Urusan sampah sudah menjadi isu pelik sejak dulu di Kota
Bireuen. Telah jadi kebiasaan mendarah daging buat masyarakat membuang sampah
sembarangan tanpa melihat tempat. Menjadikan banyak tempat di Kota Bireuen jadi
tak sedap dipandang.
Media pun mengamini hal tersebut dan isu sampah sudah jadi santapan sehari-hari pemberitaan media lokal. Mulai dari pemberitaan terkait sampah yang menumpuk di selokan hingga aksi buang sampah sembarangan di pinggiran jalan. Rasanya, tong sampah terbentang luas sepanjang wilayah Kota Bireuen.
Kondisi ini jelas membuat sejumlah masyarakat jengah dan harus ada orang yang menginspirasi dalam perubahan besar tersebut. Inisiasi dimulai dari hal kecil dan orang tergerak dalam aksi ini yaitu Abdul Halim, Pria desa asal Putoh, Kabupaten Bireuen. Rasa gundah inilah yang seakan mendorongnya menyelesaikan masalah di kota kelahirannya. Mencoba menata kembali kota kelahirannya setelah menuntut ilmu di kota seberang.
Kota Bireuen dan Isu Sampah yang Berlarut
Masalah sampah sudah coba ditekankan sejak awal Kota
Bireuen berdiri, mereka sadar kebersihan adalah sebagian dari iman. Untuk itu
hadirlah Qanun No. 15 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah. Ada banyak
regulasi yang diatur khususnya dalam menyikapi masalah sampah. Tertuang panjang
dalam Qanun yang tertulis sebanyak 22 halaman tersebut.
Nyata pengelolaan sampah ibarat jauh panggang dari api.
Ada banyak kendala setelah lebih dari satu dasawarsa sejak awal disahkan.
Masalah sampah masih terus terjadi terutama di pusat keramaian. Masalah yang
belum dapat ditangani secara berkelanjutan dan bisa menjadi bom waktu. sehingga
pilihan akhir adalah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir.
Masalah sampai saat sedikit yang peduli dan berharap
sampah yang dihasilkan khususnya di perkotaan sepenuhnya adalah tugas para
petugas kebersihan dan DLKH Kabupaten Bireuen. Harus ada yang berani turun
tangan dalam mengelola sampah dan tentunya berani bersosialisasi akan wujud
kepedulian dan kebersihan. Bahkan bisa mengelola sampah menjadi barang bernilai
dari tangan-tangan kreatif masyarakat Bireuen.
Abdul Halim Mencoba Mencari Pemecahan Masalah dari Sampah
Permasalahan sampah seakan membuat seorang asal Bireuen
tergerak hatinya. Itu didukung dengan kecintaannya pada isu lingkungan sejak
duduk di bangku perkuliahan. Namanya adalah Abdul Halim dan merupakan mahasiswa
jebolan Universitas Malikul Saleh.
Awal mulanya datang dari 2017 dengan ia bergabung dalam
salah satu LSM yang bergerak ke arah lingkungan. Saat itu isu yang diangkat
adalah proses penyelamatan di Sungai Peusangan, Bireuen Provinsi Aceh. Sebagai
gambaran, DAS Peusangan sangatlah besar dan saat itu cukup tercemar akibat tingginya
buangan limbahnya.
Ini berpengaruh pada rasa dan bau pada airnya, dan sungai
jadi sumber kehidupan banyak masyarakat di sekitarnya. Berkat dedikasi
tersebut, DAS Peusangan berhasil steril dan tidak ada lagi bau yang menyengat
karena aktivitas limbah di sana.
Tak berhenti di sana, di akhir tahun 2019, lahirnya ide
dalam memfasilitasi petugas untuk mengambil sampah rumah tangga dengan
memanfaatkan motor roda tiga, bantuan KLHK. Rutin melakukan aksi dalam
mengambil sampah ada di rumah-rumah warga. Petugas desa berhasil melayani 60
rumah tangga untuk pengambilan sampah setiap dua kali seminggu. Sampah
seterusnya diangkut oleh petugas kebersihan Dinas LHK Bireuen.
Persoalan Sampah, Persoalan Kita Bersama
Dalam proses pengelolaan sampah, Bang Halim mengatakan
bahwa pihak DLHK Kabupaten Bireuen menerapkan konsep 3R yaitu Reuse, Reduce,
dan Recycle terhadap sampah yang ada di rumah tangga. Cara ini cukup
efektif terutama sekali dalam pengelolaan sampah. Hadirnya konsep 3R menjadi
awal mula cara mengatasi persoalan sampah di Kabupaten Bireuen.
Hasilnya cukup terlihat terutama dari dampak lingkungan
sekitar. Bila dulunya ada banyak sampah berserakan khususnya yang ada di tempat
keramaian hingga selokan. Kini jumlah mulai teratur, dan lebih sedap dipandang
mata.
Setelah itu juga, mulai timbul kesadaran dari masyarakat
setempat. Masalah sampah bukan hanya urusan DLHK Kabupaten Bireuen saja. Semua
pihak harus terlibat dalam pengelolaan sampah khususnya dimulai dari desa. Terutama
terkait edukasi dan perilaku dalam urusan sampah sekitar.
Wujud Nyata dengan BUMDES pada Sampah
Bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).
Akhirnya ide itu terwujud, Bang Halim akhirnya bisa mengimplementasikan idenya.
Menciptakan pengelolaan dan bank sampah terpadu dalam mengurangi sampah.
Akhirnya terpilihlah Desa Blang Asan, Kecamatan
Peusangan. Bireuen. Alasan pertama karena lokasi Desa Blang Asan yang hanya
berjarak 1 KM tentunya membuat proses pengumpulan sampah jadi lebih mudah dan
dekat. Selain itu keterlibatan masyarakat tentu adalah hal penting. Bang Halim
juga menceritakan bagaimana ada 60 kepala keluarga dari total 110 terlibat di
dalam aksi tersebut.
Meskipun belum secara menyeluruh, namun secara perlahan
pihak desa telah berkolaborasi dengan DLHK dalam proses pengumpulan sampah.
Aksi kecil ini jelas berdampak apalagi ada banyak program lanjutan yang terus
hadir.
Di tahun 2021 jadi bukti, saat berdirinya Bank Sampah.
Selama ini Desa Blang Asan. Pada tanggal 18 Desember 2021 jadi bukti. Bank
Sampah pertama yang ada di Kota Bireuen akhirnya berdiri, berlokasi di Lapangan
Bola Blang Asan.
Awal pelaksanaan program tersebut, terdapat 30 Kepala
Keluarga yang ikut berpartisipasi dan saat ini telah mencapai angka 65 KK.
Konsep Pengelolaan Sampah Terintegrasi (PST) ini telah diluncurkan oleh Bupati
Bireuen dan berhasil diimplementasikan di Desa Blang Asan.
Kepedulian masyarakat pada sampah di Desa Blang Asan juga
tergolong besar. Lebih dari separuh dari total Kepala Keluarga terlibat dalam
aksi ini. Menunjukkan kesadaran dan kepedulian masyarakat cukup tinggi terutama
urusan sampah.
Bang Halim juga lebih mudah menjelaskan hal tersebut.
Apalagi selama ini banyak konotasi negatif terkait pengelolaan sampah.
Masyarakat masih menganggap sampah khususnya anorganik dan botol sangat sulit
dijadikan bahan baku. Sehingga berakhir di penampungan sampah. Kapasitas TPA
yang terbatas makin membuat masalah sampai jadi isu tahunan di Kota Bireuen.
Tentunya Bang Halim mengaku bangga, sebab ide beliau
berhasil diterapkan di desa tersebut. Selama ini ada begitu banyak sampah dan
berujung ke TPA. Namun kini dengan lahirnya PST di Blang Asan, mampu mengurangi
jumlah buangan sampah di TPA. Malahan sampah yang dibuang ke TPA adalah sampah
yang tidak bisa diolah dan digunakan kembali.
Untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke TPA, maka
perlu dilakukan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, untuk tahap awal,
pemilahan dapat dilakukan dengan kategori sampah organik, anorganik dan botol.
Tentunya pengelolaan sampah tingkat desa harus mendapat dukungan semua pihak,
sehingga sampah dapat dikelola oleh masyarakat desa.
Konsep Bank Sampah ala Abdul Halim
Konsep Bank Sampah Desa yang diterapkan Bang Halim
dikhususkan pada dua aspek yaitu pengelolaan dan pengolahan sampah. Awal
mulanya digunakan jasa berupa layanan angkut sampah keliling desa yang
dilaksanakan sebanyak dua kali dalam sepekan.
Petugas yang menjalankan tugas tersebut siap mengambil
sampah dengan menggunakan becak. Kendaraan operasional yang digunakan berasal
dari hibah DLHK Kabupaten Bireuen. Nah.. dengan begitu sistem pengumpulan
sampah yang terstruktur dan terjadwal di desa.
Warga desa dari Blang Asan diharapkan untuk memisahkan
sampah menjadi kategori yang sesuai, seperti plastik, kertas, logam, atau bahan
organik. Sampah-sampah tersebut kemudian dikumpulkan oleh petugas bank sampah
dengan menggunakan kendaraan atau tempat pengumpulan yang telah ditentukan.
Setibanya sampah-sampah tersebut di lokasi Bank Sampah
Asri yang berlokasi di desa tersebut. Setelahnya kemudian dilakukan proses
pemilahan. Sampah yang telah dipilah akan diolah atau dijual ke pihak ketiga
yang bisa mendaur ulang sampah menjadi barang jadi bernilai.
Bang Halim juga mengatakan bahwa di Desa Blang Asan juga
dibentuk kader lingkungan hidup dalam proses pendataan sampah warga setempat.
Tak hanya itu saja, Pendapatan ini bisa digunakan untuk membiayai operasional
bank sampah, memberikan insentif atau imbalan kepada masyarakat yang aktif
dalam pengelolaan sampah. Wujudnya dalam bentuk Buku Tabungan Bank Sampah.
Tentunya, dalam proses terbentuk Bank Sampah, ada banyak
pihak yang terlibat langsung. Mulai dari yang berminat berkolaborasi seperti
DLHK Kabupaten Bireuen, perangkat Desa hingga pihak Bank Aceh yang menjadi
mitra dalam pengadaan tong sampah sesuai jenis sampah.
Ekspansi dan Kendala Terbesar Bank Sampah
Implementasi Bank Sampah tentunya coba dikembangkan
kembali. Hingga akhirnya Bang Halim kembali melibatkan desa lainnya yang ada di
Kabupaten Bireuen. Berlokasi di Dusun
Geudong Teungoh, Desa Pulo Ara. Kabupaten Bireuen. pemilihan sampah rumahan.
Para ibu-ibu yang dilibatkan dalam hal ini khususnya para ibu PKK.
Program bank sampah ini adalah langkah konkret yang
diambil oleh ibu-ibu PKK dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan.
Serta tentunya dalam meningkatkan keterampilan dan ekonomi para ibu-ibu dalam
berkreasi dari sampah.
Bang Halim juga mengatakan, mengapa peran-peran ibu
sangat penting dalam pengelolaan sampah. Alasan utama karena para ibu paling
banyak dalam menghasilkan sampah khususnya dari aktivitas rumah tangga.
Tentunya dengan mengajak kaum ibu peduli pada sampah artinya bisa mengurangi
sampah terbuang dan bisa diolah jadi barang jadi.
Pada kegiatan awalnya, sempat ada kendala terutama
setelah peluncuran di tahun 2021, Bank Sampah yang ada di Blang Asan sangat
banyak peminatnya. Hanya saja menjelang akhir 2022, harga dari satuan sampah
mengalami penurunan signifikan. Tentunya ada sejumlah cara yang dilakukan
adalah pemilihan sampah dan mengubah sampah buangan menjadi barang berhasil
yang punya nilai jual tinggi.
Cara lainnya adalah dengan penjualan sampah pada
pengepul, petugas bank sampah bisa mengalokasi dana dari penjualan Untuk
operasional bank sampah secara mandiri, baik sebagai membayar honor petugas
bank sampah, melakukan pengadaan dan perawatan aset bank sampah lainnya.
Buah Hasil Mengabdi pada Desa
Setelah hampir tiga tahun setelah awal bergerak dari
desa-desa. Bang Abdul Halim merasa bahwa dedikasinya masih sangat kecil. Beliau
pun masih sungkan membagikan kegiatannya di sosial media karena murni dedikasi
dan hasil yang beliau berikan masih belum optimal.
Namun begitu, ada banyak perubahan yang sudah terjadi
selama tiga tahun terakhir khususnya program sampah yang terjadi di sejumlah
wilayah di Bireuen. Bekerja dengan semua pihak khususnya dimulai dari desa.
Sebab bagi beliau, desa ibarat akar rumput pertama dalam memutus persoalan
sampah.
Bang Halim berpendapat bahwa, pemerintah pusat dan daerah
harus membuka ruang sebesar-besarnya kepada desa, agar dapat mengelola sampah
secara mandiri, mulai dari proses pemilahan dari rumah, pengangkutan, dan
pengolahan di TPS. Terkait sisa sampah yang tidak dapat diolah dan didaur ulang
di TPS, maka pemerintah daerah harus memfasilitasi pengangkutannya menuju TPA.
Tak hanya itu saja, ini membuka peluang kerja bagi masyarakat desa dan
sumber pendapatan asli desa. Melalui sampah, ada begitu banyak dana yang masuk
dari pengelolaan sampah saja. Jelas regulasi ini membuat desa punya peran dalam
mengelola sampah secara mandiri.
Bang Halim juga bercerita bagaimana sejumlah target sudah
berhasil dijalankan secara optimal. Awal dicanangkan ada empat program besar
yang ia jalankan dan sudah sebanyak dua sudah berhasil direalisasikan. Program
yang sudah berhasil dijalankan pertama adalah jasa pengangkutan sampah desa,
menggunakan becak yang beroperasi mengelilingi desa dan mengumpulkan sampah
warga.
Selanjutnya yang kedua adalah Bank Sampah. Kini sudah ada
dua tempat yang sudah berhasil direalisasikan yaitu di Desa Blang Asan dan Pulo
Ara. Di lokasi tersebut juga dilakukan sejumlah program berupa pengelolaan
produk baru misalnya saja kursi, tas, bros hingga bahan Ecobrick.
Sedangkan kedua program lainnya yang masih belum bisa di
antaranya adalah pengolahan minyak
jelantah dan pembuatan bahan pupuk organik. Metode ini sedang dicoba di desa
lainnya agar bisa lahir pengelolaan sampah terpadu yang tak berfokus pada satu
titik.
Bang Halim juga mengatakan, bila program pengelolaan
sampah organik berhasil dijalankan. Tentunya ada budidaya lainnya yang bisa
dilakukan. Menurutnya, budidaya yang bisa dilakukan dalam proses pupuk organik
adalah budidaya maggot.Ini mampu dijual sebagai nutrisi pakan ayam, ikan, dan
juga peliharaan rumah lainnya seperti burung, iguana, hingga tokek.
Mencoba Kembali dan Mengajukan Diri pada Astra
Kegagalan di tahun 2019 akhirnya coba dibalaskan, di tahun 2021 Bang Halim
akhirnya kembali memberanikan diri untuk mendaftarkan diri ke Astra Satu
Indonesia Award. Tentunya kini pihak Astra melihat dedikasi beliau yang telah
lakukan selama ini.
Akhirnya berbuah manis dengan ganjaran Apresiasi Astra
Tingkat Provinsi Aceh tahun 2021. Tentunya ini baru permulaan dan beliau
bertekat lebih baik lagi dalam hal pengelolaan sampah. Masih ada banyak PR yang
belum diselesaikan dan kendala sampah masih menjadi isu pelik di Kota Juang.
Melakukan gebrakan di bidang lingkungan dan kepedulian
alam yang awal mulanya diragukan berhasil dan berkembang mengingat Bireuen
sejak dulu akrab dengan kebiasaan buang sampah sembarang. Nyatanya sejumlah
program sudah berhasil dijalankan dan bahkan mendapatkan apresiasi dari Bupati
setempat.
Satu kalimat yang beliau ucapkan adalah : Saya berharap,
Pengelolaan sampah berbasis desa yang telah dilaksanakan di Blang Asan dapat
diwujudkan ke desa lain di Kabupaten Bireuen, agar upaya pengurangan timbunan
sampah di TPA dapat dicapai.
Saya juga berharap Kepada para pihak, terutama pemerintah
agar dapat mendukung Pengelolaan sampah berbasis desa untuk mendorong lahirnya
peluang kerja dan pendapatan ekonomi keluarga pada kegiatan pemilahan sampah
dari rumah pungkasnya Bang Halim.
Semoga tulisan ini menginspirasi kita semua. Tinggal
bagaimana nantinya semesta akan membalas semua lelah kita menjadi secercah
harapan besar.
#SemangatUntukHariIniDanMasaDepanIndonesia
#KitaSATUIndonesia
0 komentar:
Post a Comment