpartisipasi dalam sembilan cabang olahraga, seperti
atletik, bulu tangkis, sepak bola, renang, panahan, dan angkat besi.
Tujuan utama dari PON pada awalnya adalah
untuk membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang baru merdeka,
serta memperkuat semangat nasionalisme melalui olahraga. PON juga menjadi wadah
untuk menemukan dan membina bakat-bakat muda dalam olahraga yang nantinya dapat
mewakili Indonesia di ajang internasional.
Transformasi
PON dari Masa ke Masa
PON terus berkembang dengan semakin banyaknya
provinsi yang ikut serta. PON juga mulai mencakup lebih banyak cabang olahraga,
dan infrastruktur olahraga mulai ditingkatkan. Artinya setiap kegiatan ini
dilakukan sejak dekade 50-an s.d 70-an ada banyak infrastruktur yang dibuat
buat menunjang olahraga yang terus bertambah.
Pada PON IV tahun 1957 di Makassar, jumlah
peserta meningkat secara signifikan, seiring dengan semakin banyak provinsi
baru yang terbentuk di Indonesia. Cabang olahraga seperti tinju, gulat, dan
anggar mulai dipertandingkan.
Di era ini, PON juga menjadi ajang pembinaan
atlet secara lebih terstruktur, dengan dukungan dari berbagai daerah dan
pemerintah pusat. Kontingen dari provinsi semakin serius dalam mempersiapkan
atlet-atlet mereka, yang nantinya bisa mewakili Indonesia di kancah
internasional.
Lanjut ke era selanjutnya, memasuki era
1980-an, PON mulai mengarah ke profesionalisme olahraga. Pemerintah dan Komite
Olahraga Nasional Indonesia (KONI) berusaha meningkatkan kualitas
penyelenggaraan PON dengan standar internasional. Fasilitas olahraga yang
dibangun untuk PON mulai mengadopsi teknologi dan standar terbaru, termasuk
pembangunan stadion-stadion besar.
Pada PON X tahun 1981 di Jakarta, Indonesia
memperkenalkan lebih banyak cabang olahraga, termasuk olahraga air dan
cabang-cabang bela diri yang makin populer. PON juga menjadi lebih
terorganisir, dengan manajemen acara yang lebih profesional dan media yang
mulai berperan penting dalam penyebaran informasi.
Di era 1990-an, PON tidak hanya berfokus pada
aspek olahraga, tetapi juga menjadi ajang pembinaan bakat untuk kompetisi
internasional, seperti SEA Games, Asian Games, dan Olimpiade. Banyak atlet
nasional terkenal, seperti Susi Susanti dan Taufik Hidayat, memulai karier
mereka di ajang PON sebelum menjadi bintang di tingkat dunia.
Selain itu, dampak ekonomi mulai terasa lebih
jelas. Setiap daerah yang menjadi tuan rumah PON mendapat keuntungan dari
pembangunan infrastruktur dan peningkatan pariwisata. Misalnya, PON XV di
Surabaya (2000) meninggalkan warisan berupa fasilitas olahraga yang bertahan
lama setelah acara berakhir.
Memasuki era 2000-an, PON mulai memasukkan
teknologi digital dalam penyelenggaraannya. Sistem pencatatan hasil, penyiaran,
hingga pengelolaan data atlet mulai menggunakan teknologi canggih. Selain itu,
PON juga semakin disorot oleh media sosial, memungkinkan masyarakat untuk
mengikuti perkembangan acara secara real-time.
PON juga mulai mengadopsi pendekatan yang lebih ramah lingkungan, dengan penggunaan energi terbarukan di beberapa fasilitas dan kampanye pengurangan limbah plastik. Artinya venue yang saat ini digunakan selain penuh estetika juga punya pencahayaan yang baik.
Misalnya, PON XIX di Jawa Barat tahun 2016
melibatkan teknologi digital secara lebih luas untuk mempermudah akses
informasi, registrasi peserta, serta penilaian dalam pertandingan. Ini menjadi
langkah maju dalam efisiensi pengelolaan acara besar seperti PON.
PON pada Masa
Kini
PON terus berkembang menjadi salah satu ajang
olahraga terbesar di Indonesia. Pada PON XX di Papua tahun 2021, untuk pertama
kalinya, ajang ini diadakan di wilayah paling timur Indonesia, menunjukkan
komitmen negara untuk merangkul seluruh daerah. Lebih dari 7.000 atlet dari 34
provinsi berkompetisi dalam 37 cabang olahraga, menandai perkembangan pesat
baik dari segi skala maupun jumlah cabang olahraga.
PON juga semakin berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Daerah yang menjadi tuan rumah mendapatkan keuntungan dari pembangunan infrastruktur olahraga, peningkatan pariwisata, dan investasi pemerintah. Ajang ini juga digunakan untuk mempromosikan budaya dan kekayaan daerah yang menjadi tuan rumah.
Di masa depan, PON diproyeksikan akan terus
bertransformasi, dengan fokus pada keberlanjutan dan pemanfaatan teknologi yang
lebih canggih. Penggunaan AI untuk analisis data atlet, teknologi virtual untuk
penggemar yang tidak dapat hadir di venue, dan peningkatan standar
keberlanjutan untuk menekan dampak lingkungan menjadi tren yang akan datang.
Keberhasilan PON sebagai ajang pembinaan bakat
dan penciptaan prestasi bagi atlet-atlet Indonesia akan semakin diperkuat oleh
perkembangan ini. Dengan teknologi dan pendekatan baru, PON akan terus menjadi
ajang penting bagi olahraga Indonesia untuk berkembang di era modern.
PON Ciptakan
Akar Rumput Calon Atlet
PON memainkan peran penting dalam menciptakan
atlet dari akar rumput itu dimulai dengan awalnya dengan proses identifikasi
dari para bakat mentah khas lokal. Pada tingkat daerah, ada proses seleksi
melalui kompetisi lokal yang dilakukan di kabupaten, kota, hingga provinsi.
Dari sini, bakat-bakat muda yang mungkin belum teridentifikasi di level nasional dapat ditemukan. Ini adalah upaya besar dalam menciptakan jalur pembinaan dari akar rumput hingga ke puncak prestasi nasional.
Kini tinggal proses peningkatan pembinaan
secara berjenjang, ini dilakukan dengan melalukan proses pembinaan atlet secara
berkelanjutan. Provinsi dan kota di Indonesia akan berinvestasi dalam program
pengembangan atlet usia dini melalui klub-klub olahraga, sekolah, dan akademi.
Atlet muda yang dilatih dalam lingkungan ini, dengan fasilitas dan pelatihan
yang memadai, diberi kesempatan untuk berkembang dari level lokal hingga
nasional.
Setelahnya, para atlet akan mendapatkan e ksposur dan pengalaman kompetisi. Partisipasi di PON memberikan atlet muda pengalaman berkompetisi di tingkat nasional. Pengalaman ini sangat penting bagi perkembangan atlet karena mereka bertemu dengan lawan yang lebih kuat, menghadapi tekanan yang lebih besar, dan mempelajari strategi di kompetisi yang lebih kompetitif. Hal ini menyiapkan mereka untuk ajang yang lebih besar, seperti SEA Games, Asian Games, atau bahkan Olimpiade.
Tentunya ini menjadi motivasi dan aspirasi
atlet muda dalam proses seleksi dan penyisihan untuk PON mendapatkan motivasi
lebih besar untuk mengasah kemampuan mereka. Kemenangan atau prestasi di PON
bisa menjadi pencapaian yang besar bagi karier mereka. PON juga memberi
kesempatan kepada atlet muda untuk mendapatkan perhatian dari pencari bakat,
pelatih, dan sponsor, yang dapat membuka pintu bagi masa depan karier olahraga
mereka.
Indonesia juga bisa melihat peluang besar, ada
olahraga tertentu yang jadi lumbung medali saat pagelaran dunia. Akan ada stok
atlet yang siap bersaing ke level tertinggi, apalagi bila sudah teruji. Selama
ini olahraga seperti bulu tangkis sangat dianggap terpandang di Indonesia. Kini
telah lahir olahraga lainnya yang potensial seperti angkat besi, panjat tebing
hingga menembak.
Potensi besar ini membuat potensi atlet Indonesia
mendunia seakan tiada hentinya. Bahkan setiap badan olahraga lainnya bisa
memacu atlet bersaing ke level tertinggi. Artinya negara kita tidak kekurangan
atlet namun bagaimana cara mengelola mereka dari prestasi dan tentu saja dengan
dedikasi tinggi.
PON dalam Wujud dari Pembangunan
Bagaimana senangnya sebuah daerah mendapatkan kehormatan
menjadi tuan rumah PON? Tentunya ini ibarat berkah, bagaimana daerah yang tidak
punya infrastruktur memadai melaksanakan sebuah ajang olahraga. Kini ada data
yang berasal dari pemerintah pusat yang mengalir deras, membantu sebuah daerah
mampu membuat dan menyediakan sarana olahraga.
Dana ini jelas cukup besar, waktu 4 tahun seakan jadi persiapan matang pelaksanaan event besar tersebut. Artinya ada banyak pembangunan besar yang terjadi saat menunggu event itu terjadi. Hal ini membantu daerah-daerah membangun fasilitas olahraga yang lebih baik, mulai dari stadion, arena latihan, hingga pusat kebugaran.
Fasilitas yang lebih baik di daerah
meningkatkan kualitas pelatihan atlet akar rumput, yang pada gilirannya
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan atlet muda. Atlet tidak
lahir dengan sendirinya, mereka lahir karena iklim kompetisi dan tentu saja
fasilitas.
Artinya, atlet daerah yang dulunya terbatas
akan ikut serta. Peran tuan rumah yang begitu besar seakan memberikan kesempatan
buat atlet lokal berlatih lebih keras. Ada banyak kouta yang tersedia sebagai
tuan rumah. Kesempatan besar mereka untuk bisa unjuk gigi, ini kesempatan besar
bisa mentas di mata nasional.
Ada banyak iming-iming yang bisa didapatkan, para atlet bisa mendapatkan kesejahteraan saat ini berhasil. Ini menjadi motivasi lebih dan bahkan bisa ke jenjang selanjutnya. Program ini juga membuat pemerintah bisa mempertimbangkan suatu bidang olahraga. Bisa mentas dan tentu saja bersaing ke level internasional.
Pemerataan pembangunan oleh PON, dilaksanakan
di luar Pulau Jawa. Pemerintah sadar ini peluang membangun sebuah wilayah. Ada
banyak PON yang sudah dilakukan jauh dari Pulau Jawa, 2020 di Papua, Aceh Sumut
di 2024 dan tentu saja ke depan di NTB NTT. Artinya ada pola yang dilakukan,
mencari daerah terluar di Indonesia. Ini cukup baik dalam proses pemerataan
pembangunan yang jadi aset suatu daerah.
PON buat Pembentukan
Gizi para Atlet
Bayangkan atlet yang ingin melakukan aksi triatlon
gizinya kurang atau bahkan angkat besi cuma dikasih nasi dan tempe. Alhasil
performanya melempem, mereka butuh gizi yang cukup sebagai bahan bakar atau
besarnya tenaga yang harus dikeluarkan. Makanya pembinaan yang benar tanpa gizi
itu sama saja bohong.
Untuk dapat bersaing di PON, atlet-atlet di
seluruh provinsi Indonesia harus menjalani program pembinaan intensif yang
mencakup latihan fisik dan program gizi yang tepat. Dalam program ini, para
ahli gizi bekerja sama dengan pelatih untuk merancang pola makan yang mendukung
kebutuhan fisik atlet, termasuk kebutuhan energi, protein, vitamin, mineral,
dan hidrasi.
Di sini, makanan atlet disusun secara detail
untuk memastikan mereka mendapatkan asupan nutrisi yang seimbang dan sesuai
dengan jenis olahraga yang mereka geluti. Setiap provinsi memiliki program
pembinaan dan pelatihan dengan fokus pada peningkatan performa melalui gizi
yang baik.
PON juga berperan dalam meningkatkan kesadaran
para atlet tentang pentingnya nutrisi. Dalam program pembinaan, atlet diberikan
pendidikan gizi untuk memahami bagaimana makanan memengaruhi tubuh mereka.
Jangan nanti, mau tanding malah makan gorengan dengan berbagai makan junk food
yang bikin mereka loyo di arena.
Potensi Ekonomi
dan Wisata Tumbuh kala PON
Tak hanya mampu menghadirkan sarana
infrastruktur saja, PON ibarat gumpalan gula yang siap dikerumuni oleh semut.
Peluang ini datang tak lama memang, namun dampak wisata bisa berlangsung dengan
waktu lama. Bisa dikatakan, ia wujud dasar promosi wisata yang selama ini
tersembunyi di daerah tersebut.
Ada banyak kok, daerah yang setelahnya
ekonominya meningkat. Ada banyak UMKM yang mendapatkan serpihan pemasokan
selama proses PON. Ini jelas menguntungkan karena ada banyak produk yang selama
ini hanya dibeli dan dikonsumsi masyarakat lokal, kini dibeli para atlet dan
kontigennya. Ada rasa bangga saat mereka membawa pulang proses khas daerah
tersebut.
Secara tak langsung, ini promosi besar. Ada
banyak daerah setelah sebuah pagelaran olahraga, ekonominya tumbuh dan
dibarengi dengan peningkatan daya beli. Rasanya ini yang jadi masalah di Indonesia,
ada banyak orang Indonesia yang ingin keluar negeri tapi sulit pergi ke sebuah
daerah. Event besar adalah kesempatan dan pemicu agar semuanya bisa datang.
Sebagai gambaran besar, pada PON Aceh Sumut di tahun 2024, ada banyak dampak yang dirasakan terutama sekali yang berasal dari pariwisata. Ada banyak tempat wisata yang tidak terkenal, mampu terdongkrak akibat pagelaran PON. Kenang-kenangan ke sebuah wilayah tentunya adalah objek wisata. Apalagi tempat tersebut masih sangat asri, jelas peluang mereka akan datang lagi.
Satu hal yang dijaga saat atau kegiatan
tersebut sedang berlangsung. Hal paling utama yaitu bagaimana menjaga harga dan
pelayanan, jangan ada pungli atau bahkan kenaikan harga tak wajar. Ini akan
membuat sebuah wisata jadi maskot sebuah daerah. Berawal dari pesta olahraga,
berakhir jadi pemasukan objek wisata.
Bagaimana
Olahraga dan Dunia Hiburan Bersatu
Satu kendala dalam besar olahraga di
Indonesia, tentu saja bagaimana ia bisa masuk ke dalam ranah hiburan. Masalah
ini yang membuat industri olahraga tidak segemerlap di luar negeri. Banyak
olahraga dan atlet hanya tenar saat kompetisi, sedangkan setelahnya megap-megap
bertahan dalam melaksanakan profesinya.
Tak banyak setelah berhasil atau menang,
mereka menanggalkan kemampuan bakatnya ke zona nyaman. Misalnya saja menjadi
PNS, kan jadi lebih nyaman. Namun menjadi industri yang berkembang pesat, ada
banyak para sponsor yang masuk.
Saya pun mencontoh sejumlah negara barat yang menganggap ajak bahkan di bawah level PON di sana dianggap peluang merekrut atlet berkualitas. Dunia atlet seakan dimulai sejak mereka berada di bangku sekolah. Ada turnamen besar yang siap, misalnya saja di USA dengan NCAA buatan mereka.
Seakan para calon atlet muda bersaing jadi
yang terbaik. Mereka bertarung di panggung terbaik dan bahkan disiarkan di TV
nasional dengan penonton penuh. Seakan jiwa mereka tertantang jadi yang
terbaik. Mereka yang menang seakan berkesempatan atau mendapatkan kontrak
langsung yang disodorkan para promotor.
Mereka bisa saja jadi atlet gulat, pebasket, petinju,
pesepakbola, hingga atlet atletik berkat yang siap mengharumkan bangsa. Ijazah
sekolah pun menyertai, akan ada beasiswa bila menyambungkan diri ke perguruan
tinggi. Mereka yang andal di olahraga pun bisa memanfaatkan potensi bakatnya,
namun bila gagal atau harus pensiun dini.
Ijazah saat mereka mengenyam pendidikan bisa
digunakan buta melamar pekerjaan yang layak. Toh tidak semua orang punya karier
yang bagus, namun negara sudah berupaya menjamin atlet bisa sejahtera bila pun
mereka gagal.
Kesimpulan
Akhir
PON telah berkembang pesat sejak pertama kali
diadakan pada tahun 1948, menjadi ajang penting yang berperan dalam pembinaan
atlet nasional Indonesia. Dari awalnya sebagai simbol persatuan bangsa, PON
kini bertransformasi menjadi ajang yang melibatkan ribuan atlet dan mencakup
berbagai cabang olahraga, serta mendukung pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur
di daerah-daerah yang menjadi tuan rumah.
Melalui PON, bibit-bibit atlet berbakat dari
seluruh pelosok negeri diidentifikasi dan dibina untuk berkompetisi di tingkat
nasional dan internasional. Program pembinaan yang disertai dengan dukungan
gizi dan fasilitas latihan yang memadai memastikan bahwa atlet-atlet Indonesia
memiliki pondasi kuat untuk mencapai prestasi tertinggi. Selain itu, PON juga
memberikan dampak positif terhadap ekonomi dan pariwisata lokal, menciptakan
peluang bagi pengembangan usaha kecil dan promosi pariwisata.
0 komentar:
Post a Comment